MAKI Nilai Remisi Koruptor Bikin Orang Tak Takut Hukum

7 September 2022 18:50 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, kecewa, melihat fenomena sejumlah koruptor yang dengan mudah mendapat remisi hingga Pembebasan Bersyarat. Hal tersebut dinilai bisa membuat orang tak lagi takut terhadap hukum.
ADVERTISEMENT
Pada Selasa kemarin, setidaknya ada 23 koruptor yang bebas karena mendapatkan Pembebasan Bersyarat. Beberapa di antaranya mendapat Pembebasan Bersyarat lebih cepat karena memperoleh remisi.
"MAKI mengatakan kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat untuk napi koruptor," kata Boyamin kepada wartawan, Rabu (7/9).
Boyamin berpandangan bahwa mudahnya pemberian remisi kepada koruptor membuat pesan kepada masyarakat bahwa hukuman korupsi itu tidak menakutkan lagi. Para koruptor mendapat keringanan-keringanan bahkan bebas bersyarat.
"Ini pesan efek jera tidak menjadi nyampe kepada masyarakat dan kemudian menganggap sesuatu yang mudah atau biasa aja untuk korupsi. Orang tidak takut lagi," ungkap Boyamin.
"Ini sangat disesalkan," tambahnya.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. Foto: Marcia Audita/kumparan
Lebih lanjut, Boyamin mengatakan biang masalah dari pemberian remisi napi koruptor tersebut adalah persetujuan DPR terhadap UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Di sana disebut bahwa semua narapidana berhak mendapat remisi dan pengurangan, termasuk koruptor.
ADVERTISEMENT
"Memang kehendak DPR untuk membuat aturan remisi bebas bersyarat berlaku semua termasuk korupsi. Ya, sudah, karena ini namanya DPR sekarang itu, ya, menurut saya, bahasa saya, persepsi terhadap korupsi tidak menjadi penting lagi," ungkap Boyamin.
"Sehingga kemudian membolehkan semua fasilitas pengurangan dan lain sebagainya menjadi milik semua kasus pidana termasuk korupsi," kata Boyamin menegaskan.
Bivitri Susanti. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sementara, Ahli Hukum Bivitri Susanti menilai remisi dan pembebasan bersyarat ini memang tak memberikan efek jera bagi koruptor. Dia melihat hal tersebut merupakan masalah sistemik, karena diperbolehkan melalui undang-undang.
"Secara sistem, selama narapidana menjalani masa tahanan 2/3, maka berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Kan ini pembebasan bersyarat, bukan pembebasan," kata dia, terpisah.
"Jadi ini memang masalah sistemik. Artinya, kalau semua pemerintah dan penegak hukum bersepakat mau memberantas korupsi, harusnya ada kesepakatan tentang politik penghukuman koruptor yang memberikan efek jera: Kejaksaan tidak akan menuntut ringan, pengadilan tidak memutus ringan, dan pemerintah dalam hal ini DItjen PAS tidak mudah memberikan remisi. Dulu komitmen ini ada walau banyak dilawan juga, tapi sekarang sudah hilang sama sekali dan pembebasan bersyarat 10 koruptor ini menjadi buktinya," pungkas dia.
ADVERTISEMENT
Pada Selasa (6/9), sejumlah koruptor bebas dari lapas secara serentak dari Lapas Sukamiskin dan Lapas Kelas II Tangerang. Mereka dinyatakan bebas bersyarat. Mulai dari mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Ratu Atut Chosiyah, Suryadharma Ali, Zumi Zola dan beberapa napi koruptor lain.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti, menyebut ada 23 napi korupsi yang bebas bersyarat pada 6 September 2022 dari dua lapas berbeda.
Menurut Rika, pemberian hak bersyarat itu sudah sesuai dengan ketentuan. Yakni merujuk Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Sejumlah napi korupsi tercatat mendapat remisi atau pengurangan hukuman. Dengan pengurangan itu, mereka bisa mendapat hak Pembebasan Bersyarat lebih awal lantaran sudah menjalani 2/3 masa penahanan.
ADVERTISEMENT
"Semua narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif seperti yang disebutkan di atas, dapat diberikan hak Bersyarat seperti Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Bersyarat (CB) dan Cuti Menjelang Bebas (CMB). Hak ini diberikan tanpa terkecuali dan non diskriminatif kepada semua narapidana yang telah memenuhi persyaratan, seperti yang tercantum pada pasal 20 Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan," papar Rika.