Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Mahfud: Sejarah PKI Sudah Sering Ditulis Hasilnya Beda, Kita Fokus Korban Saja
23 Juni 2023 18:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Menko Polhukam Mahfud memberikan tanggapan terkait kebenaran di balik tabir pelanggaran HAM berat yang dilakukan PKI.
ADVERTISEMENT
Mahfud mengatakan, Presiden Jokowi menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat, salah satunya adalah peristiwa tahun 1965-1966. Namun, Jokowi tidak pernah meminta maaf kepada PKI.
Mahfud MD menjelaskan, pemerintah sudah berusaha mengungkap kebenaran peristiwa yang melibatkan PKI. Namun hasilnya selalu berbeda.
"Soal pengungkapan kebenaran sejarah, itu sudah dibicarakan. Kita sudah berkali-kali menulis sejarah tentang PKI beda-beda. Cornell lain, sejarah pusat ANRI lain, Kemdikbud lain, terakhir sesudah reformasi kita minta Taufik Abdullah nulis juga lain," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jumat (23/6).
Eks Ketua MK ini menjelaskan, masalah kebenaran sejarah PKI, pada prinsipnya pemerintah melalui Kemendikbud akan memberikan bantuan pendanaan bagi siapa pun yang ingin menulis sejarah.
"Soal kebenaran sejarahnya itu ilmu, Kemdikbud akan memberikan dan menyediakan biaya penelitian bagi siapa saja yang menulis sejarah," jelas Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Tapi tidak mungkin itu menjadi satu-satunya kebenaran karena setiap penulis sejarah itu memiliki orientasinya sendiri dan harus dihargai," kata Mahfud.
"Jadi kita menyediakan dana untuk siapa yang mau menulis sejarah, silakan, tapi jadi akademik, bukan hasilnya itu lalu jadi dasar kebijakan, tak akan pernah ketemu, sejarah itu akan beda-beda," kata Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan tidak mudah untuk mengungkap sejarah. Perbedaan terjadi karena tiap penulis mempunyai pandangan berbeda-beda.
"Kamu juga kalau nulis pasti beda karena kamu generasi pendatang yang dulu tidak tahu, hanya membaca dari berbagai literatur, sementara literatur jumlahnya 500, yang kamu baca 200 sisanya nggak dibaca," kata Mahfud.
"Jadi itulah sejarah, liar, kayak sejarah Ken Arok, Minak Jinggo, berbagai macam, setiap penulis sejarah beda-beda juga," tutup dia.
ADVERTISEMENT