Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Megawati Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' ke MK, Apa Itu?
16 April 2024 19:00 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengajukan menjadi Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan terkait gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Megawai berharap hakim MK dapat memberikan putusan yang adil terkait gugatan pilpres tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam Amicus Curiae tersebut, Megawati berharap MK bisa menjadi 'palu emas' dalam mengadili sengketa pilpres 2024.
"Marilah kita berdoa: semoga ketuk palu Mahkamah KONSTITUSI bukan merupakan PALU GODAM melainkan PALU EMAS, seperti kata Ibu Kartini (1911): "HABIS GELAP TERBITLAH TERANG" sehingga FAJAR DEMOKRASI yang telah kita perjuangkan dari dulu TIMBUL kembali dan akan DIINGAT TERUS MENERUS oleh GENERASI BANGSA INDONESIA," demikian penggalan tulisan tangan Megawati dalam amicus curiae ke MK, Selasa (16/4).
Apa itu Amicus Curiae?
Dikutip dari buku Siti Aminah (2014) yang berjudul 'Menjadi Sahabat Keadilan; Panduan Menyusun Amicus Brief' yang diterbitkan oleh The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Amicus Curiae berasal dari bahasa Latin yang berarti "friend of the court," atau “"sahabat pengadilan”.
ADVERTISEMENT
Jika diajukan lebih dari satu orang, maka pengaju disebut sebagai Amici Curiae.
Mahkamah Agung Amerika Serikat mendefinisikannya Amicus Curiae sebagai: "a person or group who is not a party to a lawsuit, but has a strong interest in the matter, will petition the court for permission to submit a brief in the action with the intent of influencing the court's decision" atau "seseorang atau sekelompok orang yang bukan merupakan pihak dalam suatu gugatan, tetapi mempunyai kepentingan yang kuat terhadap perkara tersebut, mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menyampaikan ringkasan perbuatan dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan pengadilan."
Sistem peradilan Amerika Serikat merujuk tiga kategori Amicus Curiae, yakni:
ADVERTISEMENT
Mengacu kepada penjelasan dari Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) menyimpulkan pengertian Amicus Curiae sebagai:
”.... Amicus Curiae disampaikan oleh seseorang yang tertarik dalam mempengaruhi hasil dari aksi, tetapi bukan merupakan pihak yang terlibat dalam suatu sengketa; seorang penasihat kepada pengadilan pada beberapa masalah hukum yang bukan merupakan pihak untuk kasus yang biasanya seseorang yang ingin mempengaruhi hasil perkara yang melibatkan masyarakat luas.”
Amicus Curiae juga dikenal dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Dalam hukum acaranya terdapat ketentuan bahwa pihak ketiga yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permohonan bisa mendaftarkan diri dan memberikan pendapat dalam sebuah pengujian undang-undang yang diajukan oleh orang lain.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 14 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/ 2005 mendefinisikan pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung. Berikut definisinya:
"Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya” atau “pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud."
Dikutip dari laman ICJR, amicus curiae dipraktikkan dalam berbagai perkara di Mahkamah Konstitusi. Dalam perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi, posisi Amicus Curiae dinyatakan sebagai bukti/keterangan yang bersifat Ad Informandum.
Ad Inforandum ini diartikan sebagai keterangan yang tidak bersifat mengikat, hanya sebatas informasi saja.
"Amicus Curiae bukanlah suatu bentuk intervensi terhadap kebebasan Hakim dalam memutus suatu perkara. Sebaliknya, Amicus Curiae justru membantu Majelis Hakim dalam memeriksa, mempertimbangkan, dan memutus perkara," demikian dikutip dari laman ICJR.
ADVERTISEMENT
Adapun keberlakuan Amicus Curiae dalam sistem hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan:
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Amicus Curiae Bukan Alat Bukti
Dikutip dari jurnal LEX Renaissance Nomor 3 Volume yang terbit pada 5 Juli 2020, dari 'judul Kedudukan Amicus Curiae Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia' karya Linda Ayu Pralampita, disebutkan bahwa Amicus Curiae belum dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah.
Sehingga, Amicus Curiae merupakan bahan batu dalam peradilan di Indonesia yang belum memiliki bentuk baku, karena belum adanya peraturan yang jelas dan khusus, kedudukan Amicus Curiae juga bukan sebagai keterangan saksi ataupun saksi ahli, karena Amicus Curiae ini lebih kepada partisipasi masyarakat yang pendapatnya diterima dan dapat dipertimbangkan oleh hakim.
ADVERTISEMENT