Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Tak hanya baliho, stiker hingga banner berukuran 60x90 cm yang dipasang di pintu-pintu rumah warga juga diganti dengan gambar Ganjar-Mahfud–tanpa foto Jokowi. Padahal sebulan sebelumnya, Wanto mewajibkan gambar Jokowi dan Ganjar dipasang di rumah aktivis, struktur, simpatisan, sampai relawan organisasi sayap PDIP itu.
“Sebelumnya dipasang karena kami diminta berpikir positif oleh pimpinan partai. Tetapi yang kami pikirkan [Jokowi] ternyata tidak positif [dukungannya] terhadap kita,” kata Wanto yang juga Ketua DPC PDIP Tangerang Selatan, Jumat (3/11).
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa keluarga besar Jokowi telah meninggalkan PDIP yang mengusungnya. Jokowi sendiri menyatakan dirinya netral dalam Pilpres 2024, akan tetapi Kaesang Pangarep (putra bungsu, Ketum PSI) dan Bobby Nasution (menantu, Wali Kota Medan) yang kader PDIP merapatkan dukungan ke Prabowo Subianto.
Skeptisisme dukungan Jokowi terhadap capres usungan PDIP, menurut sumber-sumber kumparan, setidaknya sudah mencuat di Rakernas IV PDIP akhir September lalu. Kala itu, Jokowi mengungkap bisik-bisiknya kepada Ganjar agar fokus ke isu kedaulatan pangan usai dilantik presiden kelak. Sinyal itu sempat dibaca sebagai dukungan Jokowi ke Ganjar.
Meski begitu, sumber-sumber ini menyebut kader PDIP di Rakernas IV sudah berbisik-bisik di belakang panggung jika isyarat dukungan Jokowi ke Ganjar adalah akting belaka. Di antara mereka bahkan bilang Jokowi berbohong atau munafik atas sikapnya, tetapi PDIP disebut menahan suara-suara itu demi menghormati status Jokowi sebagai presiden.
Dalam acara itu, Gibran dan Jokowi hadir sebagai kader PDIP. Usai Rakernas, kode Jokowi dianggap mendukung Ganjar bergema keras meski di luar acara PDIP, semisal di acara-acara relawan, Jokowi kerap bilang kepada audiensnya agar ojo kesusu dalam melabuhkan dukungan capres-cawapres.
“Saya secara pribadi melihat keberpihakan politik tidak bisa hanya sekadar menghadiri forum strategis, tapi perilakunya juga harus digambarkan. Ini kan perilakunya [Jokowi] tidak sama sekali saya lihat [dukung Ganjar], bahkan setahun ke belakang,” kata Wanto.
Jokowi enggan berkomentar soal anggapan dirinya meninggalkan PDIP. Sementara itu Ketua DPP PDIP Puan Maharani meyakini Jokowi bakal mendukung anaknya–sebuah situasi yang mengukuhkan posisi pisah jalan dua entitas politik yang bersama di dua periode pemerintahan belakangan.
Kenapa Jokowi Seberani Itu?
Berbagai lembaga survei menggambarkan tindak laku Jokowi sebagai king maker dalam kontestasi Pilpres 2024 tak lain karena ditopang oleh hasil sigi tingkat kepuasan/approval rating pemerintahan yang tinggi. Makanya, Jokowi punya langkah politik swatantra dari partainya PDIP.
“Dia punya kalkulasi politik tersendiri bahwa dia lebih besar daripada partai, bahwa dia bisa menjadi king maker, makanya dia percaya betul bahwa relawan-relawan ini itu menjadi batu pijak dari berdirinya sebuah partai baru,” ujar Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi.
Dalam survei teranyar, kepuasan respondens terhadap kinerja Presiden Jokowi mencapai 74,3% (Litbang Kompas, Agustus 2023), 81,1% (Indikator Politik, Juli 2023), dan 81,9% (LSI, Juli 2023). Hasil ini menjadi tingkat kepuasan kinerja tertinggi selama Jokowi menjabat presiden 2014 lalu.
