Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, menjatuhkan vonis hukuman 3,5 tahun penjara kepada mantan bos ACT , Ahyudin. Ia dinilai terbukti melakukan penyelewengan donasi dari PT Boeing untuk korban pesawat jatuh Lion Air JT610 sebesar Rp 117 miliar
ADVERTISEMENT
Ahyudin dijatuhi hukuman pidana kurungan selama 3 tahun 6 bulan karena secara sadar melakukan penggelapan dana donasi saat tengah menjabat sebagai bos lembaga filantropi ACT sesuai dengan dakwaan melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ahyudin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan perbuatan penggelapan dalam jabatan,” kata Majelis Hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/1).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 3 tahun 6 bulan penjara," lanjut Hakim.
Vonis yang diberikan oleh Hakim lebih rendah 6 bulan dari yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa menuntut Ahyudin dipenjara selama 4 tahun.
Hakim menilai perbuatan AHyudin telah meresahkan masyarakat luas khususnya penerima manfaat dan ahli waris korban pesawat Boeing karena tidak bisa menerima besaran donasi sebagaimana yang sudah diberikan di awal.
ADVERTISEMENT
Namun di satu sisi, Ahyudin mendapatkan keringanan hukuman karena mengakui perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga.
Perbuatan penggelapan dana tersebut dilakukan Ahyudin dkk melalui Yayasan ACT. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa sebelumnya, disebutkan bahwa ACT didirikan pada 2005 oleh Ahyudin dkk.
ACT merupakan yayasan sosial kemanusiaan yang bergerak membantu korban bencana alam, korban konflik sosial, fakir miskin baik di perkotaan dan perdesaan, kaum lansia dan disabilitas, membantu guru honorer dan kegiatan sosial lainnya.
Pada 2021, Ahyudin membentuk Global Islamic Philanthrophy (GIP) yang kemudian menaungi sejumlah yayasan, termasuk ACT.
Pada 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air JT-610 jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Akibatnya 189 orang penumpang dan kru meninggal dunia. Atas kejadian itu, The Boeing Company menyediakan USD 25 juta sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial kepada ahli waris korban kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropi kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan, di mana dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, akan tetapi diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
Boeing mendelegasikan kewenangan BCIF kepada Mr. Feinberg dan Ms. Biros untuk menentukan program individual, proyek atau badan amal yang akan didanai dengan uang yang diberikan Boeing dan untuk mengawasi penggunaan dana tersebut agar digunakan dengan benar.
Boeing telah menentukan sejumlah persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh para penerima dana, termasuk kondisi di mana uang tidak dapat digunakan untuk kepentingan pribadi setiap individu.
ADVERTISEMENT
Administrator bekerja bersama-sama dengan para keluarga untuk memilih program-program individual, proyek atau kegiatan amal yang akan didanai merujuk pada lampiran Protokol BCIF tertanggal 20 April 2020.
Sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris mendapatkan santunan dari Boeing masing-masing sebesar USD 144.320 atau senilai Rp 2 miliar (kurs Rp 14.000) di mana santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri.
Belakangan, ACT secara aktif menghubungi keluarga korban. Lalu menyatakan bahwa ACT ditunjuk oleh Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana BCIF.
ACT meminta keluarga korban merekomendasikan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada pihak Perusahaan Boeing. Keluarga korban diminta pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan.
ADVERTISEMENT
Dokumen tersebut kemudian harus dikirim ke Boeing agar dana BCIF dapat dicairkan oleh ACT. Pada akhirnya, dokumen dikirimkan, berisi penjelasan bahwa dana BCIF yang diminta untuk dikelola ACT sebesar USD 144.500.
ACT pun menghubungi keluarga korban untuk merekomendasikan penggunaan dana BCIF untuk pembangunan fasilitas sosial. Sebanyak 68 ahli waris korban merekomendasikan kepada ACT pembangunan sarana pendidikan.
Atas proposal ACT, Boeing menyetujuinya pada 25 Januari 2021. Boeing kemudian mendapat dana Rp 138.546.388.500. Dana kemudian dipecah dalam 4 rekening milik ACT.
Namun realisasi pembangunan fasilitas sosial itu tidak sebesar dana yang diterima. Berdasarkan Laporan Akuntan Independen pada 8 Agustus 2022, ditemukan bahwa dana yang digunakan untuk realisasi hanya Rp 20.563.857.503. Dari total Rp 138.546.388.500 dana dari Boeing.
ADVERTISEMENT