Mantan 'Penguasa' Senen: Saya Ditembak dan Tiga Kali Dibui

31 Januari 2019 11:55 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi preman. (Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi preman. (Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
ADVERTISEMENT
Laki-laki tua itu berjalan sambil dipapah oleh beberapa orang menuju Terminal Senen. Dia kemudian duduk di sebuah kursi, lalu mengobrol santai bersama dengan kawan-kawannya.
ADVERTISEMENT
Umurnya sekitar 73 tahun, tetapi ingatannya masih tajam saat menceritakan kisah hidupnya sebagai ‘penguasa’ lahan di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Sebut saja namanya Erick, dia memang tidak ingin nama aslinya diungkap.
Mantan preman di Terminal Senen. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan preman di Terminal Senen. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Erick merupakan salah satu ‘penguasa’ lahan Senen yang sudah pensiun. Sepak terjangnya sebagai ‘penguasa’ terminal membuat dia tiga kali masuk bui. Selain merasakan dinginnya lantai penjara, ia juga pernah merasakan timah panas bersarang di kaki kiri bagian bawah lututnya saat ketahuan melancarkan aksinya.
Kakek bercucu empat itu memulai catatan kriminalnya saat menginjak usia kepala dua. Kala itu, Terminal Senen dipilih sebagai wilayah garapannya. Sebelum beraksi, Erick biasanya mengincar target yang akan menjadi korban.
Setelah pensiun, ia dilabeli sebagai ‘preman senior’. Ini bukan hanya perkara usia, melainkan karena jam terbangnya yang sudah 22 tahun.
ADVERTISEMENT
Lantas apa yang membuat pria asal Sumatera Utara ini undur diri dari dunia jalanan ibu kota? Aksi kejahatan apa saja yang ia lakukan hingga berjuluk penguasa legendaris Senen? Berikut wawancara kumparan dengan pria yang kini dipanggil Opung itu.
Sejak kapan memulai aksi di sini (Terminal Senen)?
Usia 20-an lah
Saat itu kondisinya bagaimana?
Sudah jadi terminal cuma mobil tertentu saja ke sini masuk, hanya mikrolet. Waktu dulu kan lapangan banteng adanya bus-bus besar model Arion, Jakarta Transport, Merantama, Saudaranta, SMS jurusan Kota-Gajah Mada, sama PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta).
Bisa ceritakan awal mulanya bagaimana?
Saya dulu cuma biasa, ngelihat arus, lihat teman-teman gitu. Jadi teman ini berbuat yang tanpa saya ketahui berbuat nakal
ADVERTISEMENT
Nakal? Seperti apa misalnya?
Nodong, jambret, gitu lah. Ya saya dikasih makan, sekali dua kali. Dengan sendirinya saya bosan dikasih makan sekali, dua kali, tiga kali. Akhirnya saya terjerumus. Umpama saya bepergian ke kota, ke Priok, ke Mangga Besar, pergi saya ke Rajawali gitulah saya waktu dulu masih bebas. Melakukan kejahatanlah. Nah ketahuanlah saya di Gunung Sahari 11, ditembaklah, pas saya lagi apa (beraksi-red). Ditembaklah.
Luka tembak di kaki preman di Terminal Senen. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Luka tembak di kaki preman di Terminal Senen. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
Biasanya siapa target yang diincar?
Saya enggak bisa lihat barang orang umpamanya besar atau berduit berlebihan, sasaran saya paling utama mata sipit.
Mengapa harus mereka?
Karena saya pikir mereka gampang-gampang amat cari uang. Sedangkan kita susah-susah.
Seringnya sendirian atau berkelompok kalau sedang beraksi?
ADVERTISEMENT
Kalo saya sendiri, single. Saya pikir-pikir nanti umpama berdua, bertiga, ketangkaplah saya. Sedangkan korban mengakui 3 orang di mana kawanmu? Kita tambah sakit lagi dipukulin. Meding single aja, sekalipun kita dipukulin massa istilahnya babak belur atau biru-biru gitu ya kita akuin aja, jatuh tadi kepeleset. ndak pa-pa kok, gitu.
Terus dulu alasan insafnya kenapa?
Karena kesakitannya di dalam penjara. Saya diputus (divonis) dari (kasus) Priok (tahun) 72, (vonis) 4 tahun.
Total sudah berapa kali keluar masuk penjara?
Ada 3 kali. Pertama kali (tahun) 71.
Setelah itu sudah jarang (beraksi kriminal)?
Iya, mulailah saya jarang. Lama-lama akibatnya, peribahasanya jadi jijiklah akibatnya.
Menurut Opung, Terminal dan Pasar Senen nantinya bakal tetap ada yang “menguasai” tidak?
ADVERTISEMENT
Kalau menurut saya sih enggak ada, biasa aja. Misalnya iya, kita tergantung menyesuaikan diri saja terhadap mereka-mereka sekalipun ada yang demikian.
Setelah tobat, terus sekarang kegiatannya apa?
Ya kembalilah bergaul sama teman-teman. Mau kau enggak kerja gini-gini? Ah janganlah melangar hukum lagi. Enggak. Pokoknya hasil keringatmu sendiri, makan sendiri. Ya saya kerjakanlah. Kira-kira gitu.
---------------------------------------------------------------------------
Simak selengkapnya konten spesial dalam topik Penguasa Lahan Senen.