Approval rating Jokowi ini juga melampaui angka tertinggi dibanding kepala pemerintahan di 22 negara demokratis dunia yang disurvei Morning Consult’s Political Intelligence. Approval rating tertinggi di daftar itu diperoleh PM India Narendra Modi sebesar 79% dalam data rata-rata bergerak (moving average) 7 harian 25-31 Oktober 2023.
Data Litbang Kompas menggambarkan proporsi kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi-Amin memang sejalan dengan topangan kepuasan terhadap kinerja dalam bidang politik dan keamanan (79,3%), perekonomian (61,5%), penegakan hukum (61,9%), dan kesejahteraan sosial (76,4%).
Dalam survei Indikator Juli 2023, Jokowi memiliki rata-rata approval rating yang lebih tinggi dibanding Susilo Bambang Yudhoyono. Misalnya di kedua periode pemerintahan keduanya, rata-rata approval rating SBY 63,8% dan 60,3%, sementara Jokowi 65,5% dan 68,6 persen.
Indikator melihat korelasi antara tingkat kepuasan ini dengan kinerja ekonomi kedua pemerintahan. Di periode pertama dan kedua, SBY mencatatkan inflasi sebesar 8,9% dan 5,3% lebih tinggi daripada era Jokowi sebesar 3,8% dan 3,4%.
“Di era kepemimpinan SBY tingkat inflasi itu sangat besar gejolaknya, sementara era kepemimpinan Jokowi relatif jauh lebih rendah. Ini bisa multiinterpretasi, bisa jadi di atas kertas Pak Jokowi lebih baik kinerjanya, bisa jadi tergantung persoalan yang dihadapi ketika itu,” kata Direktur Riset Indikator Moch. Adam Kamil.
Survei Indikator pada Maret 2023 memotret alasan kepuasan masyarakat terhadap Jokowi karena mantan wali kota Surakarta itu kerap memberi bantuan kepada rakyat kecil (39,6%) dan juga membangun infrastruktur seperti jalan atau jembatan (27,6%). Sebagai poin plus, masyarakat puas karena Jokowi orangnya merakyat (9,2%).
Jokowi memang dikenal sebagai politikus yang gemar blusukan menemui masyarakat seperti ke rumah warga atau ke pasar. Bahkan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, namanya moncer karena turut masuk gorong-gorong untuk mengatasi banjir.
Pengamat politik Ari Junaedi melihat tingginya approval rating Jokowi tidak lepas dari faktor politik sinterklas yang menebarkan kedermawanan kepada masyarakat.
“Dia paham bahwa approval rating itu ditunjang oleh charity/amal kebaikan presiden di pasar, misal dia selalu membagi-bagikan amplop. Itu kan dari dana operasional presiden,” jelas Ari.
Wanto Sugito juga berpendapat, approval rating tinggi ini bukan semata-mata hasil dari kinerja Jokowi, tetapi juga ada peran menteri-menterinya, “Itu kerja semua instrumen, baik partai yang berkoalisi, kabinetnya. Jangan dikau klaim [sendiri].”
Menteri Jokowi yang mengurusi bantuan sosial ialah Mensos Tri Rismaharini (PDIP). Sementara infrastruktur seperti jalan dan jembatan salah satunya ditangani Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Basuki berasal dari kalangan profesional, tetapi kedekatannya dengan PDIP tampak dari namanya yang sempat masuk bursa cawapres PDIP.
Indikasi kedekatan Basuki dan PDIP juga tampak dari unggahan Instagram Ganjar yang memposting foto tangis Basuki pada 28 Oktober seraya dibubuhi takarir, “Saling merindu dan akan selalu berjalan bersama.” Basuki sendiri sempat diisukan gabung Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, tetapi ia mengaku belum mendapat mandat itu.
Politikus PDIP bercerita, ketika Gibran diisukan hengkang dari partainya pertengahan Oktober, sempat mengemuka opsi PDIP bakal menarik menteri-menterinya dari kabinet Jokowi. Namun, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akhirnya memutuskan menteri-menteri dari partainya tak akan ditarik.
