Melacak Asal Usul Konten Prank: Dari Era Romawi, Orde Lama, hingga Era Digital

24 April 2024 17:09 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Galih Loss. Foto: Instagram/@galihloss
zoom-in-whitePerbesar
Galih Loss. Foto: Instagram/@galihloss
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tiktoker @Galihloss29 menuai kritik usai konten prank begal viral. Dalam kontennya, Galih menuduh pengguna jalan yang saat itu sedang mengendarai motor sebagai pelaku begal. Kemudian, ia meneriaki pengendara itu hingga hampir diamuk massa.
ADVERTISEMENT
"Pak..pak...pak.. mau begal pak, mau begal pak... lu begal yaa..? Dia mau begal pak, motor saya pak. Mau dipakai sama dia pak." kata Galih dalam konten prank-nya.
Tak lain tak bukan, Galih lakukan dengan sukarela untuk meraup views di TikTok. Komedian, Egi Haw dalam akun Twitter-nya, @egiargians juga mengeluhkan konten buatan Galih. Bahkan, Egi mengaku telah menjelaskan kepada Galih, konten prank tersebut bisa menimbulkan masalah ke depannya.
Sebenarnya, bagaimana sejarah komedi prank tercipta? apakah konten prank selalu dapat membahayakan 'korban'nya?

Apa Itu Prank dalam Sebuah Komedi?

Prank dikenal juga dengan practical joke (lelucon praktik). Merujuk pada buku Practically Joking (2015) oleh Moira Marsh, komedi prank merupakan trik yang melibatkan beberapa orang. Biasanya, komedi jenis prank ini dapat menyebabkan korbannya malu, kaget, tidak nyaman atau terheran-heran.
ADVERTISEMENT
Lelucon prank dimuat dalam bentuk jebakan, tipuan, hoaks atau ketidakbenaran. Tujuan utamanya, prank muncul untuk membuat 'korban'-nya merasa tertipu, tapi tidak sampai dipermalukan.
Seorang wanita berpakaian badut berpartisipasi dalam pawai untuk memberi penghormatan kepada santo pelindung Meksiko, Our Lady of Guadalupe, di Mexico City, Meksiko, Senin (19/12/2022). Foto: Raquel Cunha/Reuters
Namun, prank yang berlebihan, melewati batas atau kejam dapat dianggap sebagai penindasan, pelecehan, pengucilan hingga merendahkan diri seseorang. Hal ini disampaikan Daniel Z. Kadar dalam bukunya Relational Rituals and Communication (2013).

Sejarah Prank Dunia dari Masa ke Masa

Meski begitu, prank sudah ada dalam bagian kebudayaan manusia di bidang hiburan. Awal mula prank tercatat muncul di dunia sejak era Romawi kuno pada 753 SM dalam perayaan Saturnalia.
Sebenarnya, Saturnalia yang terjadi pada abad pertengahan merupakan perayaan untuk memuja dewa Saturnus. Selama perayaan yang berlangsung selama 7 hari berturut-turut tersebut adalah momen ketika nilai sosial yang berlaku saat itu bisa dilanggar.
Ilustrasi wanita romawi. Foto: Shutterstock
Di antaranya, judi yang dilarang saat itu, kemudian dibolehkan. Orang-orang romawi dan budak diperbolehkan menggunakan baju kasual Yunani yang disebut synthesis—sebelumnya ini dianggap baju yang tidak sopan untuk orang Romawi.
ADVERTISEMENT
Para budak juga dibiarkan makan di meja majikan. Begitu pun sebaliknya, para majikan akan melayani budak-budak mereka. Pada saat itulah, mereka akan saling melakukan peran posisi yang tidak pernah mereka coba sebelumnya.
Pertukaran permainan dengan praktik lelucon (prank) pun dilakukan selama Saturnalia berlangsung. Mereka yang berperan memiliki julukan lord of misrule—tuan atas ketidaktertiban— atau dikenal juga dengan light-hearted mischief.
Taman hiburan romawi kuno pertama di Italia. Foto: REUTERS/Yara Nardi
Sementara, memasuki periode abad pertengahan, praktik lelucon ini dilakukan oleh pelawak istana untuk menghibur keluarga kerajaan dengan komedi dan trik-trik tipu muslihat. Seiring berjalannya waktu kreativitas prank terus mengalami pergeseran mengikuti perubahan lanskap sosial dan budaya.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan prank sejak saat itu menjadi bagian dalam merangsang dan mengekspresikan kreativitas juga selera humor manusia.
ADVERTISEMENT
Di abad ke-20, terdapat beberapa prank yang menggemparkan dunia. Tahun 1938, misalnya, terdapat siaran radio bertajuk "War of the Worlds". Saat itu, Orson Welles bercerita adanya invasi alien fiksi. Ternyata, ini berhasil membuat kepanikan massal di kalangan pendengarnya.
Selain itu, pada 1957, BBC di Inggris membuat konten prank "Spaghetti Tree Hoax". Lelucon tersebut melibatkan segmen berita yang memperlihatkan petani Swiss sedang memanen spaghetti dari pohon. Dampaknya panggilan masuk dari pemirsa pun tak terbendung. Mereka berbondong-bondong menanyakan cara agar bisa menanam pohon spaghetti itu.

Awal Kemunculan Prank di Indonesia

Prank juga tercatat ada di era kepemimpinan Sukarno dan Suharto. Saat Sukarno memimpin, ia pernah ditipu raja dan ratu bohongan di tahun 1950-an. Sebenarnya, peristiwa ini sebenarnya tak berniat untuk membuat sebuah lelucon praktik (prank) kepada Sukarno.
ADVERTISEMENT
Namun, kisahnya membuat masyarakat geger. Sukarno kedatangan sepasang raja dan ratu yang mengaku sebagai Raja Idrus dan Ratu Markonah. Mereka memperkenalkan diri sebagai ratu dan raja yang berasal dari Suku Anak Dalam di wilayah Lampung.
Presiden Indonesia, Sukarno (kedua dari kiri), dan anggota pemerintahannya menghadapi juru kamera Inggris setelah rapat kabinet yang diadakan di kediaman Presiden Batavia. Foto: Keystone/Getty Images
Tak hanya itu, Idrus dan Markonah juga berniat untuk memberikan sumbangan harta bendanya kepada negara sebagai bantuan dalam memperebutkan Irian Barat dari tangan Belanda.
Sukarno pun menyambut mereka seperti tamu penting di Istana Kepresidenan. Namun, selang beberapa waktu Markonah tak sengaja berbicara bahasa Jawa. Saat itulah, identitas Idrus dan Markonah mulai terbongkar.
Wakil Presiden RI ke-2, Adam Malik juga sempat tertipu dengan perempuan asal Aceh, Cut Zahara Fona. Ia mengaku janin yang tengah dikandungnya dapat berbicara, bahkan mengaji. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1970-an.
Ilustrasi Ibu Hamil dan musik untuk janin. Foto: Shutter Stock
Ramai-ramai masyarakat mulai menemui Cut Zahara untuk menempelkan langsung telinganya ke arah perut Zahara. Beberapa orang yang mendengar pun mengaku mendengar sayup-sayup mengaji Al-Quran.
ADVERTISEMENT
Media massa ramai-ramai memberitakan hal ini dan sejumlah ulama juga cenderung memvalidasi kabar tersebut dengan menyebut peristiwa itu sebagai kuasa Tuhan.
Namun, setelah ditelusuri lebih jauh oleh Tim Medis RSPAD, Cut Zahara tak sedang mengandung. Otomatis, tak ada janin di dalam perutnya. Ternyata selama ini Cut Zahara menggunakan sebuah tape recorder (perekam kaset) untuk mengeluarkan bunyi-bunyian.
Indonesia juga sempat memiliki program televisi legendaris yang berjenis komedi praktik (prank), yaitu Spontan Uhuy. Program ini berjalan dari 6 Januari 1996 hingga 22 Agustus 2002.
Pelawak Komeng dan Ulfa Dwiyanti menjadi pembawa acara telivisi komedi prank saat itu. Bahkan, tagline Spontan Uhuy masih sering digaungkan masyarakat ketika sedang bercanda sampai saat ini.
ADVERTISEMENT

Prank di Era Digital dan Bahayanya

Seiring berjalannya perkembangan teknologi, kehidupan digital yang memanfaatkan internet seperti aplikasi WhatsApp, TikTok, YouTube hingga Instagram semakin populer. Tak hanya digunakan untuk menunjang manusia dalam berkomunikasi, tetapi juga mulai banyak yang memanfaatkannya untuk mencari profit.
Ilustrasi ketawa. Foto: Shutterstock
Konten Prank jadi salah satu yang mampu menarik perhatian penonton. Ketika views meledak, semakin banyak sponsor bagi para creator, agar tetap memproduksi konten sejenis itu. Biasanya, hal ini terjadi di video-video yang diproduksi untuk YouTube maupun di TikTok.
Sebenarnya, efek yang ditimbulkan dari sebuah konten prank tergantung pada jenis prank yang dibuat. Berdasarkan jurnal Wadley, dkk. berjudul Digital Emotion Regulation: Current Direction in Psychological Science (2020), jenis prank yang 'positif', seperti pura-pura tidak bisa bernyanyi yang membuat 'korbannya' sedikit malu atau tersipu akan memberikan dampak yang positif juga.
ADVERTISEMENT
Jika prank masuk dalam jenis yang 'negatif', seperti mengandung sesuatu yang berbahaya, misalnya, membawa kantong palsu bantuan pangan, tapi ternyata berisi sampah. Korban otomatis akan tersinggung dan memberikan respons tidak menghargai.
Ilustrasi wanita berteriak atau marah. Foto: Shutterstock
Pembuatan konten prank tanpa tujuan apapun atau hanya sebatas perolehan profit, dikatakan Isnawan dalam jurnalnya Konten Prank Sebagai Krisis Moral Remaja Di Era Milenial Dalam Pandangan Psikologi Hukum Dan Hukum Islam (2021) sebagai perilaku yang antisosial.
Menurut Santos, dkk dalam Antisocial Behaviour: A Unidimensional Or Multidimensional Construct? (2019), perilaku antisosial seringkali dikaitkan dengan perilaku destruktif (merusak). Sebab, perilaku tersebut mengandung unsur kenakalan atau kekerasan.
Berbeda halnya dengan Millie dalam jurnalnya Anti-Social Behaviour, Behavioural Expectations And An Urban Aesthetic (2008), perilaku antisosial bergantung pada norma dan nilai yang berlaku di suatu daerah. Ketika individu menjadi sasaran prank dan ia tidak merasa nyaman, terganggu, bahkan secara fisik dan psikologis membuatnya terluka, maka prank tersebut menunjukkan perilaku yang antisosial.
ADVERTISEMENT