Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Melepas Kepergian Buya Syafii, Ulama Besar Muhammadiyah dan Guru Bangsa
28 Mei 2022 8:27 WIB
·
waktu baca 10 menitADVERTISEMENT
Eks Ketua Umum Muhammadiyah Buya Syafii Maarif tutup usia pada Jumat (27/5). Buya --begitu dia disapa-- tutup usia di RS PKU Muhammadiyah Gamping sekitar pukul 10.15 WIB.
ADVERTISEMENT
"Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tanggal 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
Buya dikenal sebagai ulama dan cendekiawan Indonesia. Ia juga dikenal sebagai sosok yang kritis pada pemerintah meski Buya berhubungan baik dengan Presiden Jokowi.
Selain dikenal karena kebijaksanaannya, Buya juga dikenal sebagai sosok sederhana. Kisah-kisah kesederhanannya mudah dicari saat dia naik sepeda untuk mengajar atau ke pasar. Begitu juga saat viral fotonya menunggu kereta di Stasiun Tebet hendak menghadiri acara di Bogor.
Perjalanan Hidup Buya Syafii
Buya lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat pada 31 Mei 1935. Ia merupakan akan dari pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu dan Fatiyah.
ADVERTISEMENT
Buya masuk Sekolah Rakyat [setingkat SD] di Sumpur Kudus pada 1942. Selepas sekolah, Buya belajar agama di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah dan belajar mengaji di surau yang berada di sekitar tempatnya tinggal.
Pendidikan SR yang harusnya ditempuh selama 6 tahun dapat Buya selesaikan selama 5 tahun. Meski tamat, Buya tidak memperoleh ijazah karena perang revolusi kemerdekaan.
Ia juga tidak dapat langsung meneruskan sekolah selama beberapa tahun karena beban ekonomi. Buya baru melanjutkan sekolah pada 1950 di Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau.
Buya memutuskan merantau ke Jawa bersama 2 adik sepupunya, Azra'i dan Suward ketika dirinya berusia 18 tahun. Di Yogyakarta, Buya tidak bisa meneruskan sekolah karena pihak sekolah menolak menerimanya dengan alasan kelas sudah penuh.
ADVERTISEMENT
Buya sempat mengajar sebagai guru bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, tetapi tidak lama. Buya akhirnya bisa mendaftar sekolah dan diterima, dengan syarat harus mengulang kuartal terakhir kelas tiga.
Selama bersekolah di Yogyakarta, Buya aktif dalam organisasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar (dibawahi Lembaga Pers Mu'allimin), sebuah majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta.
Pada 1956, Buya memutuskan tidak melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Di usia 21 tahun, Buya berangkat ke Lombok untuk memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah untuk menjadi guru. Buya mengajar selama setahun di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pohgading.
Usai mengajar, Buya kembali ke Jawa untuk meneruskan pendidikan di Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana muda pada 1964. Buya kemudian melanjutkan pendidikannya untuk tingkat sarjana penuh di Fakultas Keguruan Ilmu Sosial IKIP [sekarang Universitas Negeri Yogyakarta].
Selama kuliah, Buya pernah menjadi guru mengaji, buruh, dan pelayan toko kain. Buya juga pernah membuka dagang kecil-kecilan bersama temannya dan menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Buya sempat menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Buya yang pernah menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam kemudian menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS.
Gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi: Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
Selama di Chicago, Buya terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Di sana, Buya kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.
ADVERTISEMENT
Usai menamatkan pendidikannya di luar negeri, Buya sering mengajar sebagai dosen maupun diundang sebagai profesor tamu di berbagai universitas. Pada 1995, ia ditunjuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada 1998-2005, Buya ditunjuk menjadi Ketua PP Muhammadiyah.
Menolak Jabatan Wantimpres
Pada 2015, Jokowi pernah menawarkan posisi Dewan Pertimbangan Presiden. Namun, Buya menolaknya karena memilih independen.
Meski demikian, Buya menyatakan kesediaannya menjadi Ketua Tim Independen untuk mengatasi konflik Polri-KPK pada 2015.
Buya Tutup Usia karena Sakit Jantung
ADVERTISEMENT
Direktur RS PKU Muhammadiyah Gamping, dr Ahmad Faesol, mengatakan Buya terakhir masuk rumah sakit pada 14 Mei.
"Kurang lebih 13 hari lalu dan saat itu kami sedang membentuk tim medis dari berbagai staf medis yang akan merawat beliau" kata Faesol.
ADVERTISEMENT
Saat itu, pengobatan Buya juga dilakukan dengan berkoordinasi dengan Tim Dokter Kepresidenan.
"Tim medis kepresidenan sudah datang ke sini, sudah melihat situasi dan oleh tim medis sini dan kepresidenan sudah disepakati untuk perawatan di sini [PKU Muhammadiyah Gamping]," ungkapnya.
"Alhamdulillah kita berjalan 13 hari di sini dan Allah menghendaki untuk yang terbaik beliau pada hari ini dipanggil," lanjutnya.
