Melacak Jejak DNA Ariel Noah hingga Najwa Shihab

15 Oktober 2019 12:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sesi panel diskusi dalam pembukaan ASOI di Museum Nasional. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Sesi panel diskusi dalam pembukaan ASOI di Museum Nasional. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama hampir sebulan ke depan, akan ada pameran deoxyribonucleid acid atau DNA di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Kegiatan bertajuk Pameran Asal Usul Orang Indonesia (ASOI) ini digerakkan oleh majalah online Historia dan didukung oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Dalam pameran tersebut, dipamerkan hasil tes DNA dari 16 responden atau sukarelawan yang telah diteliti DNA-nya secara ilmiah melalui uji laboratorium. Responden tersebut terdiri dari para tokoh serta masyarakat umum.
Sejumlah tokoh familiar yang menjadi responden adalah politisi PSI Grace Natalie, politisi PDIP Hasto Kristiyanto, pejabat Kemendikbud Hilmar Farid, sineas Riri Riza, musikus Ariel Noah, hingga presenter terkenal Najwa Shihab. Hasil tes DNA para tokoh ini serta responden lainnya dipamerkan dalam format digital, yang bisa diakses sendiri oleh setiap pengunjung museum.
kumparan mencoba mengakses database hasil tes DNA tersebut sesaat setelah pembukaan pameran di Museum Nasional pada Selasa (15/10). Dari percobaan tersebut diketahui bahwa Ariel Noah, misalnya, memiliki gen dominan Asia Selatan. Sedang Najwa Shihab diperlihatkan memiliki gen dominan Asia Selatan dan Afrika Utara.
Capture salah satu hasil tes DNA dalam pameran ASOI di Museum Nasional. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
Selain menampilkan data hasil tes DNA para tokoh dan sukarelawan tes DNA dari unsur masyarakat umum, pameran ini juga menyediakan wadah uji DNA bagi para pengunjung. Dengan memanfaatkan sebuah aplikasi digital, pengunjung bisa menelusuri asal-usul dirinya dengan cara mengisi pertanyaan-pertanyaan seputar sifat diri di aplikasi tersebut.
ADVERTISEMENT
ASOI dibuka secara resmi hari ini oleh Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, bersama-sama dengan Pemimpin Redaksi Historia Bonnie Triyana, Hasto Kristiyanto, Grace Natalie, politisi PDIP Budiman Sudjatmiko, unsur ilmuan atau akademisi.
Acara pembukaan diiringi juga dengan panel ilmiah yang membicarakan seputar DNA manusia Indonesia dan penyebaran DNA di dunia.
Dalam momen pembukaan, Bonnie selaku penggerak kegiatan pameran mengatakan bahwa kegiatan ini digelar dalam semangat penyatuan atau penguatan semangat kebangsaan. Ia dan timnya merasa prihatin terhadap fenomena pertarungan antar-identitas yang kerap terjadi di Indonesia, terutama di masa kontestasi politik.
Padahal menurutnya, melalui penelitian DNA diketahui bahwa banyak kedekatan genetika di antara masyarakat Indonesia, bahkan dari yang warna kulitnya berbeda.
"Kami merasa prihatin, konstruksi sosial rasialisme menjadi stigma dalam 10 tahun terakhir, padahal takdir orang Indonesia beragam punya argumentasi historis masing-masing," ujar Bonnie dalam sambutannya.
ADVERTISEMENT
Tes DNA dianggap dapat menjawab permasalahan tersebut. Pengujian DNA dilakukan secara tepercaya dengan menggunakan laboratorium di Australia. Sampel DNA sejumlah individu diuji selama dua hingga tiga bulan.
Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid saat pembukaan ASOI di Museum Nasional. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
"Dengan ini berharap melawan stigma konstruksi sosial yang merugikan bangsa Indonesia, yang dapat membahayakan kesatuan Indonesia," tutur Bonnie.
Sementara itu Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan penelitian juga berangkat dari pertanyaan adakah orang asli Indonesia, sehingga dilakukan pendekatan secara kultural, dari perspektif genetika. Bahwasanya keberagaman yang dimiliki orang Indonesia sudah disamakan melalui nilai-nilai kebudayaan.
"Riset ini menegaskan semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika. Saya kira ini akan membuka lembaran-lembaran pemikiran baru tentang bagaimana kita mengelola bangsa yang majemuk, bersatu di dalam perbedaan," ucap Hilmar.
ADVERTISEMENT