Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, masyarakat Indonesia sendiri sudah lama mengenal kebaya sebagai budaya bangsa. Praktis, sebagian besar masyarakat bertanya: kebaya sebenarnya milik siapa?
Kepada kumparan, doktor bidang sejarah dan editor pelaksana Jurnal Sejarah yang diterbitkan oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia, Andi Achdian bercerita soal sejarah kebaya tersebut.
Menurut Andi, kebaya muncul pada abad ke-16 akibat persinggungan budaya yang dibawa warga peranakan Tionghoa ke Nusantara.
"Pergerakan migrasi dari perempuan Tionghoa itu menyebar di berbagai wilayah di Asia Tenggara dan Nusantara. Abad 15 16 Asia Tenggara adalah wilayah yang saling terhubung. Ada perdagangan maritim sehingga kontak budaya di antara masyarakat yang sekarang disebut negara bangsa, itu kerap terjadi pertukaran budaya," ujar Andi kepada kumparan, Jumat (25/11).
ADVERTISEMENT
Nusantara yang pernah dikenal mencakup hampir seluruh Asia Tenggara, sebenarnya menunjukkan bahwa kebaya tersebar di semua bekas wilayah Nusantara.
"Kalau ke Singapura itu turun temurun para perempuan pakai apa yang kita kenal kebaya. Di Thailand juga seperti itu. Jadi dia khas regional bukan nasional," katanya.
"Di Indonesia kita melihat jejaknya di abad ke-16 itu dan saya kira perkembangannya lebih spesifik, dan di setiap wilayah tertentu punya kebaya tertentu. Seperti Jawa Timuran, Jawa Tengah, kainnya beda, bordirnya beda," kata Andi.
Ahli sejarah dan kebudayaan sekaligus Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta, Dwi Ratna Nurhajarini menjelaskan bahwa tak hanya dipakai oleh orang Nusantara saat itu. Orang Eropa yang saat itu mengeklaim memiliki kasta dan kelas lebih tinggi, juga menggunakan kebaya.
ADVERTISEMENT
"Saat masih di dalam masa penjajahan, kebaya pernah menjadi pakaian kelas mana pun, untuk warga mana pun, termasuk orang Eropa, peranakan yang ada di sini (Indonesia)," ujar Dwi Ratna kepada kumparan, Jumat (25/11).
Analis Sumber Sejarah di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Usman Manor, menguatkan penjelasan sejarah bahwa kebaya dimiliki oleh Asia Tenggara.
"Sebenarnya dari segi budaya kita memiliki kesamaan budaya itu justru yang mempererat kita. Tapi dengan adanya kolonialisasi penetrasi barat, budaya itu menjadi mengecil, ada sekat-sekat dari geografi. Itu dianggap membatasi adanya kebudayaan. Makanya tadi saya bilang di awal kebudayaan itu tidak terikat oleh geografi," ujar Usman, Jumat (25/11).
Sementara itu, Jurnal Arkeologi Malaysia dalam artikel berjudul Evolusi dan Tipologi Pakaian Wanita Melayu di Semenanjung Malaysia (2013), tiga peneliti asal Malaysia: Haziyah Hussin, Norwani MD Nawawi, dan Aishah, mengungkapkan bahwa kebaya dipercaya muncul kali pertama di Malaka.
ADVERTISEMENT
“Mengikut sumber lain yang tidak mempunyai catatan, kebaya dipercayai diperkenalkan oleh orang Portugis yang datang ke Melaka pada abad ke-16. Semasa itu baju ini merupakan baju yang dipakai oleh wanita Portugis. Ada setengah sumber pula menyatakan baju Kebaya ini merupakan baju wanita Melayu yang menjadi kegemaran wanita Portugis dan menjadikan baju ini sebagai pakaian mereka,” tulis artikel itu dalam bahasa Melayu.
Menurut penelitian ini, baju kebaya tersebar secara merata di semenanjung Malaysia, termasuk daerah bekas Nusantara: Indonesia dan Brunei Darussalam saat ini.
“Baju kebaya labuh dipakai di seluruh Malaysia, terutamanya di beberapa negeri pantai barat iaitu Selangor, Negeri Sembilan, Perak, Kedah dan Perlis. Di Melaka cum Pulau Pinang pula kebaya Libuh turut dipakai oleh wanita yang berketurunan Cina Peranakan dan India lahan ia turut dipakai di Brunei Darussalam, Singapura dan Sumatera,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel jurnal yang berjudul Baju Kurung or Baju Kebaya? Framing the History of the Brunei Women’s Fashion (2022) yang ditulis oleh peneliti Universiti Brunei Darussalam, Kamaliah Kamaluddin dan Asiyah Kumpoh, menyebut sejarah kebaya Brunei tak jauh berbeda dengan sejarah kebaya di tanah Melayu. Di Brunei, kebaya dikenal juga sebagai baju kurung.
“Dalam diskursus terkait pakaian perempuan di wilayah Asia Tenggara, khususnya Brunei dan Malaysia, studi terdahulu mengidentifikasi bahwa kedatangan pedagang Arab, India dan Tionghoa, sangat mempengaruhi pakaian perempuan lokal.” tulis artikel itu.
Penelitian itu juga mengakui bahwa asal usul kata kebaya berasal dari Arab.
“Pakaian tradisional Melayu lainnya, baju kebaya, juga diyakini berasal dari bahasa Arab 'habaya' Arab, yang merupakan ‘tunik panjang dengan bukaan depan,’” sambungnya.
ADVERTISEMENT