Mahfud Singgung Konflik Polri-Kejaksaan: Djoko Tjandra hingga Nurhayati

5 Juni 2024 11:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahfud MD semasa menjadi Menko Polhukam. Foto: Kemenko Polhukam RI
zoom-in-whitePerbesar
Mahfud MD semasa menjadi Menko Polhukam. Foto: Kemenko Polhukam RI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peristiwa penguntitan anggota Densus 88 Polri terhadap Jampidsus Kejagung jadi perhatian banyak pihak. Salah satunya dari eks Menko Polhukam Mahfud MD. Bahkan, menurut dia, konflik Polri dan Kejagung bukan pertama kali terjadi.
ADVERTISEMENT
Mahfud menceritakan kisah ekstradisi Djoko Tjandra, bos Grup Mulia yang menjadi buronan kasus skandal Bank Bali, dari Singapura. Buronan yang dikenal licin itu diekstradisi ke Indonesia pada 30 Juli 2020.
"Pada saat misalnya pemulangan Djoko Tjandra. Kan akan dieksekusi, eksekusi itu kan harus diserahkan oleh Polri yang menjemput dari Malaysia ke Jakarta, itu harus diserahkan ke Kejagung untuk eksekusi, paling lama 24 jam," kata Mahfud dikutip dari akun YouTube Mahfud MD Official, Rabu (5/6).
Mahfud MD bicara di acara podcastnya "Terus Terang". Foto: YouTube/@MahfudMD
Mahfud mengatakan, saat itu, Djoko Tjandra tiba di Indonesia pada pukul 23.00 WIB. Tapi, sampai pukul 19.00 WIB keesokan harinya, Djoko Tjandra tak kunjung diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk dieksekusi.
"Saya menyelesaikan lewat telepon, terpaksa, bicara dengan Idham Aziz [Kapolri saat itu], Kejagung juga kontak saya, 'gimana ini Pak belum diserahkan?'. Sehingga akhirnya apa, diserahkan hampir habis deadline-nya," ungkap Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak tahu kenapa, Kejagung kan merasa dia bukan yang menangkap tapi dia wajib begitu tertangkap wajib memasukkan Djoko Tjandra itu untuk eksekusi. Sampai malam itu baru diserahkan dengan berbagai kesepakatan teknis," tambah dia.
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) dibawa petugas Kepolisian. Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Eks Cawapres itu mengatakan, Djoko Tjandra bisa lepas lagi ketika melewati batas 24 jam setelah penangkapan bila tidak segera diserahkan ke Kejaksaan. Mahfud memastikan itu tidak terjadi dengan terus berkomunikasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung meski dirinya tengah berada di Malang, Jatim.

Kasus Nurhayati, Wistleblower yang Jadi Tersangka

Selain itu, ada juga kasus Nurhayati di Cirebon, Jabar. Nurhayati adalah bendahara desa yang melaporkan kasus korupsi APBDes kepala desanya ke polisi. Setelah dua tahun kasus bergulir, Nurhayati lalu jadi tersangka pada 2021 karena dianggap turut serta melakukan korupsi.
ADVERTISEMENT
Nurhayati ditersangkakan polisi setelah mendapat saran dari Kejaksaan. Status tersangka Nurhayati ini memicu kebebohan di Indonesia.
"Lalu apa yang terjadi? Saya berteriak waktu itu, itu enggak bener dong, enggak ada mens rea (niat jahat)-nya, lepaskan dong. Kejaksaan bilang, 'enggak bisa karena kami sudah dapat dari polisi dan sudah memenuhi syarat'. Saya bilang ke polisi lepaskan dong, 'enggak bisa wong yang minta jaksa'. Sampai ribut seluruh Indonesia," tutur dia.
Mahfud yang saat itu masih menjabat sebagai Menko Polhukam kembali berkomunikasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung membahas kasus ini.
"Saya akhirnya teleponan dari subuh sampai jam 4 sore itu baru lepas itu. Itu bukan korupsi yang besar Nurhayati itu. Maksud saya memang ada masalah," ucap dia.
ADVERTISEMENT