Ma'ruf Prihatin Kondisi Muslim di India, Dorong Komitmen Bersama Pemuka Agama

29 Februari 2020 13:59 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin melambaikan tangan saat akan bertolak menuju Pangkal Pinang, Rabu (26/2). Foto: Dok. Setwapres
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin melambaikan tangan saat akan bertolak menuju Pangkal Pinang, Rabu (26/2). Foto: Dok. Setwapres
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Ma'ruf Amin turut prihatin atas aksi kekerasan yang menimpa sejumlah muslim di India akibat konflik antaragama.
ADVERTISEMENT
"Kita prihatin ya masih ada hal seperti itu. Perlakuan terhadap Muslim (India) ini seharusnya tidak ada," ujar Ma'ruf di JCC, Jakarta Pusat, Sabtu (29/2).
Untuk mencegah hal serupa terjadi di kemudian hari, khususnya di Indonesia, Ma'ruf mendorong pertemuan seluruh pemuka agama guna membahas komitmen bersama. Menurutnya, komitmen bersama ini dapat mencegah terjadinya kekerasan yang mengatasnamakan agama.
"Kita bercita-cita ingin membangun pertemuan tokoh-tokoh agama dunia. Islam, Kristen, Katolik, kemudian Hindu," ucap Ma'ruf.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin di kantornya, Jumat (28/2). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Ma'ruf berharap pertemuan seluruh pemuka agama dapat menghasilkan solusi atas peristiwa kekerasan yang melibatkan unsur agama. Menurutnya, kerukunan menjadi kunci dalam mengatasi konflik antaragama.
"Ini potensi-potensi konflik ini kita coba membangun teologi kerukunan secara global dan membangun narasi-narasi keagamaan yang menjaminkan kerukunan," kata Ma'ruf.
Kondisi masjid yang terbakar usai bentrokan amandemen hukum kewarnegaraan India di New Delhi, India, Rabu (26/2). Foto: AFP/Sajjad HUSSAIN
Konflik antaragama di India menyebabkan 27 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka. Konflik ini dipicu adanya Undang-Undang Kewarganegaraan India yang hanya memberi status kewarganegaraan bagi imigran.
ADVERTISEMENT
Khususnya, bagi mereka yang menerima persekusi di negaranya, dengan syarat beragama Hindu, Kristen, dan agama minoritas lainnya, selain muslim.
Regulasi ini disahkan pemerintahan Perdana Menteri India, Narendra Modi yang beraliran sayap kanan. Partai pengusungnya, Bhratiya Janata (BJP) dituduh bersikap diskriminatif terhadap umat Islam.