Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Masyarakat Harus Cegah Tarung Ala Gladiator Seperti Siswa SMA di Bogor
23 September 2017 14:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Hilarius Christian Event Raharjo, siswa SMA Budi Mulia Bogor, tewas akibat tradisi bom-boman atau duel gladiator di Taman Paluhu, Bogor. Hilarius meninggal dunia karena dihantam di bagian ulu hatinya, sehingga mengakibatkan ulu hatinya robek hingga 4 sentimeter.
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun memberikan tanggapannya. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyayangkan tidak adanya tanggapan dari masyarakat yang berlalu lalang di sekitar Taman Paluhu, tempat terselenggaranya duel gladiator yang menewaskan Hilarius.
"Tempat terjadinya kasus ini pada sebuah taman. Artinya, tempat terjadinya kasus tersebut merupakan tempat lalu lalang masyarakat. Menjadi pertanyaan adalah mengapa masyarakat yang lalu lalang di taman tersebut tidak berusaha mencegah tarung ala gladiator tersebut?" kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/9).
"Di sinilah sebenarnya letak pentingnya keberadaan PPK seperti yang digagas oleh Presiden Jokowi sesuai dengan Konsep Tripusat Pendidikan KH Dewantara. Bagaimana masyarakat bisa terlibat aktif dalam setiap usaha pendidikan," paparnya.
Retno menjelaskan pendidikan yang sebenarnya bukan hanya terjadi di sekolah, tapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Ia juga menyoroti tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang harus memformulasikan implementasi dari PPK, sehingga tidak muncul asumsi bahwa dengan semakin lama anak berada di sekolah, maka akan semakin kecil kemungkinan siswa mengalami pelemahan karakter.
ADVERTISEMENT
"Kemendikbud harus melakukan penetrasi ke keluarga dan masyarakat melalui pemerintah daerah," tuturnya.
Tidak hanya itu, ia juga berpendapat ada benang merah dalam setiap kasus kekerasan di sekolah. Yaitu berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler yang selalu melibatkan senior.
"Demikian juga halnya dengan kasus Hilarius ini. Maka harus ada upaya untuk memutus mata rantai keterlibatan senior ini dalam setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Sekolah harus mampu mengidentifikasi sedini mungkin senior-senior yang mungkin melakukan kekerasan," paparnya.
"Demikian juga dengan kurikulum kegiatan ekstrakurikuler di sekolah harus dibuat sebaku mungkin untuk meminimalisir berbagai tindakan kekerasan pada kegiatan ekstrakurikuler. Apalagi sesuai dengan konsep implementasi PPK yang dicanangkan oleh Kemendikbud yang menekankan pembentukan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dengan penambahan jam belajar di sekolah. Jangan sampai pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dengan penambahan jam belajar sekolah tersebut semakin membuka atau menambah ruang terjadinya tindak kekerasan di sekolah," tutupnya.
ADVERTISEMENT