MC Dilarang Tampil, Koster Dianggap Mendiskriminasi Perempuan

14 September 2021 12:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bali Wayan Koster. Foto: Pemprov Bali
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bali Wayan Koster. Foto: Pemprov Bali
ADVERTISEMENT
Ramai-ramai publik mengecam sikap Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang pembawa acara atau master of ceremony (MC) perempuan tampil dalam acara yang dihadirinya. Publik mendesak Koster memberi klarifikasi isu yang dianggap sebagai bias gender terhadap perempuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) Saras Dewi menilai cara berpikir Koster mundur karena mendiskriminasi perempuan. Sebab, Bali merupakan ruang pertemuan budaya dunia dan daerah kosmopolitan.
"Bali itu sudah maju loh. Bali itu sudah jadi ruang pertemuan dunia, bisa disebut sebagai daerah kosmopolitan. Tapi masih ada pandangan yang sangat mundur tentang perempuan sebagai pekerja seni, perempuan itu kan mustahil dipinggirkan," kata Saras Dewi yang akrab disapa Yayas ini saat dihubungi, Selasa (14/9).
Menurut Yayas, pola berpikir Koster yang sempit tentang perempuan tercermin dalam kebijakan populis yang ia diterbitkan. Salah satunya adalah Instruksi Gubernur Bali Nomor 1545 Tahun 2019 tentang Sosialisasi Program Keluarga Berencana Krama Bali. Koster menghapus program Keluarga Berencana dengan dua anak yang dicanangkan Orde Baru.
ADVERTISEMENT
"Saya di situ sudah punya semacam pandangan bahwa memandang posisi perempuan masih sangat esensial, dalam pengertian sangat dibatasi oleh suatu asumsi oleh peran sosial yang mendahului pilihan dari perempuan. Dia memikul budaya, memikul kultur, tetapi saya lihat aspek kesejahteraan aspek keberpihakan terhadap perempuan ini kurang digali," sambung Yayas.
Yayas menuturkan, salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan Koster terhadap perempuan adalah memberikan ruang partisipasi dalam kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. Perempuan dijadikan sebagai agensi perubahan sosial. Apalagi, perempuan di Bali memiliki peran penting dalam rumah tangga.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya melihat di situ Pak Koster kurang melihat perempuan, kekuatan perempuan sebagai pemimpin, dan kita banyak di Bali perempuan-perempuan hebat itu banyak sekali," ujar Yayas.
"Dan begitu juga di wilayah perdesaan kita melihat perempuan kepala keluarga, banyak perempuan yang mereka bekerja juga di masa pandemi. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga pandangannya beberapa kebijakannya tidak tepat sasaran terkait perempuan," kata Yayas.