Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Media sosial dihebohkan dengan video viral seorang WNA yang menyatakan polisi mencegat dan memeriksa dokumen alias tilang di Bali. Belakangan diketahui, WNA tersebut adalah Valeria Vasilieva , ratu kecantikan Estonia yang akan mengikuti ajang Miss Global 2022.
ADVERTISEMENT
Tuduhan korupsi itu dibagikan Valeria dalam Instagram pribadinya, @lerusi_k, namun telah dihapus.
“Kalau kamu ingin liburan ke Bali, siap-siap saja. Karena polisi akan menghentikanmu, di mana saja (dan) memeriksa dokumen yang kamu punya. (Kalau dokumen tidak lengkap), mereka akan menghabiskan semua uang yang kamu punya untuk para polisi yang korupsi ini. Semoga beruntung," katanya, diunggah kembali oleh akun @denpasar.viral.
Meski begitu, Estonia masih punya catatan buruk soal korupsi.
Business Insider pada tahun 2016 mengurutkan negara-negara sejahtera dan demokratis dengan tingkat persepsi korupsi yang tinggi. Hasilnya, Estonia berada di peringkat ke 15 dari 18 negara. Hal ini menunjukkan masih ada praktik korupsi di negara maju, baik yang terekspos maupun tidak.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, jika dilihat secara global, riset dari lembaga Transparency International tahun 2016 mencatat Estonia berada di ranking 22 dengan skor 70 sebagai negara yang bersih dari korupsi. Peringkat tersebut mengurutkan 176 negara dengan skala skor Corruption Perceptions Index (CPI) 0 untuk negara paling korup dan 100 untuk negara terbersih dari korupsi.
Mayoritas negara dengan tingkat korupsi tertinggi memang berasal dari kawasan Afrika dan Timur Tengah di mana penegakan hukum masih lemah dan kemiskinan merajalela.
Ranking yang didapat Estonia itu menunjukkan tingginya kebebasan pers, kemudahan akses informasi dana publik, sistem hukum yang independen, serta integritas pejabat publik yang makin baik.
Namun di sisi lain, negara maju seperti Estonia juga bisa punya masalah soal konflik kepentingan, penggelapan uang, dan penegakan hukum yang tidak merata. Hal-hal ini bisa mendistorsi kebijakan publik dan memperburuk korupsi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2021, Estonia berhasil naik ke peringkat ke-13 dengan skor CPI 74, naik 4 skor dari tahun 2016. Pencapaian ini membuat Estonia jadi salah satu negara paling bersih dari korupsi.
Di tengah pandemi COVID-19 itu, banyak negara yang mengesampingkan transparansi keuangan. Alhasil, negara dengan skor tinggi seperti Estonia bisa dikatakan ‘bersih’, namun masih mungkin melakukan korupsi transnasional yang merugikan rakyat.
Hal ini terbukti bisa sampai melibatkan tokoh besar.
Masih di 2021, Perdana Menteri Estonia sekaligus pemimpin Partai Sentral (Center Party), Juri Ratas mengundurkan diri dari jabatannya. Ini terkait dengan skandal korupsi yang melibatkan pejabat penting di partai tersebut. Pejabat itu diduga menerima sumbangan pribadi untuk partai sebagai imbalan atas bantuan politik.
ADVERTISEMENT
Dilaporkan Deutsche Welle, Ratas mengaku tak terlibat dalam kasus tersebut. Dia berharap, pengunduran dirinya bisa membuat situasi lebih baik.
Mengendalikan Korupsi
Estonia bisa menjadi contoh salah satu negara dengan pengendalian korupsi terbaik, mengingat skor CPI-nya yang terus mendekati 100. Lantas, apa rahasianya?
Berdasarkan riset yang dilakukan Worldwide Governance Indicator (WGI), salah satu badan Bank Dunia, Estonia mendapat skor 89,9 untuk indikator tata kelola pemerintahan secara agregat dan individual. Nilai tersebut lebih tinggi dari Slovenia (ke-2) dan Georgia (ke-3), yang juga negara bekas pecahan Soviet.
Menurut Business Anti-Corruption Portal, dikutip dari OCCRP, mayoritas institusi pemerintah Estonia mempunyai level integritas dan transparansi yang tinggi. Hukum Estonia melarang tegas praktik suap ‘pelicin’ dan gratifikasi berupa uang maupun barang sebagai imbalan jasa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penduduk Estonia juga punya kepercayaan yang tinggi kepada kepolisian. Negara tersebut mempunyai sistem ketat untuk mengatasi korupsi yang melibatkan polisi dan menghukum mereka yang menerima suap.
“Dalam tujuh tahun terakhir, hanya 20 negara yang menunjukkan kenaikan skor CPI secara signifikan, termasuk Estonia, Senegal, Guyana, dan Cote D’Ivore,” kata Transparency International.
Negara republik kecil tersebut merupakan salah satu contoh negara yang mampu mengendalikan korupsi lewat kemajuan teknologi. Usai kolapsnya Uni Soviet tahun 1991, Estonia mampu berkembang melalui digitalisasi dengan pesat.
Tahun 1995, pemerintah pertama kali merilis database online untuk sektor publik. Ini disusul dengan pembuatan portal negara (riik.ee) (1998), teknologi yang memungkinkan cross-usage data publik (2001), serta pengenalan kartu identitas elektronik (2002).
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ, pemerintah Estonia juga mencanangkan program No Citizen Left Behind guna mengatasi masalah transparansi dan akuntabilitas. Lewat program tersebut, Estonia memberikan akses layanan e-Government seluas-luasnya kepada publik.
Seiring dengan tumbuhnya penggunaan komputer dan pemasangan internet di ruang publik, penduduk Estonia tak kesulitan mengakses informasi yang relevan, berkualitas, dan bisa dipercaya terkait kebijakan pemerintah.
Oleh sebab itu, mereka bisa urung melakukan korupsi kepada pegawai pemerintah. Lebih lanjut, informasi yang transparan mampu membuat pejabat Estonia berpikir dua kali jika ingin korupsi.