MAKI: Ibu Lili Pintauli Mundurlah, Jaga Marwah dan Nama Baik KPK

29 Juni 2022 18:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendesak Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, agar mundur dari pimpinan KPK demi menyelamatkan marwah lembaga antirasuah.
ADVERTISEMENT
Desakan mundur ini menyusul naiknya laporan dugaan penerimaan tiket dan fasilitas nonton MotoGP Mandalika oleh Lili ke persidangan etik. Ini untuk kedua kalinya Lili Pintauli menjalani sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
“Mundurnya LPS [Lili Pintauli Siregar] akan menjaga marwah dan nama baik KPK karena masyarakat tidak perlu tahu apa kesalahan LPS sehingga tidak akan berpengaruh negatif terhadap KPK,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/6).
“Bu LPS, saya minta tolong jagalah KPK dan jagalah pemberantasan korupsi agar tetap didukung rakyat dengan cara hanya satu yaitu mundur,” imbuhnya.
Boyamin membandingkan dengan situasi di Amerika. Kata dia, ketika terdakwa mengaku bersalah, maka hakim tidak perlu panggil juri dan tidak perlu menjalani sidang yang panjang. Hakim langsung memberi putusan yang biasanya lebih ringan karena hemat waktu, tenaga, dan biaya.
ADVERTISEMENT
“Nah, jika LPS bersedia mundur maka tidak perlu ada sanksi berat misal pemecatan. Sehingga LPS masih berhak uang pensiun dan tunjangan lain-lain,” pinta Boyamin.
Kalau dipecat, kata Boyamin, apalagi tidak dengan hormat, maka berpotensi hangus uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lainnya.
“Sekali lagi mohon LPS mundur demi NKRI harga kebaikan pemberantasan korupsi tetap menyala di hati rakyat,” ucapnya.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. Foto: Marcia Audita/kumparan

Bila Terbukti, Lili Pintauli Harus Mundur

Lili Pintauli akan segera menjalani sidang pelanggaran kode etik setelah bukti permulaannya dinilai cukup. Kali ini ia akan disidang terkait dugaan penerimaan tiket dan sejumlah fasilitas saat nonton balapan MotoGP di Mandalika.
ICW meminta Dewas KPK untuk memberi sanksi berat berupa rekomendasi pemecatan bila Lili terbukti bersalah. Hal tersebut sesuai yang diatur dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b PerDewas KPK No 3/2020.
ADVERTISEMENT
“Jika Saudari Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik, maka ICW meminta kepada Dewan Pengawas agar tidak ragu menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan pengunduran diri sebagai Pimpinan KPK,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/6).
Kurnia menjelaskan bahwa ada sejumlah argumentasi untuk menguatkan permintaan pengunduran diri Lili Pintauli.
Pertama, perbuatan yang diduga dilakukan oleh wakil ketua KPK itu tidak sekadar melanggar etik, melainkan termasuk ranah pidana, yakni gratifikasi.
Kedua, ini merupakan bentuk pengulangan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili Pintauli.
“Oleh karena itu, atas argumentasi tersebut, sudah sewajarnya Dewan Pengawas berani untuk meminta saudari Lili segera hengkang dari KPK,” terang Kurnia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Namun sebelum itu, ICW mendesak agar komposisi majelis sidang etik Lili Pintauli Siregar bebas dari konflik kepentingan. Sebab, ICW menyebut salah satu anggota Dewas KPK ada yang pernah menjadi panitia seleksi pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
“Jika kemudian ia ditunjuk menjadi majelis, bukan tidak mungkin sikap yang bersangkutan akan subjektif guna mempertahankan pilihannya terdahulu,” kata dia.
Dalam aturan tata laksana sidang etik, komposisi majelis hakim etik terdiri dari minimal tiga anggota Dewas atau maksimal lima anggota Dewas.
Senada dengan ICW, MAKI juga menyebut bahwa sanksi tertinggi harus dijatuhkan kepada Lili Pintauli bila terbukti menerima fasilitas nonton balapan MotoGP Maret lalu.
“Sanksi tertinggi adalah pemecatan dengan bahasa Dewas meminta terlapor untuk mundur,” tegas Boyamin.
Lebih lanjut, Kurnia menilai jika persidangan kode etik memutuskan Lili Pintauli bersalah, maka lengkap sudah bukti konkret kehancuran KPK pada rezim Firli Bahuri.
“Bagaimana tidak, selain kinerja lembaga yang terbilang buruk selama tiga tahun terakhir, ternyata juga diikuti dengan rendahnya integritas para pimpinannya,” ungkap Kurnia.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar jalani sidang etik. Foto: KPK
Ia menyebut, jika ditambah dengan dugaan kelakuan Lili Pintauli, maka selama tiga tahun terakhir Pimpinan KPK periode 2019-2023 telah empat kali terbukti melanggar kode etik. Masing-masing dilakukan oleh Firli dan Lili Pintauli.
ADVERTISEMENT
Selain akan segera disidang soal dugaan penerimaan tiket MotoGP dari perusahaan pelat merah, Lili Pintauli juga pernah duduk di kursi hijau Dewas KPK.
Saat itu ia terbukti menjalin komunikasi dengan pihak berperkara di KPK. Lili diduga berkomunikasi membahas perkara dengan Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang sedang terlibat kasus suap jual beli jabatan. Selain itu, ia juga diduga meminta Syahrial membantu adik iparnya terkait remunerasi.
Lili dijatuhi sanksi berat atas perbuatannya. Namun hukumannya hanya pemotongan gaji pokok 40 persen selama setahun. Padahal perbuatannya termasuk tindak pidana sebagaimana UU KPK.
Lalu, Lili juga terbukti berbohong saat konferensi pers 30 April 2021. Konferensi pers tersebut terkait dengan Lili menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan M Syahrial selaku Bupati Tanjungbalai, tetapi belakangan komunikasi itu terbukti.
ADVERTISEMENT
Dewas KPK menyatakan Lili terbukti berbohong. Namun Dewas tidak menjatuhkan sanksi kepada Lili.
Terkait dugaan penerimaan akomodasi nonton MotoGP ini, Lili Pintauli belum berkomentar.