news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mardani Setuju Gatot soal Kewenangan DPR Dilucuti: Mestinya Bukan Tukang Stempel

15 November 2021 11:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPP PKS, Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP PKS, Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyoroti sistem politik Indonesia saat ini yang dinilai tak lagi efektif dan efisien. Pasalnya dari prinsip trias politika, lembaga pengawas atau DPR tak lagi berfungsi.
ADVERTISEMENT
Gatot berargumen, mayoritas parpol di Senayan sudah menjadi pendukung Jokowi-Ma'ruf. Ia bahkan menyinggung oligarki menjadi salah satu dampak dari sistem politik Indonesia saat ini.
Terkait pernyataan itu, anggota DPR Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, menyatakan sepakat. Sebagai parpol yang berada di luar pemerintahan, ia mengatakan tidak seharusnya legislatif hanya menjadi tukang stempel.
“Wajar pemenang pemilu punya banyak keuntungan dan privilege. Apalagi kita merangkul banyak parpol seperti saat ini,” kata Mardani saat dimintai tanggapan, Senin (15/11).
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Benar fungsi legislatif mestinya bukan rubber stamp, tukang stempel. Tapi check and balances [pengawasan dan perimbangan kekuasaan],” imbuh Mardani.
Lebih lanjut, Mardani juga sepakat agar sistem politik Indonesia didesain ulang. Salah satu yang bisa dirembukkan kembali adalah menurunkan treshold atau ambang batas pilpres dan pilkada.
ADVERTISEMENT
“Rakyat perlu mendorong dan mendesak legislatif semuanya. Saatnya kita mencetak ulang sistem politik nasional, salah satunya dengan menurunkan threshold pilpres dan pilkada agar tidak ada barrier to entry bagi anak bangsa terbaik berkompetisi menjadi pimpinan bangsa dan daerah,” tandas Mardani.
Pernyataan Gatot Nurmantyo itu disampaikan ketika menjadi pembicara dalam sebuah diskusi daring bertajuk 'Pilpres 2024: Menyoal Presidential Treshold'. Saat itu, hadir juga pakar politik Siti Zuhro dan dimoderatori oleh pakar politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin.
Gatot mengkritik sistem politik Indonesia, di mana presiden tidak lagi dikontrol oleh MPR dan parpol di DPR yang sebagian besar telah bergabung ke koalisi pemerintah yang gemuk.
“Dalam praktiknya tampak jelas bahwa presiden tidak lagi dikontrol oleh MPR, seolah-olah lepas tangan terhadap tanggung jawab dan amanah yang diemban. Sedangkan DPR atau parpol jelas telah dilucuti kewenangan dan hak-hak konstitusionalnya, hanya berdiam diri karena bergabung dengan presiden dalam koalisi kabinet yang gemuk,” kata Gatot, Minggu (14/11) malam.
ADVERTISEMENT