Megawati Ketua Dewan Pengarah BRIN, Padahal RI Punya 6.243 Profesor

30 April 2021 16:14 WIB
Peneliti mengamati ekstrak bahan alam untuk imunomodulator (peningkat imun tubuh) bagi pasien COVID-19 di Laboratorium Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020).  Foto: ADITYA PRADANA PUTRA - ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti mengamati ekstrak bahan alam untuk imunomodulator (peningkat imun tubuh) bagi pasien COVID-19 di Laboratorium Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA - ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi resmi melantik Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko pada Rabu (28/4). Handoko menggantikan posisi yang sebelumnya dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.
ADVERTISEMENT
Sederet harap pun terpatri di atas pundak Handoko. Setelah dilantik, pria yang dikenal sebagai Fisikawan ini ingin agar aktivitas riset dan inovasi yang dihasilkan BRIN berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat.
"Kami ditargetkan untuk bisa melakukan konsolidasi dalam waktu secepat-cepatnya sehingga bisa segera memasuki program baru untuk menciptakan ekosistem riset yang lebih baik bagi negara ini sehingga kita tidak hanya menjadi penghasil riset dan inovasi dari BRIN," kata Handoko.
Meski notabene lembaga riset dan inovasi, BRIN rupanya tak melulu diisi oleh akademisi, ilmuwan, atau peneliti. Dalam struktur BRIN, ada nama non-peneliti yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah yakni Megawati Soekarnoputri.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pihak menyangsikan jabatan BRIN yang disandang tokoh politik PDIP pemilik 9 gelar honoris causa itu. Salah satu sebabnya, BRIN lebih butuh ilmuwan ketimbang politikus.
ADVERTISEMENT
"Karena pola pikir politisi dengan ilmuwan berbeda 360 derajat. Nah, sekarang mau diapain BRIN ini organisasi politik atau organisasi pengembangan IPTEK," ujar Pengamat Kebijakan Politik, Agus Pambagio.
Apakah lantas Indonesia tidak memiliki cukup peneliti, ilmuwan, atau akademisi untuk mengisi jabatan Ketua Dewan Pengarah BRIN sehingga harus diisi oleh tokoh politik?
Data Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan (Pusbindiklat) LIPI 2018 merangkum ada 9.661 peneliti di berbagai instansi pemerintah. Mereka tersebar di sejumlah kementerian, lembaga, badan, hingga komisi tertentu.
Klasifikasi peneliti tersebut terbagi menjadi empat yang merupakan jenjang jabatan fungsional. Dari yang paling rendah adalah peneliti pertama, peneliti muda, peneliti madya, dan paling tinggi peneliti utama.
Jabatan fungsional peneliti utama di instansi pemerintah proporsinya paling sedikit yakni 1.107 (11,46%). Selanjutnya, diikuti peneliti madya berjumlah 2.796 (28,94%) dan peneliti muda berjumlah 2.866 (29,67%). Sementara, peneliti pertama paling banyak jumlahnya yaitu 2.892 (29,93%).
ADVERTISEMENT
Sebanyak 9.661 peneliti di itu tersebar di 42 instansi pemerintah hingga DPR. Instansi yang paling banyak memiliki peneliti adalah Kementerian Pertanian sebesar 1.850 orang. Disusul LIPI sebesar 1.715 dan Kemendikbud sebanyak 819 peneliti.
Adapun instansi pemerintah dengan jumlah paling buncit adalah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Badan Narkotika Nasional. Kedua instansi tersebut memiliki masing-masing hanya 3 peneliti.
Meski demikian, proporsi peneliti di berbagai instansi pemerintah masih jauh dibandingkan dosen berpendidikan S3 di berbagai perguruan tinggi nasional.
Dosen yang sudah mengenyam bangku pendidikan paling tinggi itu mencapai 47.625. Dengan kata lain, dosen berpendidikan S3 di Indonesia sekitar 5 kali lipat dari jumlah peneliti di instansi pemerintah.
Sebagian dari dosen berpendidikan S3 tersebut juga memiliki jabatan fungsional tertinggi di perguruan tinggi yakni Guru Besar atau Profesor. Jumlahnya mencapai 6.243 orang dan tersebar di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika ditotal antara peneliti instansi pemerintah dan dosen berpendidikan S3 tersebut, ada 57.286 ilmuwan yang tidak diperhitungkan untuk menduduki jabatan ketua Dewan Pengarah BRIN.
Belum lagi jika menghitung dosen-dosen kampus yang pendidikan tertingginya tidak mencapai S3. Dosen lulusan S2 paling mendominasi angkanya sebesar 221.289. Disusul kemudian dosen S1 (25.743) dan dosen lulusan D1-D4 (2.393).
Jika seluruh dosen RI lulusan D1-D4 hingga dosen S3 beserta peneliti di instansi pemerintah digabung, maka totalnya menjadi 306.711. Itulah jumlah orang yang berkecimpung di dunia ilmu pengetahuan yang disisihkan Megawati.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, (BRIN), Laksana Tri Handoko. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Meski begitu, Handoko menjelaskan keberadaan Megawati yang juga ex officio Ketua Dewan Pengarah BPIP di struktur BRIN terkait dengan ideologi bangsa. Menurutnya, riset tak memiliki batas sehingga ilmu pengetahuan tak melebar dari Pancasila.
ADVERTISEMENT
"Riset dan pengetahuan ini bisa ke mana-mana. Misalnya bisa bikin bom nuklir atau kloning manusia. Dalam konteks untuk menjaga supaya pengetahuan ini tidak keluar dari ideologi Pancasila, makanya ada Dewan Pengarah yang dalam konteks itu adalah turut menjaga dari sisi eksternal," kata Laksana kepada kumparan di kantor LIPI, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).