Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Masa Jabatan Tak Penuh 5 Tahun, Bima Arya Dkk Gugat UU Pilkada ke MK
15 November 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Sebanyak 7 kepala dan wakil kepala daerah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka mempersoalkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.
ADVERTISEMENT
Bima Arya dkk mempersoalkan mengenai masa jabatan mereka yang tidak penuh 5 tahun.
Berdasarkan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016, kepala daerah dan wakilnya seharusnya memegang jabatan selama 5 tahun sejak pelantikan. Namun, ketujuhnya tidak akan penuh menjabat 5 tahun lantaran adanya ketentuan dalam UU yang sama.
Ketentuan yang dimaksud ialah Pasal 201 ayat (5), yakni:
'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.'
ADVERTISEMENT
"Bahwa dengan adanya ketentuan di dalam Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016, telah membuat PARA PEMOHON dirugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang seharusnya sebagai kepala daerah memegang masa jabatan selama lima tahun, menjadi tidak lagi bisa menyelesaikan masa jabatan selama lima tahun sebagai kepala daerah di wilayah masing-masing," bunyi permohonan.
Meskipun mereka terpilih berdasarkan Pilkada pada 2018, akan tetapi mereka baru dilantik pada 2019. Sementara dalam UU, menyebutkan bahwa kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018, hanya menjabat sampai 2023.
"Sehingga, jika dicermati ada "kekosongan norma" antara Pasal 201 ayat (4) dan ayat (5) UU Pilkada, yang belum mengatur tentang akhir masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada tahun 2018, namun baru dilantik di tahun 2019," kata pemohon.
Berikut paparan mengenai kerugian konstitusional para pemohon:
ADVERTISEMENT
Murad Ismail
Emil Dardak
Bima Arya
Dedie A. Rachim
Marten A. Taha
Hendri Septa
Khairul
Para pemohon menyatakan bahwa pada prinsipnya mereka sepakat dengan kebijakan pilkada serentak yang diatur dalam UU. Yakni Pemungutan suara serentak nasional dalam Pilkada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Mereka menyatakan bahwa permohonan ini tidak mengganggu desain mengenai pilkada serentak itu. Sebab, bila kemudian mereka diberikan masa jabatan penuh 5 tahun, tetap tidak akan mengganggu Pilkada serentak 2024 yang digelar pada bulan November.
Menurut mereka, permohonan tidak ditujukan untuk menambah masa jabatan sehingga lebih dari 5 tahun. Mereka hanya meminta tafsir konstitusional sebab Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada merugikan hak mereka untuk menjabat selama 5 tahun.
Para pemohon menunjuk VISI LAW sebagai kuasa hukum dalam permohonan tersebut. Mereka yang menjadi advokat termasuk Febri Diansyah, Rasamala Aritonang, hingga Donal Fariz.
"Kami menyadari terdapat sejumlah perkara yang diputus terkait Pasal 201 UU Pilkada. Namun demikian, sesuai dengan Pasal 60 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2011 tentang MK, karena dasar materi muatan UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda, maka bagian UU yang sama dapat diuji kembali. Sepenuhnya hal tersebut Kami serahkan pada Yang Mulia, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI", tutup Donal Fariz, Partner VISI LAW OFFICE yang juga tergabung dalam Tim Kuasa Hukum 7 Kepala Daerah dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Rabu (15/11).
ADVERTISEMENT
Mengingat terbatasnya waktu sejak persidangan pertama ini dimulai sampai dengan akhir tahun 2023, Pemohon berharap pada MK untuk memprioritaskan pemeriksaan perkara mengingat Pemerintaah sudah memulai proses persiapan pengisian penjabat di sejumlah daerah.
Ada dua bagian petitum yang disampaikan, yakni
Dalam Provisi:
Dalam Pokok Perkara:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT