Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Marzuki Darusman, Utusan PBB dari Korut hingga Krisis Rohingya
8 September 2017 22:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Usianya sudah 72 tahun, namun sosok Marzuki Darusman tetap lantang jika bicara soal Hak Asasi Manusia (HAM). Mantan Jaksa Agung Indonesia itu sudah malang melintang memimpin penyelidikan dugaan pelanggaran HAM di berbagai negara atas penugasan PBB.
ADVERTISEMENT
Sosoknya kali ini kembali disorot setelah diminta Dewan HAM PBB untuk memimpin Tim Pencari Fakta (TPF) dugaan pelanggaran HAM pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya di Rakhine yang membuat dunia marah.
Misi barunya ini memang tidak mudah. TPF yang dibentuk sejak bulan Maret 2017 untuk menyelidiki krisis Rohingya itu masih belum bisa masuk ke Myanmar. "Pemerintah Myanmar dapat dipahami tentu berkeberatan dengan TPF, pemerintah mana yang suka adanya TPF?" kata Marzuki, di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, (8/9).
Myanmar bukan misi pertama kemanusiaan Marzuki Darusman. Aktivis kelahiran Bogor, 26 Januari 1945 itu sebelumnya merupakan Utusan Khusus PBB untuk dugaan pelanggaran HAM di Korea Utara. Laporan atas penyelidikannya terutama terkait program nuklir, membuat pemerintah Korut geram. Dalam laporannya menyebut ada dugaan pelanggaran kemanusiaan yang ditindaklanjuti dengan resolusi mengajukan Korut ke Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC).
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, Marzuki di PBB pernah dipercaya menjadi salah satu investigator untuk menyelidiki pembunuhan Mantan Perdana Menteri Pakistan, Bhenazir Bhutto pada tahun 2008, atas permintaan Sekjen PBB saat itu Lynn Pascoe. Lalu pada Juni 2010, dia juga ditugaskan PBB untuk menangani dugaan kejahatan perang selama Perang Saudara Sri Lanka.
Terkait Rohingya, Marzuki harus menyelesaikan misinya dan menuntaskan laporannya dalam bentuk rekomendasi ke PBB dalam waktu kurang lebih 8 bulan ke depan. Rencananya, di Myanmar, Marzuki dan TPF akan mencari data-data lapangan. Data penting lainnya yang diperlukan adalah pernyataan resmi pemerintah Myanmar terhadap krisis yang terjadi.
"Jikalau kita bisa masuk ke Myanmar terutamanya adalah bertemu pemerintah Myanmar, agar pemerintah di Myanmar juga bisa menyampaikan pandangan posisi pemerintahnya kepada TPF, sehingga bisa untuk melengkapi dalam laporan yang akan disampaikan ke Dewan HAM PBB pada bulan Maret," ujar mantan Ketua Partai Golkar tersebut
ADVERTISEMENT
Sambil menunggu izin pemerintah Myanmar, TPF sekarang berencana melakukan kunjungan di negara-negara sekitar Myanmar yang terkena dampak krisis. Yakni Bangladesh dan Thailand. Marzuki dan timnya melihat kunjungan ke negara di sekitar Myanmar penting, karena krisis tersebut berdampak ke luar Myanmar.
Menurutnya, krisis yang memicu pengungsian besar-besaran itu bukan semata permasalahan internal Myanmar. "Karena dalam 2 tahun terakhir ini masalah yang terjadi sudah melimpah di luar Myanmar, di sekitar Myanmar. Maka masalah ini tidak bisa dipandang lagi sebagai maslah domestik, tapi internasional," ujar Marzuki
Kini, Marzuki berharap pemerintah Myanmar tetap bisa memberikan akses kepada TPF agar timnya bisa bekerja tanpa bias. "Harapan kita Myanmar memberikan akses karena TPF akan masuk dan melakukan penelitian dengan pikiran terbuka," kata Marzuki.
ADVERTISEMENT