Sementara dokter spesialis jantung yang merawat Buya, dr Evita Devi Nur Rahmawati, mengatakan Buya dua kali dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Buya pertama dirawat pada Maret lalu. Setelah sempat pulang, Buya kembali dirawat pada 14 Mei.
"Jadi memang kondisi Buya saat masuk adalah serangan jantung yang kedua, ya. Jadi sebelumnya memang sudah mengalami serangan jantung," kata dr Evita.
ADVERTISEMENT
Sempat Keluhkan Nyeri Dada dan Sesak Napas Sebelum Wafat
Evita Devi Nur Rahmawati menceritakan riwayat perawatan Buya Syafii sejak awal masuk ke rumah sakit pada 14 Mei 2022. Menurut dia, ini adalah serangan jantung kedua yang dialami Buya Syafii.
"Serangan jantung yang kedua dan kali ini kami membuat tim medis langsung nggih, hari itu juga kita membuat tim medis untuk perawatan beliau," kata Evita.
Saat itu dokter memutuskan untuk dilakukan katerisasi jantung. Evita mengatakan setelah dilakukan katerisasi hasilnya banyak penyumbatan di pembuluh darah jantung Buya Syafii.
"Sumbatannya terlalu banyak, terlalu keras, dan memang sudah sulit untuk dilakukan pemasangan ring ataupun dilakukan suatu operasi bypass," kata Evita.
Buya Syafii akhirnya dilakukan perawatan optimal di rumah sakit. Dalam perjalanannya kondisinya semakin membaik.
ADVERTISEMENT
"Sudah mulai oksigen mulai dilepas pelan, kemudian sudah mulai mobilisasi sudah mulai fisioterapi, bahkan kita sudah merencanakan beliau untuk dipulangkan sebetulnya," kata Evita.
Namun, kemarin kondisinya berubah. Buya Syafii sempat mengeluhkan nyeri dada dan sesak napas.
"Semalam atau kemarin sore beliau mengeluhkan nyeri dada dan sesak napas kembali setelah kita evaluasi ternyata itu serangan jantung ulang lagi," kata Evita.
Evita mengungkapkan saat itu tim dokter langsung mengambil tindakan untuk meredakan sakit tersebut sesuai SOP. Menurutnya malam itu Buya sudah merasa tidak nyaman.
"Namun, ternyata tadi pagi beliau mengalami henti jantung, mengalami henti jantung. Kita lakukan resusitasi, pengobatan dan resusitasi jantung dan paru selama kurang lebih 1 jam karena henti jantung," kata Evita.
Tim dokter melakukan tindakan itu selama 1 jam hingga akhirnya denyut jantung buya kembali. Namun kondisi itu tidak bertahan lama.
ADVERTISEMENT
"Karena memang kondisi sudah apa sumbatan yang juga sudah berat sehingga henti jantung itu kembali terjadi 40 menit setelahnya di ruang ICCU," kata Evita.
"Pertolongan kembali resusitasi kita lakukan namun pertolongan yang terakhir ini tidak dapat mengembalikan seperti yang awal sehingga kami nyatakan meninggal dunia," kata Evita.
Jokowi hingga KPK Berduka Atas Wafatnya Buya Syafii
Jokowi menyampaikan duka cita atas wafatnya Buya Syafii mewakili negara.
"Pertama-tama atas nama pribadi, atas nama bangsa, atas nama negara saya menyampaikan ucapan duka cita yang mendalam atas berpulangnya atas wafatnya beliau, Buya Syafii Maarif, pada Jumat 27 Mei tadi pagi pukul 10.15 WIB," kata Jokowi.
Jokowi menilai Buya Syafii sebagai guru bangsa. Ia bahkan menyebut Buya Syafii sebagai kader terbaik Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
"Buya Syafii Maarif adalah guru bangsa dan yang saya lihat beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah kader terbaik Muhammadiyah yang selalu menyuarakan tentang keberagaman dan selalu menyuarakan tentang toleransi antar umat beragama, dan beliau juga selalu menyampaikan pentingnya Pancasila bagi bangsa," tuturnya.
Jokowi pun mengajak masyarakat untuk mendoakan Buya Syafii agar diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Menko Poluhukam Mahfud MD juga ikut berduka atas wafatnya Buya Syafii. Mahfud MD mengatakan, dirinya pernah menjadi asisten Buya Syafii saat beliau mengajar Pancasila.
"Saya adalah asisten Pak Syafii ketika mengajar mata kuliah Pancasila 2. Pancasila 2 itu Pancasila filsafat kenegaraan. Kalau Pancasila 1 itu mengenal sejarah Pancasila dan ide-ide ketatanegaraannya," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
"Kalau Pancasila 2 itu sudah mahasiswa tamat diajari itu satu semester. Saya mengajar itu bersama Pak Syafii saya sebagai asistennya saya punya kenangan yang cukup dalam," bebernya. Mahfud tak menjelaskan di kampus mana dia mengajar.
