Ma'ruf Amin Sebut Pernikahan Beda Agama di Surabaya Langgar Fatwa MUI

28 Juni 2022 15:03 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Ma'ruf Amin kunjungi kantor MUI Pusat, Selasa (28/6/2022). Foto: KIP
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Ma'ruf Amin kunjungi kantor MUI Pusat, Selasa (28/6/2022). Foto: KIP
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengatur fatwa terkait pernikahan beda agama yang digelar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Fatwa itu, bahkan menurutnya, sudah ada sejak ia masih menjabat di Komisi Fatwa MUI.
Respons itu disampaikan Ma'ruf menanggapi keputusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan izin nikah beda agama terhadap dua orang mempelai, RA dan EDS, agar akta perkawinannya tercatat di Dukcapil Kota Surabaya.
"Fatwanya sudah ada, waktu saya jadi ketua komisi fatwa, fatwanya sudah ada," ujar Ma'ruf kepada wartawan dalam kunjungannya ke kantor MUI, Selasa (28/6).
Ia menilai keputusan PN Surabaya untuk memberikan izin nikah kepada dua pasangan itu jelas telah melanggar fatwa yang sebelumnya dibuat MUI.
"Dari segi fatwa MUI tidak sejalan ya, tidak sejalan, nanti seperti apa nanti," ucap Ma'ruf.
Meski begitu, Ma'ruf belum dapat menyampaikan apakah pelanggaran fatwa itu nantinya akan memiliki konsekuensi. Untuk itu, Ma'ruf menyerahkan kemungkinan langkah hukum terkait pelanggaran fatwa itu kepada komisi hukum MUI.
ADVERTISEMENT
"Komisi hukum ya, akan dibahas di MUI seperti apa di komisi hukum, karena fatwanya memang tidak boleh, nanti MUI akan buat itulah," kata Ma'ruf.
Hakim tunggal PN Surabaya Imam Supriyadi mengabulkan permohonan pasangan beda agama yang melakukan perkawinan itu.
Hakim Imam mengizinkan dua warga Surabaya berinisial RA dan EDS sebagai pasangan pengantin melangsungkan nikah beda agama di hadapan pejabat Dinas Dukcapil Kota Surabaya. Hakim juga memerintahkan Dinas Dukcapil Kota Surabaya mencatat pernikahan kedua mempelai itu.
Sejoli itu sudah menikah secara Islam dan Kristen. Namun kemudian ditolak pencatatan akta pernikahannya oleh Dukcapil Surabaya karena menikah beda agama. Hal itu yang kemudian mendasari keduanya mengajukan gugatan ke PN Surabaya.
Wakil Humas PN Surabaya Gede Agung kemudian memberikan alasan pertimbangan hakim Imam tersebut. Salah satunya adalah karena ada kekosongan hukum terkait pernikahan beda agama.
ADVERTISEMENT
Menurut Agung, dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak diatur soal pernikahan beda agama.
"Dengan pertimbangan bahwasanya adalah Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai perkawinan beda agama. Oleh karena itu dipertimbangkan untuk mengabulkan permohonannya untuk mengisi kekosongan aturan-aturan Undang-Undang Perkawinan," kata Agung di kantornya, Selasa (21/6).
Karena adanya kekosongan hukum itu, dan RA dan EDS ingin pernikahan mereka tercatat dalam akta pernikahan di Dukcapil Surabaya. Hakim merujuk sesuai Pasal 35 huruf (a) UU Nomor 23 tahun 2006 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Pendudukan (Adminduk), menilai harus ada penetapan dari pengadilan untuk mencatat akta pernikahan tersebut.