Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Megawati: Kalau Saya Mau Ikut Main Impor, Mungkin Mercy Saya Sudah Berapa
26 Mei 2024 17:20 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengkritisi impor yang dilakukan pemerintah saat ini. Padahal di sisi lain, potensi kekayaan dalam negeri sangat baik.
ADVERTISEMENT
"Selama ini partai terus berteriak lantang ketika impor pangan dilakukan. Pertanyaan besarnya, apakah sebenarnya masih perlu impor? Kalau mau, ini dia, kalau mau sebenarnya ndak perlu impor, bahannya kita potensinya luar biasa. Tetapi memang sengaja harus ada impor pangan, kenapa hayo?" ujar Megawati dalam pidato politiknya di penutupan Rakernas V PDIP di Beach City Internasional Stadium, Jakarta Utara, Minggu (26/5).
Ia mengaku tahu 'taktik' permainan impor pangan ketika masih menjadi anggota DPR di Komisi IV. Namun ia memilih untuk tidak terlibat.
"Lho sebenarnya kan ada jalannya. Ketika saya jadi presiden, saya mengatakan, oke saya bukan alergi impor tetapi hitung dulu yang namanya beras kita adalah setelah panen raya. Itu berarti jelas cukup atau tidak," ucap Megawati.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau dilihat sekarang ndak, selalu dibuat sedemikian rupa sepertinya selalu kekurangan. Itu pokok persoalan yang seharusnya kalian yang punya negara ini harus memikirkan hal tersebut dari yang namanya seluruh struktur partai, coba bayangkan," tuturnya.
Katanya, bila saja ia mau menceburkan diri ke praktik tersebut, hartanya pasti makin banyak. Termasuk mobil Mercedes (Mercy).
"Kalau saya mau ikut waktu itu, kan saya 3 kali tidak pernah pindah komisi, coba bayangkan. Mungkin Mercy saya sudah berapa deh, yang namanya urusan impor itu."
"Tapi kan kenapa? Karena ada bagian mereka yang menikmati, yang lupa diri, yang merasa sudah pada zona nyaman. Bayangkan lho," ungkap Megawati.
Praktik impor pangan dinilai juga membuat masyarakat khususnya di daerah kehilangan minatnya menjadi petani.
ADVERTISEMENT
"Itu yang membuat secara praktis sepertinya petani itu sekarang sudah tidak punya, apa ya. Sudah kayak ndak mau jadi petani, ini kan jadi persoalan lho. Tanah ada, bibit ada, orang yang ngerjakannya ndak ada. Ini pikiran kalian lho di daerah," pungkasnya.