Keputusan itu ia sampaikan di hadapan pengurus DPP dan pimpinan komisi PDIP di DPR. Deputi 5.0 TPN Ganjar-Mahfud Andi Widjajanto mengonfirmasi bahwa Megawati tak akan menarik menteri PDIP.
“Ibu Mega tetap mengatakan, ‘Dia [Jokowi] presiden saya, jaga sekeras-kerasnya sampai Oktober 2024,’” ujar Andi di program Info A1 kumparan, Kamis (2/11).
Dengan kondisi ada menteri PDIP di pemerintahan Jokowi, menteri-menteri ini diisukan bakal tak lagi kerja ngoyo untuk menyokong pemerintahan Jokowi yang ditengarai sudah pisah jalan. Tetapi hal itu ditampik Ketum Repdem Wanto Sugito, menurutnya menteri masih bekerja profesional.
“PDIP dewasa, negarawan dalam konteks seperti ini tetap memahami job description yang mereka lakukan, karena dampaknya ke rakyat, kita tidak ingin merugikan kepentingan rakyat,” ujar Wanto.
Sementara Ari Junaedi berpandangan di hampir setiap kabinet presiden, setahun jelang pilpres kinerja menteri sudah tak lagi maksimal. Sebab, mereka turut fokus dalam perhelatan kampanye.
“Saya lihat semua menteri juga memanfaatkan betul sisa-sisa jabatan ini dengan berpesta pora politik. Makanya saya mendorong supaya menteri yang terlibat di timses lebih baik mundur atau cuti,” kata Ari.
Approval Rating Dibombardir Isu Dinasti
Meski tingkat kepuasan kinerja Jokowi tinggi, akan tetapi pengamat politik Universitas Sebelas Maret Solo, Agus Riewanto, menilai hasil sigi sifatnya fluktuatif. Menurutnya, approval rating Jokowi dahulu tak bisa diperbandingkan dengan saat kini Gibran, anaknya, turut jadi cawapres.
Agus berpendapat, anggapan nama Jokowi lebih besar dan populer ketimbang partainya PDIP dahulu memanglah benar. Suara Jokowi di Jawa Tengah yang merupakan kandang PDIP 16,7 juta suara (77%), lebih tinggi dari perolehan PDIP 5,77 juta suara (29%).
Meski begitu, konstelasi berubah ketika Gibran menjadi cawapres. Agus mengatakan, kritik viral membombardir Jokowi karena dianggap berpolitik dinasti. Apalagi isu majunya Gibran berkelindan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia capres-cawapres yang diduga terdapat pelanggaran etik.
“Kalau sidang Mahkamah Kehormatan MK memutuskan ada pelanggaran kode etik, itu blunder juga bagi Jokowi, mengurangi legitimasi pencalonan Gibran, dan itu bisa digoreng oleh kelompok tertentu, misal PDIP atau PKS,” terang Agus.
Pasca putusan MK, survei Indikator Politik 16-20 Oktober menyebut mayoritas (47,6%) mengkhawatirkan adanya politik dinasti di Indonesia. Mayoritas juga menganggap Jokowi lebih condong ke Prabowo dan Gibran sebagai capres-cawapres yang didukungnya.
Sebanyak 75,7% responden pun sepakat, Presiden Jokowi harus bersikap netral dalam Pilpres 2024 tidak mendukung capres-cawapres tertentu.
Faktor lain yang bisa menurunkan tingkat kepuasan Jokowi ialah adanya anggapan Jokowi berubah perangai, dari sederhana menjadi orang yang suka kuasa. Bisa juga muncul resistensi dari pemilih di Jateng yang menganggap Jokowi tak mampu balas budi.
“Itu dianggap mengkhianati partai. Orang Jawa itu paling tidak suka dengan cara seperti itu, karena bagi orang Jawa budi itu dibawa mati, tidak bisa dibayar dengan uang atau apa pun,” papar Agus yang menyebut Jokowi sudah dianggap tak njawani—berperangai sesuai budaya Jawa.
