MAKI Laporkan Alexander Marwata ke Dewas Buntut Pengumuman Kabasarnas Tersangka

2 Agustus 2023 16:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukan mobil mewah hasil selundupan melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukan mobil mewah hasil selundupan melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Wakil Ketua Alexander Marwata ke Dewan Pengawas (Dewas). Alex diduga melakukan pelanggaran etik karena telah mengumumkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka tanpa sprindik.
ADVERTISEMENT
Alex diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK nomor 01 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Khususnya: 1. Bekerja sesuai prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP). 2. Dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat memengaruhi, menghambat atau mengganggu proses penanganan perkara oleh Komisi," kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/8).
Boyamin menegaskan, laporan tersebut didasarkan pada pada OTT yang dilakukan KPK yang melibatkan Kabasarnas. Yang kemudian oleh Alex diumumkan sebagai tersangka.
Sementara belakangan, KPK tidak pernah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai dasar penetapan status tersangka.
"Hal ini menimbulkan konsekuensi hukum penetapan tersangka oleh KPK sebagaimana dinyatakan oleh Terlapor (Alex Marwata) terhadap Henri Alfiandi (Kepala Basarnas) adalah tidak sah karena tidak didasari adanya Sprindik," kata Boyamin.
ADVERTISEMENT
Kata MAKI, seharusnya pimpinan KPK melakukan koordinasi dengan Puspom TNI untuk membentuk tim penyidik koneksitas sebelum menetapkan dan mengumumkan tersangka Henri Alfiandi.
"Dengan belum terbentuknya Tim Penyidik Koneksitas namun Alex Marwata melakukan pengumuman penetapan tersangka adalah diduga melanggar wewenang selaku pimpinan KPK," tambah Boyamin.
Hal tersebut di atas kemudian menjadi dasar MAKI melaporkan Alex ke Dewas.
"Pelaporan dugaan pelanggaran etik ini dilakukan agar terang peristiwa OTT dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya apakah telah melanggar prosedur atau sebaliknya. Dewas KPK perlu melakukan audit kinerja kegiatan OTT aquo melalui sarana persidangan etik yang didahului pemeriksaan pendahuluan sebagaimana hukum acara yang berlaku di Dewas KPK," imbuh Boyamin.
Lewat laporan ini juga MAKI ingin memastikan dan mengawal terduga pelaku penerima suap, Henri Alfiandi, dilakukan proses hukum yang benar dan akan mendapat putusan yang adil. Boyamin menambahkan, MAKI tidak ingin terduga pelaku penerima suap akan dapat putusan bebas hanya gara-gara kesalahan prosedur.
ADVERTISEMENT
"MAKI meyakini terduga pelaku penerima suap Henri Alfiandi akan diproses hukum di Pengadilan militer dan akan mendapat hukuman yang berat oleh hakim militer dikarenakan oknum tersebut dianggap mencoreng nama baik TNI," pungkas Boyamin.
Kasus dugaan suap di Basarnas memang sempat menuai sorotan dan protes dari TNI. PUSPOM TNI menganggap penetapan tersangka Hanri Alfiandi oleh KPK telah melanggar kewenangan.
Kini persoalan ini dianggap selesai. Meski sempat diprotes, Henri kini sudah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh PUSPOM TNI.
Dalam kasusnya, Henri dijerat bersama Afri Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kepala Basarnas. Keduanya diduga menerima suap dari pihak swasta Rp 999,7 juta dan Rp 4,1 miliar.
Uang itu diterima sebagai fee 10 persen dari proyek yang mereka dapat dengan cara mengakali lelang.
ADVERTISEMENT
Adapun pemberi suapnya, adalah Mulsunadi Gunawan, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati; Marilya, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati; dan Roni Aidil, Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama.
Suap tersebut diistilahkan dengan sebutan 'dana komando'. Selain suap dari Gunawan dan Roni, Henri juga diduga menerima suap dari sejumlah vendor hingga Rp 88,3 miliar dalam kurun waktu 2021-2023.
Kasus Basarnas bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (25/7).