Melepas Rindu di Stasiun Taipei

19 November 2018 11:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hall Taipei Main Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hall Taipei Main Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
ADVERTISEMENT
Hall Stasiun Taipei mendadak sangat ramai di hari Minggu. Bukan lagi menjadi tempat lalu lalang para penumpang kereta, tapi menjadi tempat bertemu para WNI. Mereka yang mencari sesuap nasi di negeri Taiwan berinteraksi sesama mereka dari pagi hingga malam hari.
ADVERTISEMENT
Tak ada yang lebih indah daripada tempat ini saat mereka bertemu massal. Ada yang sekadar melakukan kopi darat, melepas rindu, kangen-kangenan, ngobrol banyak hal, dan ada pula yang melakukan kegiatan sosial, menambah ilmu hingga membaca buku. Mereka berada di tempat itu seharian. “Sampai pukul 22.00 mungkin baru kami bubar,” kata Ade, salah seorang WNI yang sudah bekerja di Taiwan selama 6 tahun.
Para TKI yang berkumpul di hall ini, tidak hanya datang dari Taipei, tapi berbagai daerah di Taiwan lainnya seperti Taoyuan dan Keelung. Dua kota ini berjarak sekitar 1 jam perjalanan dengan kereta. Ada juga TKI yang datang dari kota lebih jauh, seperti Hsinchu yang berjarak 3 jam perjalanan dengan kereta. Bahkan ada juga yang datang dari Taichun, kota kedua terbesar di Taiwan, sekitar 300 KM dari Taipei.
ADVERTISEMENT
Hari Minggu, memang hari libur mereka. Ketentuan itu ada dalam aturan yang dibuat pemerintah Taiwan, yang harus ditaati oleh majikan atau perusahaan yang memekerjakan mereka. Kalau sampai ada TKI yang bekerja di hari Minggu, maka mereka harus mendapat uang lembur. Regulasi tenaga kerja asing yang diberlakukan di Taiwan saat ini memang merupakan salah satu yang terbaik. Hak-hak buruh migran diperhatikan.
Ada sekitar 260 ribu TKI yang bekerja di Taiwan. Sebagian besar mereka bekerja dalam sektor informal, seperti menjadi pembantu rumah tangga atau merawat manusia lanjut usia (manula), bayi atau anak-anak. Sebagian besar adalah perempuan. Kalau TKI laki-laki biasanya bekerja di perusahaan-perusahaan formal.
Gaji mereka yang bekerja di sektor informal sekitar Rp 8 juta per bulan. Sementara mereka yang bekerja di perusahaan, memiliki gaji yang lebih tinggi. Bila dihitung dengan lembur, sebagian dari mereka bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 20 juta. Tergantung dari perusahaan yang mempekerjakan mereka. Bila beruntung mendapatkan perusahaan yang bagus, para TKI bisa mendapatkan uang lebih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Taiwan memang memperbolehkan hall Stasiun Taipei atau lebih sering disebut Taipei Main Station (TMS) digunakan oleh para TKI untuk berkumpul sejak tahun 2000. TMS merupakan stasiun utama kota Taipei, yang merupakan stasiun terbesar dan terbagus. Arsitektur bangunan stasiun ini indah, dibuat oleh seorang arsitek Jepang bernama Fumihiko Maki. TMS memiliki ruang bawah tanah, mall dan juga loker penyimpanan, serta terhubung dengan bandara Internasional Taipei dan seluruh stasiun di Taipei.
Hall Taipei Main Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hall Taipei Main Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Adanya mall menjadi daya tarik tersendiri bagi TKI. Mereka bisa berbelanja barang dengan harga relatif lebih murah. Selain itu, di sekitar TMS, berdiri juga banyak warung makan yang dikelola orang-orang Indonesia. Warung-warung makan ini hanya terletak di seberang stasiun, sangat dekat untuk menjangkaunya. Menunya macam-macam khas Indonesia. Ada pecel, bakso, pecel lele, rawon, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sekadar berkumpul, di hall TMS ini, para TKI bahkan bisa menggelar acara-acara khusus. Mereka pernah menggelar konser musik dengan menghadirkan para penyanyi kenamaan tanah air, menggelar pengajian dengan penceramah dai kondang Indonesia. Mereka juga menggelar salat Idul Fitri dan halal bihalal di sini. Bila Idul Fitri tiba, maka TKI yang berkumpul di TMS semakin membludak.
