Mardani: Larangan Hidup Bersama Tanpa Nikah Bagian dari Budaya Indonesia

12 Desember 2022 13:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPP PKS, Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP PKS, Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Mardani Ali Sera, meminta pihak internasional menghormati aturan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkap Mardani menanggapi sorotan masyarakat asing termasuk PPB, terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai bertentangan dengan kebebasan dasar manusia dan HAM.
"Selaku Pimpinan BKSAP saya melihat, setiap negara punya nilai dan budaya yang perlu dihormati," kata Mardani, Senin (12/12).
Salah satu yang disoroti masyarakat internasional adalah pasal zina dan kumpul kebo dalam Pasal 411 dan 412. Pasal-pasal tersebut dinilai tak sesuai kebebasan dasar manusia.
Namun Mardani menegaskan, Indonesia mempunyai budaya dan nilai, termasuk kepercayaan agama. Menurutnya, sudah seharusnya hal yang bertentangan dengan nilai dan budaya tersebut diatur dalam hukum.
"Larangan kohabitasi, hidup bersama tanpa nikah, adalah bagian dari budaya Indonesia. Maka dari itu, Indonesia punya kewenangan menegakkan kedaulatan hukumnya," tegas politikus PKS tersebut.
ADVERTISEMENT
Kedua pasal KUHP terkait zina dan kumpul kebo tersebut menjadi polemik. Sejumlah turis asing cemas datang dengan pasangannya saat plesiran ke Bali.
Ilustrasi kain pantai Bali. Foto: Shutterstock
Wakil Gubernur (Wagub) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, menjelaskan bahwa hal tersebut harus diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
"Dasarnya adalah delik aduan, kalau itu poin dari pada pasalnya juga sudah berjalan dari dulu. Kita sering mendengar dari berita istrinya atau anaknya diajak ke hotel atau disekap orang tuanya kemudian menggugat atau melaporkan itu kejadian dari dulu terjadi seperti itu. Mudah-mudahan tidak salah saya menafsirkan yah," kata pria yang akrab disapa Cok Ace, di acara Democracy Forum di BNDCC, Kamis (8/12).

Pidana Perzinahan dan Kumpul Kebo

Menurut Pasal 411 KUHP, orang yang melakukan zina dapat dipidana penjara selama 1 tahun. Sementara menurut Pasal 412, orang yang tinggal bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dapat dipenjara selama 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Pasal 411 dan 412 masuk ke dalam delik aduan. Perbuatan zina dan kumpul kebo hanya dapat dilaporkan oleh istri/suami sah kepada pasangannya yang berzina atau kumpul kebo, serta oleh orang tua dan anak.
Artinya, pelaku dapat dipidana hanya apabila diadukan oleh keluarga yang bersangkutan tersebut. Namun, pasal ini dinilai sejumlah pihak terlalu menyangkut ranah pribadi.
Pasal 411 terkait Zina
1. Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
2. Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
ADVERTISEMENT
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
3. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Pasal 412 terkait kohabitasi (kumpul kebo)
1. Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
ADVERTISEMENT
2. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai