Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mantan Bupati Klaten Divonis 11 Tahun Penjara
20 September 2017 22:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini dihukum 11 tahun penjara dalam kasus jual beli jabatan serta potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di kabupaten tersebut. Putusan ini dibacakan Hakim Ketua Antonius Widjantono di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/9).
ADVERTISEMENT
Selain penjara, Sri Hartini juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 900 juta dan jika tidak dipenuhi diganti dengan kurungan 10 bulan.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Antonius dilansir Antara.
Pada dakwaan pertama, Sri Hartini dinyatakan terbukti menerima suap dalam pengisian Satuan Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Kabupaten Klaten dengan total Rp 2,9 miliar.
Kemudian pada dakwaan kedua, Sri Hartini dinilai menerima pemberian berupa uang atau gratifikasi. Pemberian itu berkaitan dengan pencairan dana bantuan keuangan desa, titipan dalam penerimaan calon pegawai di BUMD, mutasi kepala sekolah, serta 'fee' proyek di Dinas Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Total gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan bupati yang belum genap setahun menjabat saat ditangkap KPK itu mencapai Rp 9,8 miliar.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 12 tahun penjara. Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
Sementara itu, penasihat hukum Sri, Deddy Suwadi mengaku vonis terhadap terdakwa cukup berat. "Hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta terjadi selama persidangan," kata Deddy.
Menurut dia, tindak suap tersebut terjadi karena kebiasaan yang terjadi di lingkungan pemerintahan itu. Ia menilai kliennya berada dalam posisi pasif.
"Terdakwa dalam posisi pasif. Uang syukuran yang diberikan berkaitan dengan kebiasaan yang terjadi selama ini," katanya.