Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Setelah 24 tahun kepergian Ibu Tien Soehart o, putri sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut , berbicara soal rumor penembakan di seputar wafatnya sang ibunda.
ADVERTISEMENT
“Saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut,” tulis Tutut dalam catatannya di situs web pribadinya, tututsoeharto.id , Rabu (29/4), sehari sesudah peringatan wafatnya Ibu Tien pada 28 April.
“Tadinya (desas-desus Ibu Tien tertembak putranya sendiri) akan saya diamkan saja. Tapi rasanya berita itu semakin diulang-ulang ceritanya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” lanjut Mbak Tutut.
Maka, ia kini memilih untuk buka suara.
“Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah, saya pun ikut aktif di sana. Siapa pun yang membuat cerita itu, dan siapa pun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil,” ujar Mbak Tutut yang kini berusia 71 tahun.
ADVERTISEMENT
Penjelasan ini juga dibagikan Mbak Tutut via akun Twitter-nya.
Lebih lanjut, Mbak Tutut menceritakan momen menjelang kepergian sang ibunda.
Saat Ibu Tien meninggal, tulis Mbak Tutut, ia sedang berada di luar negeri berkenaan dengan tugasnya sebagai Presiden Donor Darah Dunia.
“... (saya) memimpin sidang organisasi donor darah dunia di Prancis dan London,” terangnya.
Ia terkejut begitu mendapat kabar sang ibu telah tiada, sebab “saat saya berangkat, ibu masih segar bugar.”
Mbak Tutut pun segera pulang ke Jakarta, dan langsung menuju rumah duka di Solo, tempat jenazah Ibu Tien disemayamkan.
Ketika berangkat ke lokasi pemakaman di Astana Giribangun di lereng Gunung Lawu, Mbak Tutut semobil dengan sang bapak, Presiden Soeharto. Ia pun mengisahkan obrolannya dengan Pak Harto.
ADVERTISEMENT
“Ibumu pagi itu mengeluh, ‘Bapak, aku kok susah napas yo,’” kata Soeharto , seperti diceritakan Mbak Tutut.
Ketika ditanya bagian tubuh mana yang terasa sakit, Ibu Tien menjawab, “Ora ono sing loro, mung susah nafas, Pak (Tidak ada yang sakit, hanya susah nafas, Pak).”
Pak Harto kemudian merebahkan Ibu Tien pada bantal dengan posisi agak tinggi, dengan harapan ia bisa bernapas lebih mudah.
Setelahnya, Pak Harto memanggil ajudan untuk menyiapkan ambulans dan segera membawa Ibu Tien ke rumah sakit.
“Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain,” tutur Pak Harto kepada Mbak Tutut.
Mendengar cerita itu, kata Mbak Tutut, air matanya mengalir.
ADVERTISEMENT
“Bapak dan ibu tak pernah berjauhan. Beliau berdua saling mencinta, saling mendukung, dan saling membantu. Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya,” tulis Mbak Tutut lagi.
kumparan yang menelepon asisten Mbak Tutut, diminta untuk menghubungi lagi nanti guna disambungkan ke perwakilan pihak keluarga.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona .
Yuk, bantu donasi untuk atasi dampak corona.