Megawati Kritik RUU Penyiaran: Investigasi Kok Gak Boleh? Kan Ada Dewan Pers

24 Mei 2024 17:59 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri berpidato pada Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri berpidato pada Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ikut mengkritik rencana revisi Undang-undang Penyiaran yang sedang dibahas di Komisi I DPR. RUU ini menuai sorotan karena dikhawatirkan akan mengekang kebebasan pers.
ADVERTISEMENT
Salah satu pasal yang menuai sorotan dala RUU Penyiaran adalah memuat larangan penayangan produk jurnalisme investigasi.
"Belum lagi ada pelarangan produk jurnalistik investigasi dalam UU Penyiaran, lho untuk apa ada media?" kata Megawati dalam pidato politiknya dalam Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta, Jumat (24/5).
Ilustrasi wartawan. Foto: Shutter Stock
Presiden ke-5 RI ini mengatakan, produk jurnalistik investigasi seharusnya tidak perlu dilarang. Menurutnya, sudah ada Dewan Pers jika produk investigasi menyalahi ketentuan.
"Maka saya selalu mengatakan, kamu ada Dewan Pers, lalu harus mengikuti kode etik jurnalistik, kok gak boleh ya kalau ada investigasinya? Itu kan artinya pers tuh apa sih?" ucap Megawati.
"Menurut saya dia (pers) benar-benar turun ke bawah, saya banyak teman (wartawan), dulu kan waktu PDI saya sama pers itu suka makan lesehan itu kalau di Kebayoran tuh deket, dulu ada lesehan nasi, nasi uduk enak banget sama wartawan-wartawan, muda-muda, terus kan saya ajari kamu kalau jadi pers yang betul," tambah dia.
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri berpidato pada Rakernas V PDIP di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketua Dewan Pengarah BPIP ini mengatakan, saat ini terjadi banyak anomali dalam demokrasi. Mulai dari kecurangan Pemilu hingga revisi UU yang dilakukan diam-diam tidak sesuai dengan prosedur.
ADVERTISEMENT
"Menghadapi berbagai anomali demokrasi tersebut tentu pilihannya bukan dengan mencabut hak rakyat dan mengembalikannya ke dalam tangan MPR RI," ucap Megawati.
"Pilihan yang lebih bijak adalah percaya pada adagium vox populi, vox dei, bahwa suara rakyat adalah suara tuhan, bahwa suara rakyat adalah suara Allah SWT," kata Megawati,
"Ini juga diyakini bekerja pada pribahasa siapa menabur angin akan menuai badai," tutup dia.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid bersama Ketua LSF Rommy Fibri Hardianto saat kegiatan sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Arya Duta Hotel Kota Medan, pada Kamis (20/7/2023). Foto: Tri Vosa/kumparan

Penjelasan Komisi I

Sebelumnya Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid angkat bicara soal Revisi UU Penyiaran yang menuai polemik karena dikhawatirkan mengancam kebebasan pers.
"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I DPR yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir Manan, Prof Nuh, dan Alm Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis. Saling melengkapi termasuk dalam lahirnya Publisher Rights," kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (16/5).
ADVERTISEMENT
Mantan reporter TV ini menambahkan, Komisi I DPR menyadari keberlangsungan media yang sehat adalah penting. Jadi yang beredar saat ini menurutnya belum final.
"RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draft tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," kata politikus Golkar ini.