news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Maqdir di RUU KUHAP: Jadi Tersangka Harus Penuhi Deliknya, Tak Cukup Saksi-Ahli

5 Maret 2025 10:45 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Advokat, Maqdir Ismail. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Advokat, Maqdir Ismail. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Advokat Maqdir Ismail menyampaikan pandangannya tentang RUU KUHAP dalam rapat bersama Komisi III DPR. Salah satu yang disoroti, yakni mudahnya seseorang jadi tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi dan ahli.
ADVERTISEMENT
Maqdir mengatakan, dalam KUHAP yang lama juga dengan adanya surat edaran Mahkamah Agung tahun 2016, seseorang bisa jadi tersangka cukup dengan memenuhi 2 alat bukti. Tapi, pada penerapannya, dua alat bukti yang dijadikan rujuk tak melulu memenuhi delik pasal yang disangkakan terhadap tersangka.
"Keterangan saksi dan ahli itu sudah cukup jadi tersangka, padahal kalau kita lihat secara baik, apakah seseorang jadi tersangka itu harus ada perbuatan yang merupakan delik inti dari pasal yang dipersangkakan. Kalau tidak ada seperti ini, tidak bisa seorang jadi tersangka," kata Maqdir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).
Pengacara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail. Foto: Jonathan Devin/kumparan
Pengacara tersangka KPK, Hasto Kristiyanto, itu mengatakan, hal ini kerap terjadi di kasus korupsi. Penegak hukum baik KPK, Kejaksaan, maupun kepolisian kerap menggunakan keterangan ahli yang dinilai juga tidak berkompeten untuk menerangkan adanya tindak korupsi.
ADVERTISEMENT
"Ada saksi dan ada ahli. Ahli ini bukan ahli keuangan negara, tapi ahli manajemen negara. Hanya ditanya apakah menurut dia kalau transaksi seperti ini merugikan atau tidak, bisa saja bilang, ya kemungkinan rugi bisa terjadi," tutur dia.
Maqdir menyampaikan, beberapa putusan MK jelas menerangkan kerugian negara harus nyata dan pasti. Dalam konteks kasus korupsi, angka kerugian negaranya harus nyata.
"Bukti permulaan dalam menetapkan seseorang jadi tersangka itu bukan hanya dia harus substansial dan juga relevan dengan unsur pasal yang dipersangkakan. Kalau orang korupsi harus ada kerugian negaranya, minimal itu ada bukti permulaannya," ucap dia.