Masa Jabatan Tak Penuh 5 Tahun, Bima Arya Dkk Gugat UU Pilkada ke MK

15 November 2023 18:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana gedung Mahkamah konstitusi (MK) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana gedung Mahkamah konstitusi (MK) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 7 kepala dan wakil kepala daerah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka mempersoalkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada.
ADVERTISEMENT
Bima Arya dkk mempersoalkan mengenai masa jabatan mereka yang tidak penuh 5 tahun.
Berdasarkan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016, kepala daerah dan wakilnya seharusnya memegang jabatan selama 5 tahun sejak pelantikan. Namun, ketujuhnya tidak akan penuh menjabat 5 tahun lantaran adanya ketentuan dalam UU yang sama.
Ketentuan yang dimaksud ialah Pasal 201 ayat (5), yakni:
'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.'
ADVERTISEMENT
"Bahwa dengan adanya ketentuan di dalam Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016, telah membuat PARA PEMOHON dirugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang seharusnya sebagai kepala daerah memegang masa jabatan selama lima tahun, menjadi tidak lagi bisa menyelesaikan masa jabatan selama lima tahun sebagai kepala daerah di wilayah masing-masing," bunyi permohonan.
Meskipun mereka terpilih berdasarkan Pilkada pada 2018, akan tetapi mereka baru dilantik pada 2019. Sementara dalam UU, menyebutkan bahwa kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018, hanya menjabat sampai 2023.
"Sehingga, jika dicermati ada "kekosongan norma" antara Pasal 201 ayat (4) dan ayat (5) UU Pilkada, yang belum mengatur tentang akhir masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada tahun 2018, namun baru dilantik di tahun 2019," kata pemohon.
Wali Kota Bogor Bima Arya meresmikan operasional RS Lapangan COVID-19 kolaborasi IPB dan RS Ummi. Foto: Pemkot Bogor
Gubernur Murad Ismail memberi hormat saat bersiap mengikuti pelantikan di Istana Negara. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim dan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Foto: Pemkot Bogor
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak di acara konferensi pers EAROPH di kantor badan penghubung provinsi Jawa Timur, Menteng, Jakarta (22/9/2022). Foto: Dok. Luthfi Humam
Berikut paparan mengenai kerugian konstitusional para pemohon:
ADVERTISEMENT

Murad Ismail

Emil Dardak

Bima Arya

Dedie A. Rachim

Marten A. Taha

Hendri Septa

Khairul

Para pemohon menyatakan bahwa pada prinsipnya mereka sepakat dengan kebijakan pilkada serentak yang diatur dalam UU. Yakni Pemungutan suara serentak nasional dalam Pilkada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Mereka menyatakan bahwa permohonan ini tidak mengganggu desain mengenai pilkada serentak itu. Sebab, bila kemudian mereka diberikan masa jabatan penuh 5 tahun, tetap tidak akan mengganggu Pilkada serentak 2024 yang digelar pada bulan November.
Menurut mereka, permohonan tidak ditujukan untuk menambah masa jabatan sehingga lebih dari 5 tahun. Mereka hanya meminta tafsir konstitusional sebab Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada merugikan hak mereka untuk menjabat selama 5 tahun.
Wali Kota Bogor, Bima Arya di acara Farewell Event Anies Baswedan di Djakarta Theater, Jakarta pada Minggu (2/10). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Para pemohon menunjuk VISI LAW sebagai kuasa hukum dalam permohonan tersebut. Mereka yang menjadi advokat termasuk Febri Diansyah, Rasamala Aritonang, hingga Donal Fariz.
"Kami menyadari terdapat sejumlah perkara yang diputus terkait Pasal 201 UU Pilkada. Namun demikian, sesuai dengan Pasal 60 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2011 tentang MK, karena dasar materi muatan UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda, maka bagian UU yang sama dapat diuji kembali. Sepenuhnya hal tersebut Kami serahkan pada Yang Mulia, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI", tutup Donal Fariz, Partner VISI LAW OFFICE yang juga tergabung dalam Tim Kuasa Hukum 7 Kepala Daerah dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Rabu (15/11).
ADVERTISEMENT
Mengingat terbatasnya waktu sejak persidangan pertama ini dimulai sampai dengan akhir tahun 2023, Pemohon berharap pada MK untuk memprioritaskan pemeriksaan perkara mengingat Pemerintaah sudah memulai proses persiapan pengisian penjabat di sejumlah daerah.
Ada dua bagian petitum yang disampaikan, yakni
Dalam Provisi:
Dalam Pokok Perkara:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT