Masalah Kabut Asap RI-Malaysia: SBY Minta Maaf hingga Jokowi Minta Bantuan Asing

2 Oktober 2023 13:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menara kembar Petronas diselimuti oleh kabut asap di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (9/9).  Foto: REUTERS / Lim Huey Teng
zoom-in-whitePerbesar
Menara kembar Petronas diselimuti oleh kabut asap di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (9/9). Foto: REUTERS / Lim Huey Teng
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia lagi-lagi dihadapkan pada permasalahan yang sama — kabut asap. Terbaru, Kuala Lumpur memprotes bahwa kualitas udara di negaranya memburuk. Mereka menuding situasi itu terjadi akibat kiriman kabut asap dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Malaysia, Wan Abdul Lattif Wan Jaffar, mengatakan kabut asap itu berasal dari titik api (hotspot) di dekat perbatasan negaranya, Sumatra dan Kalimantan.
"Kebakaran hutan di bagian selatan Sumatera dan bagian tengah dan selatan Kalimantan, Indonesia, menyebabkan kabut asap yang melintasi batas negara," ucap Abdul pada Jumat (29/9), seperti dikutip dari AFP.
Sebenarnya, kabut asap asal Indonesia lama menuai keprihatinan negara-negara Asia Tenggara — bukan hanya Malaysia, sejak insiden pertama tercatat terjadi pada 1997. Namun, data menunjukkan kabut asap dan kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahunnya.
Negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, pada 2014 meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution sebagai salah satu upaya mengurangi kabut asap dan meningkatkan kesadaran untuk menjaga kelestarian hutan melalui kerja sama internasional.
ADVERTISEMENT
Namun, sampai sekarang kebakaran hutan, khususnya di paru-paru Indonesia, hutan Kalimantan dan Sumatra, masih terus terjadi.
kumparan merangkum tiga periode besar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, saat kabut asap imbas kiriman Indonesia menyelimuti Asia Tenggara hingga memicu respons internasional.

2013: SBY Minta Maaf ke Singapura dan Malaysia

Tepat 10 tahun lalu, kebakaran hutan besar terjadi di Dumai, Provinsi Riau, Sumatra Selatan. Skala kebakaran sangat luas, menghanguskan puluhan rumah warga setempat dan merusak habitat makhluk hidup.
Seekor leopard dilaporkan mengalami cedera di kaki usai berusaha melarikan diri dari habitatnya yang hangus.
Pantauan udara kabut asap dari Pekanbaru-Dumai, Riau. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
Kualitas udara Angka Indeks Polutan Udara (Air Pollutant Index/API) di Muar, Johor, meroket hingga menyentuh angka 746 pada 23 Juni 2013 — adapun udara akan berbahaya untuk dihiriup apabila API berada di atas 300. Kabut asap ini merupakan kiriman dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Situasi itu memicu otoritas Muar menerapkan status Keadaan Darurat (State of Emergency) dan merupakan salah satu kasus kualitas udara terburuk.
Menanggapi situasi tersebut, Presiden Indonesia kala itu — Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Juni 2013 menyampaikan permintaan maaf di hadapan publik kepada Singapura dan Malaysia.
SBY Saat Prosesi Upacara Pelepasan Jenazah dari Rumah Duka ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, minggu (2/6). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Atas apa yang terjadi, sebagai presiden, saya meminta maaf kepada saudara-saudara kita di Singapura dan Malaysia," kata SBY, seperti dikutip dari Associated Press.
SBY mengatakan, arah dan hembusan angin telah menyebabkan kabut asap menyebar hingga terkonsentrasi di Singapura dan Malaysia.
"Harus ada investigasi menyeluruh. Dalam analisis saya, ada faktor alam dan faktor manusia," sambung SBY kala itu.

2015: Presiden Jokowi Minta Bantuan Asing Atasi Kabut Asap

Di tahun awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, kabut asap masih menjadi tantangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pertengahan 2015, saat itu Jokowi belum genap satu tahun berkuasa, pemerintah berjibaku berusaha memadamkan kebakaran hutan di Riau yang disebabkan oleh praktik tebang dan bakar yang biasa diterapkan petani.
Pada September 2015, status State of Emergency diterapkan di Riau dan lebih dari 28 juta penduduk di Indonesia terdampak oleh kabut asap ini.
Foto kiri, Presiden Joko Widodo saat meninjau penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan tahun 2015 dan Foto kanan, Presiden Joko Widodo saat meninjau penanganan kebakaran hutan dan lahan di Riau tahun 2019. Foto: AFP/ROMEO GACAD dan ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari
Dampak buruk juga dirasakan pada negara-negara tetangga — termasuk Brunei, Malaysia, Singapura, Thailand, Vieetnam, Kamboja, dan Filipina.
Sempat kewalahan namun menolak bantuan asing, Indonesia pada awal Oktober akhirnya meminta bantuan kepada beberapa negara untuk menanganani krisis.
"Disepakati bahwa kami akan bekerja sama dengan sejumlah mitra kami dalam upaya kami untuk memadamkan kebakaran hutan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri RI saat itu, Arrmanatha Nasir, seperti dikutip dari ABC News.
Presiden Joko Widodo saat meninjau penanganan kebakaran hutan dan lahan di Banjar Baru, Kalimantan Selatan pada tahun 2015. Foto: AFP/ROMEO GACAD
"Kami bekerja sama dengan sejumlah negara termasuk Singapura," tambahnya. Dikatakan bahwa negara-negara lain yang bersedia membantu termasuk Malaysia, Rusia, Australia, dan China.
ADVERTISEMENT
Singapura, kala itu, menyediakan pesawat terbang bagi Indonesia guna membuat hujan buatan dan melakukan penyiraman air dari udara. Mereka juga mengirimkan personel petugas pemadam.
"Kami telah melakukan segala upaya," ungkap Jokowi kala itu.

2019: Eks PM Malaysia Mahathir Mohammad Telepon Jokowi

Kabut asap lintas perbatasan kembali terjadi, imbas kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra sepanjang Februari hingga September 2019.
Dampak itu dirasakan di sejumlah wilayah Asia Tenggara, dengan Thailand mulai mengalami kabut asap sejak Februari hingga Mei disusul oleh negara tetangga lainnya.
Sebanyak dua orang di Indonesia dilaporkan tewas akibat menderita gangguan pernapasan. Sementara lebih dari 200 oknum ditangkap usai diduga berpartisipasi dalam pembakaran lahan.
Presiden Joko Widodo berbincang bersama PM Malaysia Tun Mahathir Mohamad. Foto: Dok. Kedubes Malaysia
Menanggapi situasi itu, eks Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad bernisiatif mengirimkan surat kepada Jokowi — bukan berupa protes, tetapi ajakan untuk menanggulangi krisis bersama.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Menteri Energi, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Lingkungan dan Perubahan Iklim Malaysia kala itu, Yeo Bee Yin, pada pertengahan September 2019.
"Saya telah berbicara dengan Perdana Menteri dan beliau setuju untuk menulis surat kepada Presiden Jokowi untuk menarik perhatiannya terhadap isu kabut asap yang melintasi batas negara," jelas Yeo.
Terpisah, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia saat itu, Zainal Abidin Bakar, kepada media Bernama mengkalrifikasi bahwa surat tersebut bukan surat protes. "Mmelainkan sebuah tawaran untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia," kata Zainal.