Saat ditemui kumparan atas undangan Taipei Economic and Trade Representative Office (TETO) belum lama ini, beberapa TKI mengaku senang bisa mendapatkan tempat yang bagus untuk berkumpul bersama TKI yang lain. Ade, yang sudah 6 tahun tidak pulang ke Indonesia ini mengatakan pertemuan dengan para WNI ini sangat positif. Dengan pertemuan ini, maka masalah yang timbul selama ini di Taiwan bisa terselesaikan atau menjadi ringan.
Perpustakaan WNI di Taipei Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Perpustakaan WNI di Taipei Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Bagi dia, masalah utama yang dihadapi TKI, adalah saat mereka terkena kasus, terutama masalah hukum. Dengan perkumpulan seperti ini, maka para TKI akan solid dan saling membantu. Selain itu, dengan pertemuan ini, para TKI bisa merancang program-program atau rencana positif untuk mengasah pengetahuan mereka di bidang lain. “Bisa saling tukar informasi dan pengalaman,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, kata Ade, bagi TKI yang sudah berkeluarga, meninggalkan keluarga di Indonesia dalam waktu lama merupakan masalah. “Seperti saya ini. Saya ini sebagai suami, tapi seakan-akan bukan suami, karena saya tidak bersama istri dan anak-anak saya tiap hari, meski saya tiap bulan mengirim uang untuk mereka. Tapi, alhamdulillah istri memahami. Mau gimana lagi,” kata Ade.
Tony Thamsir, salah seorang WNI yang berada di Taiwan sejak tahun 1994, mengaku pertemuan para TKI di TMS tiap hari Minggu merupakan sesuatu yang sangat dinantikan para TKI. Setiap hari Minggu, sekitar 10.000 TKI berkumpul di sini. “Mereka datang dari selatan Taipei sampai utara Taipei. Di sini mereka bisa makan bersama, arisan, dan bahkan belajar bersama,” kata Tony, yang sejak 18 tahun lalu selalu ikut berkumpul bersama TKI di TMS.
Tony Thamsir WNI di Taiwan. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tony Thamsir WNI di Taiwan. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Pria kelahiran Medan 42 tahun lalu ini berada di Taiwan untuk kuliah, kemudian bekerja. Saat ini dia menjadi penyiar di Radio Taiwan International. Keluwesannya dalam bergaul dan kemahirannya dalam berbahasa Mandarin, membuat Tony sering menjadi tempat mengadu masalah oleh para TKI di Taiwan.
ADVERTISEMENT
“Masalah utama teman-teman TKI di sini adalah deskripsi pekerjaan yang tidak sesuai seperti yang dijanjikan saat mereka tanda tangan kontrak. Hal lain adalah soal libur, mengingat mereka bekerja mengasuh orang tua,” kata Tony.
Meski di Taiwan ada 260 ribu TKI, namun sebenarnya Indonesia dan Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatik, karena Indonesia menganut sistem One China Policy. Selama ini interaksi antara Indonesia dan Taiwan dikoordinasi oleh Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) yang berada di Taiwan dan TETO yang berada di Indonesia.
Meski tak ada hubungan diplomatik, hubungan Indonesia dan Taiwan cukup mesra, terutama hubungan perdagangan dan ekonomi. Berdasarkan data TETO, Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan antara kedua negara sebesar US$ 1,48 miliar selama tahun 2017. Sementara nilai investasi Taiwan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama 2016, Taiwan berinvestasi di Indonesia sebesar US$ 149,1 juta. Jumlah total investasi di Indonesia hingga 2016 mencapai US$ 15 miliar dan menempati rangking 16 besar.
ADVERTISEMENT
Deretan warung Indonesia di Taipei Main Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Deretan warung Indonesia di Taipei Main Station. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)