Masjid Martowidjoyo di Tol Cipali dan Kedewasaan dalam Beragama

5 Juni 2019 19:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Martowidjoyo KM 101. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Martowidjoyo KM 101. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Kembalilah, kembalilah sayang. Tanpa dirimu, hidupku tiada arti. Di kala ku duduk seorang diri, senyummu menghantui
ADVERTISEMENT
Suara tiga putra Kota Turis Parapat menggema di Masjid Martowidjoyo. Sejumlah lagu dari Trio Ambisi, grup vokal tahun ‘80-an, telah cukup lama memecah keheningan. Khususnya teramat lantang di area pelataran masjid, sekaligus terdengar samar di sisi dalam.
Bukan tanpa sebab, sumber dari nada-nada itu datang dari speaker hitam milik penjual keping DVD. Jaraknya sekitar 20 meter dari masjid tersebut. Dus, apa pun yang diputar si penjual, praktis akan terdengar pula di masjid. Merembes pelan ke telingah jemaah yang sibuk beribadah.
Suasana di dalam Masjid Martowidjoyo KM 101. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Namun mau bagaimana lagi, ini adalah cerita tentang masjid yang terletak di Rest Area KM 101 Tol Cipali. Sebuah masjid bergaya Madinah yang bergumul dengan orang dari latar belakang yang berbeda. Sebuah masjid yang sibuk melayani jemaah, sekaligus seirama dengan situasi yang teramat plural.
ADVERTISEMENT
Tapi percayalah, kedewasaan dalam beragama justru diajarkan di masjid tersebut. Itu karena, setiap kali masjid mengumandangkan adzan melalui speaker luar, lantunan lagu akan terhenti. Semua khidmat mendengarkan suara panggilan salat
Suasana di dalam Masjid Martowidodjo KM 101. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Pengurus Masjid Martowidjoyo, Nendi Saepuddin (29), menyebut ada sikap saling mengerti yang bertumbuh di rest area tersebut. Sejak lima tahun masjid berdiri, alunan musik tak akan lagi terdengar kala masjid sudah mengambil alih frekuensi.
“Kalau kita sama-sama tahu aja, kita kan sering ngasih kode-kode sebelum adzan. Nanti musiknya berhenti sendiri,” ungkap Nendi kala berbincang dengan kumparan di Masjid Martowidjoyo, Selasa (28/5). .
Nendi Saepudin, pengurus Masjid Martowidjojo. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Kode-kode yang dimaksud Nendi adalah kalimat pujian kepada Allah. Kalimat tauhid, tahlil, dan tahmid senantiasa jadi penanda bahwa akan ada pergantian frekuensi. Semua yang terlibat di rest area KM 101 jelas tahu betul tentang itu
ADVERTISEMENT
Nendi baru satu tahun mengabdi sebagai pengurus Masjid Martowidjoyo. Ia merupakan warga Kecamatan Dauwan, Subang, Jawa barat, yang juga dipercaya sebagai muadzin. Salah satu tugasnya ya tak lain memberi kode-kode itu. Sekaligus menyiarkan kabar bahwa waktu salat telah tiba.
Daftar Rest Area di Sepanjang Tol Cipali. Foto: Putri Arifira/kumparan
Masjid berkapasitas 500 jemaah itu juga menumbuhkan kesadaran jemaah dalam menempatkan sikap. Maklum, sebagai masjid yang berdiri di pinggir tol, jemaah yang datang selalu merupakan orang-orang jauh. Tak jarang mereka kelelahan dan ada yang tertidur di dalam masjid.
“Ya namanya juga pengunjung, pasti capek. Asalkan jangan menggangu orang salat,” katanya.
Maka, pengurus masjid bersikap aktif dalam membangunkan jemaah yang tertidur kala adzan berkumandang. Terlebih, jika orang tersebut tertidur di sisi dalam masjid.
Suasana di dalam Masjid Martowidjoyo KM 101. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Masjid Martowidjoyo sendiri memang terasa nyaman untuk melepas lelah. Embusan angin mudah keluar dan masuk melalui lubang ventitasi yang terbuat dari kayu Jepara. Membuat siapa saja yang datang akan kerasan di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Kini, Masjid Martowidjoyo tengah berbenah. Ada renovasi di sana sini. PT Darma Putra Lestari selaku pengelola masjid tengah membangun 10 payung peneduh yang ada di halaman depan.
Pada arus balik mudik nanti, Masjid Martowidjoyo akan selalu siap menerima jemaah. Sekaligus memberikan contoh tentag bagaimana bersikap dewasa dalam beragama.