Usai Gibran mendaftar ke KPU, muncul spanduk-spanduk di daerah Surakarta–tempat asal Jokowi dan keluarganya–yang bergambar tokoh pewayangan Petruk dengan tulisan “Dadi Wong Jowo Ojo Lali Jowone” (Jadi orang Jawa jangan lupa ke-Jawaan-nya). Dalam budaya Jawa, pepatah ini bermakna jangan lupa dengan asal-usul diri.
“Itu sebenarnya sindiran. [Ada kisah] “Petruk Jadi Raja”, kan artinya orang kecil bisa jadi penguasa. Jadi Jokowi bagi orang Jawa dulu dianggap merepresentasikan orang kecil sama dengan PDIP, tapi begitu jadi elit kok tiba-tiba kehilangan Jawa-nya,” beber Agus.
Hasil survei tingkat kepuasan, menurut Agus, tak bisa dijadikan patokan sepenuhnya. Misalnya di Solo, tingkat kepuasan terhadap kinerja Gibran mencapai 90%. Menurutnya, hal itu belum tentu menunjukkan bahwa responden mendukung sepenuhnya Gibran sebagai cawapres. Apalagi ada faktor ewuh pakewuh (tak enakan) dalam budaya Jawa saat menjawab hasil survei.
“Kepuasan di Jawa itu selalu dilihat di depannya, belum tentu di belakangnya begitu [sesuai jawaban survei]. Kalau ditanya hari itu, pasti bilang iya [puas] karena pakewuh, tapi belum tentu dalam pilihan [cawapres],” ungkap Agus.
Belakangan, serangan kader, pengurus, hingga capres PDIP terhadap Jokowi begitu terang-terangan. Mereka menyatakan, Jokowi pernah meminta jabatan 3 periode melalui menteri-menteri; hingga menyebut Prabowo-Gibran sebagai cerminan neo-Orde Baru.
Teranyar, PDIP dan TPN Ganjar-Mahfud menyoroti isu netralitas aparat jelang Pilpres 2024. Pasca menunjuk Agus Subianto jadi panglima TNI, Jokowi ditengarai tengah memilih klik orang dekatnya dan yang pernah bekerja bersinggungan di Solo untuk mengisi jabatan penting dan pejabat-pejabat kepala daerah strategis.
Andi Widjajanto menyebut bahwa nominasi Agus mesti diasumsikan dalam kerangka politik militer. Menurutnya, asumsi itu masuk sebagai skenario terburuk dalam isu netralitas presiden dan mendung demokrasi. Andi tak menampik kemungkinan, hal itu bisa memunculkan people power.
“Kalau gangguan [demokrasi] semakin riil dan brutal, terlalu telanjang, akhirnya memunculkan kegelisahan. Kalau itu organik [tidak dibuat-buat], bisa memunculkan gerakan sosial dan politik, tentu kami tidak mengharapkan itu,” kata Andi.
Ari Junaedi mengamini jika head to head PDIP dan Jokowi jika terus berlanjut akan berimbas ke masyarakat akar rumput. Menurutnya, letupan-letupan di masyarakat sudah terjadi. Misalnya, usai penurunan baliho PDIP saat kunjungan Jokowi di Gianyar, Bali, ada aksi diam masyarakat tidak menyambut Jokowi.
“Letupan-letupan kecil ini ditambah lagi keprihatinan Maklumat Juanda 2023 [menyebut Reformasi kembali ke titik nol], dan tokoh-tokoh masyarakat seperti Gunawan Muhammad, Butet Kartaredjasa, lalu Gus Mus, sudah mulai menyuarakan ketidakadilan. Saya khawatir jika ketidakadilan terus dilakukan, maka pemilu itu bisa menjadi delegitimasi di mata publik,” tutup Ari.
Sejumlah pengamat menilai, Jokowi berupaya menunjukkan gestur netralitas dengan mengundang para capres ke Istana pada akhir Oktober lalu. Saat kunker di area proyek pembangunan Jalan Tol IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, awal November lalu, Jokowi menegaskan agar pemerintah dan aparat tetap netral di Pilpres 2024.