Melihat Aturan Kategori Gelar Profesor yang Berasal dari Perguruan Tinggi

19 Juli 2024 11:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor UII Fathul Wahid ditemui di kampusnya, Rabu (8/3/2023). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rektor UII Fathul Wahid ditemui di kampusnya, Rabu (8/3/2023). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rektor UII Yogyakarta, Fathul Wahid, mengeluarkan surat edaran yang berisi meminta gelar lengkapnya seperti profesor dan lain sebagainya tak perlu ditulis kecuali untuk ijazah untuk segala hal dalam surat menyurat.
ADVERTISEMENT
Fathul ingin jabatan profesor ini dianggap sebagai amanah. Dia tak ingin ada sekelompok orang termasuk politisi dan pejabat hanya sekadar mengejar jabatan profesor.
"Adalah sekelompok orang termasuk para politisi dan pejabat itu mengejar-ngejar jabatan ini. Karena yang dilihat tampaknya lebih ke status, ya. Bukan sebagai tanggung jawab, amanah," katanya lewat sambungan telepon.

Lantas, bagaimana sebenarnya aturan pemberian gelar profesor di Indonesia?

Dalam regulasi di Indonesia, ada tiga kategori gelar profesor yang berasal dari perguruan tinggi.
Yang pertama, dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebut bahwa guru besar atau profesor merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di pendidikan tinggi.
Kemudian, dalam Pasal 48 ayat (2) juga diatur lebih lanjut terkait jenjang jabatan dosen tetap. Mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor. Hal serupa juga tertuang dalam Pasal 72 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan aturan tersebut, gelar profesor bukanlah merupakan gelar atas hasil capaian menempuh pendidikan akademik. Melainkan, gelar tersebut adalah gelar jabatan bagi dosen sebagai bagian dari jenjang kariernya selama masih aktif mengajar.
Lalu yang kedua adalah dalam Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Berikut bunyinya:
Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Berdasarkan aturan itu, gelar profesor merupakan gelar yang tidak bisa dipakai selamanya oleh dosen yang menyandang gelar tersebut.
Untuk mendapatkan gelar profesor tersebut, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Dalam Pasal 48 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
ADVERTISEMENT
Bahkan, dalam Pasal 72 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dibeberkan persyaratan umum untuk memperoleh gelar profesor tersebut. Berikut bunyi aturannya:
Dosen yang telah memiliki pengalaman kerja 10 (sepuluh) tahun sebagai dosen tetap dan memiliki publikasi ilmiah serta berpendidikan doktor atau yang sederajat, dan telah memenuhi persyaratan dapat diusulkan ke jenjang jabatan akademik profesor.
Lalu kategori ketiga, yakni profesor emeritus dan profesor kehormatan.
Profesor emeritus adalah gelar yang diberikan kepada profesor yang sudah pensiun, tapi dipekerjakan kembali di lingkungan perguruan tinggi asal.
Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Guru Besar/Profesor dan Pengangkatan Guru Besar/Profesor Emeritus, mengatur bahwa pengangkatan ini hanya bisa paling lama lima tahun.
ADVERTISEMENT
Ada hal yang berbeda antara profesor dan profesor emeritus. Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, hanya profesor yang berhak membimbing calon doktor. Sementara, profesor emeritus tidak.

Profesor Kehormatan

Sementara itu, juga ada namanya gelar profesor kehormatan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi, disebutkan bahwa profesor kehormatan adalah jenjang jabatan akademik profesor pada perguruan tinggi yang diberikan sebagai penghargaan kepada setiap orang dari kalangan nonakademik yang memiliki kompetensi luar biasa.
Penganugerahan gelar Profesor Kehormatan kepada Megawati di Universitas Pertahanan RI di kampus Sentul pada 11 Juni 2021. Foto: PDIP
Lebih lanjut, Pasal 3 dalam aturan yang sama juga mengatur syarat atau kualifikasi bagi orang yang akan diangkat sebagai profesor kehormatan.
ADVERTISEMENT
Kriteria tersebut di antaranya adalah memiliki kualifikasi akademik paling rendah doktor, doktor terapan, atau kompetensi yang setara dengan jenjang 9 pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, memiliki kompetensi luar biasa dan/atau prestasi eksplisit dan/atau pengetahuan luar biasa, memiliki pengalaman yang relevan dengan prestasi luar biasa yang mendapat pengakuan nasional dan/atau internasional, serta berusia paling tinggi 67 tahun.
Sementara untuk masa jabatannya diatur dalam Pasal 6, yang menyebutkan bahwa gelar profesor kehormatan berlaku paling singkat tiga tahun dan paling lama lima tahun.
Akan tetapi, masa jabatan tersebut dapat diperpanjang dengan mempertimbangkan kinerja dan kontribusi yang bersangkutan dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dengan batas usia paling tinggi yakni 70 tahun.
ADVERTISEMENT