Maskot Pilwalkot Yogya Dipersoalkan, Disebut Bias Gender

6 November 2024 19:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maskot Pilwalkot Yogyakarta diprotes oleh Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Yogyakarta lantaran dinilai bias gender, Rabu (6/11/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Maskot Pilwalkot Yogyakarta diprotes oleh Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Yogyakarta lantaran dinilai bias gender, Rabu (6/11/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Maskot Pilwalkot Yogyakarta diprotes oleh Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Yogyakarta lantaran dinilai bias gender. Mereka pun datang ke kantor KPU Kota Yogyakarta, Rabu (6/11).
ADVERTISEMENT
Maskot yang diluncurkan KPU Kota Yogya di Pilwalkot 2024 terinspirasi dari buah kepel. Buah ini banyak ditemui di Yogyakarta.
"Sudah berproses surat menyurat lalu kami hadir ke sini. Memang yang disoal adalah maskot yang menurut pandangan kami itu bias gender karena mencitrakan maskulin," kata perwakilan Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Yogyakarta Siti Roswati.
Roswati menjelaskan bias gender yang dimaksud adalah mencitrakan sosok laki-laki.
"Bukan kami saja yang punya pandangan itu kami juga jejak pendapat ke beberapa orang ada 60 orang," jelasnya.
Seharusnya, menurut Roswati, maskot harusnya tidak memuat yang mencitrakan gender tertentu. Harapannya maskot juga menggambarkan gender perempuan.
Roswati dan kawan-kawan pun meminta agar maskot itu ditarik dari peredaran baik fisik maupun digital.
Maskot Pilwalkot Yogyakarta diprotes oleh Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Yogyakarta lantaran dinilai bias gender, Rabu (6/11/2024). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Permintaan kami tadi untuk menarik (maskot) ini karena sangat tidak adil gender. Untuk menarik dari peredaran, hapus yang digital ya. Kemudian permintaan maaf yang jelas," katanya.
ADVERTISEMENT
"Yang penting pengakuan dari kawan-kawan KPU maskot ini tidak adil gender, maskot ini bias gender," katanya.
Saat disinggung apakah maskot perlu diubah oleh KPU Kota Yogya atau ditambah satu gender lain, Roswati menyerahkan ke KPU.
"Ya silakan kepada KPU. Yang tahu dapurnya adalah KPU. Monggo KPU mau menyikapi. Tapi kami paham untuk mengganti ini, ini waktunya sudah mepet, juga membutuhkan biaya. Yang terpenting permintaan maaf, mengakui ini bias gender ke depan bisa jadi pembelajaran," katanya.

Kata KPU Yogya

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kota Yogyakarta Ratna Mustika Sari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kota Yogyakarta Ratna Mustika Sari mengatakan somasi dari Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Yogyakarta sudah disampaikan beberapa hari yang lalu.
"Dari surat (somasi) yang pertama itu disampaikan bahwa somasi harus ditanggapi tiga kali 24 jam dalam bentuk pertemuan dan memberikan penjelasan," kata Ratna.
ADVERTISEMENT
Telaah hukum soal maskot telah dikirimkan KPU Kota Yogya, tetapi KPU Yogya mendapatkan surat lagi untuk permohonan pertemuan dan hari ini pertemuan dilangsungkan.
Terkait adanya sejumlah tuntutan pihaknya akan segera berkoordinasi di internal dan KPU DIY. Termasuk salah satunya soal penarikan maskot.
"Dan kemudian karena kalau harus mencabut, menutup dan sebagainya teman-teman yang sudah hadir kan sudah paham ada prosedur-prosedur yang harus dilalui. Dan untuk memenuhi permohonan tersebut kami secara prosedural harus mendiskusikan di internal dan tentu saja karena kami lembaga hierarkis akan melakukan koordinasi dengan KPU DIY," katanya.
Ratna menjelaskan dari filosofi yang pihaknya sajikan, maskot ini tidak membedakan perempuan dan laki-laki tapi pada hal-hal budaya. Misalnya motif batik capit urang yang dikenakan maskot.
ADVERTISEMENT
"Titik berat kami lebih banyak ke perspektif budaya lokal Yogya sehingga menurut masukan teman-teman (yang hadir) mengabaikan hal-hal yang masuk ke keadilan gender," katanya.
Maskot ini dalam prosesnya juga disayembarakan. Ada sekitar 12 gambar yang masuk dan diseleksi oleh dewan juri.