news-card-video
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Mahkamah Agung Masih Kekurangan 2.000 Hakim

13 Maret 2025 11:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi meja pengadilan. Foto:  ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA), Bambang Myanto mengungkapkan masih terdapat kekurangan Hakim di Indonesia. Hal itu diungkapkannya saat hadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, saat ini jumlah hakim adalah sebanyak 4.610 Hakim yang tersebar dalam 416 pengadilan yang terdiri dari 34 Pengadilan tinggi dan 382 pengadilan tingkat pertama. Namun, jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah perkara yang didaftarkan.
“Perbandingan dengan rata-rata jumlah perkara sebagaimana tersebut di atas maka jumlah rata-rata pada pengadilan tingkat pertama adalah 316.341 perkara dan tingkat banding adalah 19.072 perkara,” kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/3).
Suasana rapat kerja Komisi III DPR bersama Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Bambang menuturkan, jumlah kekurangan Hakim mulai Pengadilan Tinggi hingga Pengadilan Negeri Kelas II. Menurutnya kekurangan Hakim jumlahnya mencapai ribuan.
“Sehingga kekurangannya adalah masih sekitar 2.000-an hakim untuk saat ini,” ujarnya.
Bambang menyebut, terjadi kekurangan hakim itu terjadi karena proses rekrutmen yang tidak dipegang langsung oleh MA.
ADVERTISEMENT
“Proses rekrutmen hakim ini tidak terjadwal karena tidak ada pada kami. Sehingga kadang 5 tahun kadang 7 tahun penerimaan hakim berakibat ada kekosongan pangkat,” jelasnya.
“Di samping itu untuk penempatan hakim pertama ini juga kita mempertimbangkan gender di mana Hakim-Hakim putri tidak kita tempatkan di daerah yang sulit, jauh dan terpencil dan juga rawan konflik,” tutup dia.