Mantan Dirut JJC Disebut Pernah Tolak Klaim Rp 1,4 T di Proyek Tol MBZ

17 Mei 2024 21:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka eks Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatam, Rabu (13/9/2023). Foto: Kejagung
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka eks Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatam, Rabu (13/9/2023). Foto: Kejagung
ADVERTISEMENT
Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya periode 2019-2021 dan Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya periode Maret-Desember 2021, Sugiharto, mengungkapkan eks Dirut PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (PT JJC), Djoko Dwijono, pernah menolak klaim Rp 1,4 triliun dari kerja sama operasi (KSO) Waskita-ACSET.
ADVERTISEMENT
KSO Waskita-Acset ini adalah kontraktor proyek pembangunan jalan layang Jakarta-Cikampek II Elevated atau Tol MBZ.
Hal ini disampaikan saat Sugiharto dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi pembangunan Tol MBZ di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (14/5). Dalam sidang ini, jaksa awalnya mencecar anggota Komite Management KSO Waskita-ACSET, Dino Ario, yang dihadirkan sebagai saksi terkait tagihan Waskita ke PT JJC.
"Bapak di BAP menjelaskan tentang tagihan dari Waskita ke JJC, Pak, ya?" tanya jaksa di persidangan, dikutip Jumat (17/5).
"Klaim," jawab Dino.
"Klaim. Klaim itu tadi pekerjaan-pekerjaan yang pada akhirnya sejumlah Rp 1,4 triliun itu pada awal, pada saat dilaksanakan itu ada dasarnya, enggak? Ada kontraknya enggak maksud saya?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
"Oh ya tidak ada, Pak," ucap Dino.
Jaksa lalu mencecar Dino soal alasan klaim tagihan itu, dan apakah JJC setuju dengan klaim Rp 1,4 triliun tersebut. Dino menjawab, hal itu berada di ranah yang diurus Sugiharto. Jaksa lalu bertanya kepada Sugiharto.
"Tahu, Pak Sugi [Sugiharto]? Artinya klaim penyelenggaraan tadi yang Rp 1,4 triliun itu pada akhirnya dibayarkan atau disetujui?" tanya jaksa.
"Tidak disetujui. Tidak, Pak," jawab Sugiharto.
Ilustrasi Tol Jakarta-Cikampek. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Jaksa lalu menanyakan, apakah mereka pernah melakukan mediasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jaksa juga mengonfirmasi kesimpulan yang didapatkan dari hasil mediasi tersebut.
"Kesimpulannya dari mediasi itu apa, Pak? Ini, kan, ada klaim dari Waskita-Acset, gitu, ya, ada pekerjaan yang menurut Waskita harus dibayar Rp 1,4 triliun. Ternyata JJC menilai tidak bisa dibayar. Apa kesimpulan mediasi dari BPKP, Pak?" cecar jaksa.
ADVERTISEMENT
"Iya, terakhir-terakhirnya karena saya menjabat di terakhir itu, Pak, terakhir-terakhirnya tidak ada saling klaim, Pak," jawab Sugiharto.
"Jadi dianggap tidak ada tagihan itu?" tanya jaksa.
"Iya, Pak, terakhirnya gitu, Pak," timpal Sugiharto.
Dalam keterangannya, Dino juga menyebut bahwa proyek jalan tol Syekh Mohammed bin Zayed (MBZ) itu dibangun melalui skema Kerja sama Operasi atau KSO antara Waskita Karya dan ACSET. Dalam KSO tersebut, Waskita memiliki porsi saham 51 persen, sementara sisanya dimiliki ACSET.
"Benar Waskita-ACSET itu dapat, menang lah, sebagai pemenang lelang pekerjaan Japek?" tanya hakim Fahzal Hendri.
"Betul," jawab Dino.
"Berapa nilai pekerjaannya?" tanya hakim.
"Jadi, KSO Waskita-ACSET mendapat nilai kontrak kalau enggak salah Rp 12,3 triliun," imbuh Dino.
ADVERTISEMENT
"Terus?" tanya hakim.
"Jadi, porsinya Waskita 51 persen, posisi ACSET 49 persen," timpal Dino.
Dalam kesaksian pada persidangan, Sugiharto juga mengungkapkan adanya proyek fiktif. Ia pernah diminta menyiapkan uang sejumlah Rp 10,5 miliar untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Uang itu untuk mengamankan temuan BPK terkait proyek pembangunan tol MBZ.
Sugiharto mengaku, dirinya diperintahkan oleh Bambang Rianto sebagai Direktur Operasional untuk menyiapkan uang Rp 10,5 miliar itu melalui pengerjaan proyek fiktif.
"Bisa Saudara jelaskan siapa yang memiliki inisiatif untuk pembuatan proyek dan uangnya itu untuk apa?" tanya jaksa.
"Saya pada saat itu diinstruksikan oleh Direktur Operasional saya, Pak Bambang Rianto," jawab Sugiharto.
"Oke. Gimana instruksinya?" tanya jaksa.
"Tolong disediain dana untuk di Japek ini ada keperluan untuk BPK Rp 10 M-an lah, Pak," timpal Sugiharto.
ADVERTISEMENT
"Buat apa?" cecar jaksa.
"BPK. Nah, itu. Jadi, saya dipanggil, saya kumpulin teman-teman saya, VP saya pada saat itu, Pak Rozak [Faturrozak]. Kan setelah menjabat sebagai Kapro (kepala proyek), dia sebagai engineer dan VP, wakil saya di 2021. Saya panggil juga pengendali saya, namanya Pak Reza. Menyampaikan di situ bahwa ada keperluan ini, untuk keperluan BPK," jelas Sugiharto.
"Akhirnya dibuatkanlah dokumen seolah-olah ada pekerjaan senilai Rp 10,5 miliar itu?" tanya jaksa mengkonfirmasi.
"Iya, betul, Pak," kata Sugiharto.
Adapun Sugiharto dan Dino bersaksi dalam kasus korupsi pembangunan Jalan Tol MBZ Japek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat dengan terdakwa Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Tbk. (BUKK) Sofia Balfas, serta tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting Toni Budianto Sihite.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp510 miliar dalam kasus korupsi tersebut.
Korupsi dilakukan bersama-sama dengan Sofiah Balfas, Djoko Dwijono, Tony Budianto Sihite, dan Yudhi Mahyudin.
Keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.