Eks Ketua MK itu menjelaskan, Indonesia saat ini kehilangan tokoh besar. Meski bukan seorang ningrat, Buya Syafii layak disebut sebagai seorang bangsawan.
"Bangsawan dalam arti bahwa dia selalu berpikir untuk kepentingan bangsanya sampai saat-saat terakhir," kata Mahfud.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga ikut menyampaikan duka atas wafatnya Buya Syafii. Sigit mengatakan, sosok Buya Syafii selama hidupnya telah memberikan pesan-pesan untuk kepentingan bangsa Indonesia.
“Tentunya dalam kesempatan ini kita semua mengucapkan turut berduka cita kepada seluruh keluarga karena kita telah kehilangan tokoh dan bapak bangsa yang selama ini selalu memberikan pesan-pesan kepada kita semua, tentunya kita semua kehilangan,” kata Sigit.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Sigit menjelaskan, amanah yang telah diberikan oleh almarhum Buya Syafii harus terus diteladani oleh masyarakat.
“Namun demikian apa yang menjadi pesan, apa yang menjadi amanah beliau tentunya terus kita lanjutkan sehingga bangsa ini tentunya juga dapat terus bisa menjadi lebih baik,” jelasnya.
Untuk itu, Sigit turut mendoakan agar almarhum Buya Syafii dapat diberikan di tempat terbaik disisi Tuhan dan bagi keluarga yang dtinggalkan dapat diberikan kekuatan.
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel ikut menyampaikan duka cita atas wafatnya Buya Syafii Maarif. Politikus NasDem itu mengatakan, dirinya dan seluruh bangsa Indonesia berdua atas wafatnya eks Ketua PP Muhammadiyah ini.
"Saya, dan juga seluruh bangsa Indonesia, tentu sangat berduka dan sangat kehilangan atas wafatnya Buya Syafii Maarif. Beliau bukan hanya mantan ketua umum dan tokoh Muhammadiyah," kata Gobel.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Beliau juga guru bangsa dan negarawan paling senior saat ini," lanjut dia.
Gobel menambahkan, Buya Syafii adalah pejuang pluralisme dan semangat kebinekaan bangsa Indonesia. Sikapnya sangat jelas dan tegas.
"Cintanya pada bangsa Indonesia begitu kental. Beliau juga memiliki pembelaan yang sangat kuat terhadap nasib wong cilik. Pergaulan Buya sangat luas dan melampaui sekat-sekat primordialisme," ucap dia.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hadir melayat dan menyalati jenazah Buya Syafii Maarif di Masjid Gedhe Kauman. Setelah melaksanakan salat jenazah, Ganjar mengatakan almarhum merupakan cendekiawan dan ulama besar Muhammadiyah.
Menurut Ganjar, Buya Syafii merupakan tokoh agama dengan tingkat intelektual yang tinggi. Sebab setiap nasihat dan ceramah Buya Syafii bisa mengayomi masyarakat dan menyejukkan.
ADVERTISEMENT
"Itulah beliau, bapak bangsa yang hebat dan Indonesia kehilangan bapak bangsa yang ngayomin, ngayemin, penuh dengan pemikiran yang sangat intelek," kata dia.
Ganjar menceritakan kenangannya bersama Buya Syafii saat dirinya masih kuliah di Universitas Gadjah Mada. Kala itu, Ganjar sempat mengundang Buya Syafii sebagai pembicara pada acara kampus saat bulan Ramadhan.
"Dan saya tidak pernah lupa waktu saya mahasiswa, acara Ramadhan di kampus, saya ngundang beliau jadi pembicara. Terus kita ngobrol, berbincang santai, mengedukasi kita, bagaimana aktivisme seorang mahasiswa, selalu menyenangkan," kenang Ganjar.
KPK turut berduka atas wafatnya Buya Syafii Maarif.
“Seluruh pimpinan dan pegawai KPK mengucapkan turut berduka cita atas wafatnya Buya Syafii Maarif. Semoga Beliau diberikan tempat terbaik di sisi-Nya serta keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan,” begitu cuitan dalam akun Twitter resmi KPK.
ADVERTISEMENT
Buya dikenal sebagai seorang ulama dan cendekiawan muslim dari Muhammadiyah. Namun bagi KPK, ada kedekatan tersendiri dengan Buya Syafii.
“Di lembaga kami, Buya juga pernah menggoreskan sejarah pengabdiannya ketika beliau menjadi salah satu anggota Panitia Seleksi (Pansel) KPK tahun 2010 silam,” tulis KPK.
“Tak akan lekang dari ingatan kami segala curahan pemikiran dan perhatian Buya, yang tak kenal lelah berkecimpung dalam pelbagai gerakan sosial termasuk dalam mengajarkan teladan antikorupsi,” lanjutnya.
Perjuangan Buya Syafii Maarif dalam merawat kemajemukan beragama, berbangsa dan bernegara selayaknya menjadi nyala inspirasi bagi generasi yang ditinggalkannya.
Selamat jalan, Buya.