Melihat Data Ancaman Banjir Rob Permanen dan Potensi Tenggelamnya Semarang

27 Mei 2022 11:38 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi banjir yang merendam rumah warga di Bandarharjo Semarang Utara, Senin (23/5/2022). Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi banjir yang merendam rumah warga di Bandarharjo Semarang Utara, Senin (23/5/2022). Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
ADVERTISEMENT
Banjir rob menerjang pesisir utara Kota Semarang sejak Senin (23/5) lalu. Di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, banjir rob mencapai 1,5 meter akibat tanggul jebol. Air pun masuk ke perkampungan di Kawasan Industri Lamicitra.
ADVERTISEMENT
“Pertengahan Mei hingga Juni merupakan puncak pasang tertinggi disebabkan posisi jarak bumi dan bulan relatif dekat dan memicu air pasang tinggi," ujar Koordinator Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas Ganis Erutjahjo saat dihubungi wartawan, Senin (23/5).
Ia menambahkan, fenomena puncak pasang tertinggi juga dibarengi tingginya gelombang laut yang mencapai 1,25 meter hingga 2 meter yang akan terjadi hingga pertengahan bulan Juni. Alhasil, limpasan air ke darat semakin banyak. Fenomena ini makin diperparah dengan tanggul yang jebol. Hingga Kamis (26/5), petugas gabungan masih berjibaku memperbaiki tanggul.
Banjir rob dikenal jadi bencana tahunan di kawasan pesisir pantura Jawa Tengah. Namun, menurut warga, banjir kali ini adalah yang terparah.
Sebanyak 22 ribu warga terdampak banjir rob terparah yang pernah terjadi di pesisir utara Jawa Tengah. Selain Kota Semarang, banjir rob juga melanda Kabupaten Demak, Rembang, Pekalongan, Tegal, dan Pati.
ADVERTISEMENT

Semarang Diprediksi Cepat Tenggelam

Foto udara polisi bersama warga dan relawan bergotong royong menutup tembok kawasan industri atau tanggul yang jebol di kawasan industri Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Rabu (25/5/2022). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
Pada April 2022 lalu, media Quartz melaporkan kota-kota pesisir di dunia yang paling cepat tenggelam. Dalam laporannya, Kota Semarang berada di peringkat kedua sebagai kota yang cepat tenggelam lantaran penurunan permukaan tanah yang cepat setiap tahunnya. Sementara DKI Jakarta berada di posisi ketiga.
Hal ini juga dibuktikan oleh riset Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Pantauan tim penelitian dan pengembangan land subsidence berdasarkan data satelit penginderaan jauh menunjukkan bahwa Semarang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan.
Semarang
Pada tahun 2015, akumulasi penurunan tanah berada di angka 0,078 meter. Jumlah tersebut terus naik hingga mencapai 0,236 meter pada 2020. LAPAN melaporkan, rata-rata land subsidence secara vertikal selama periode 2015-2020 di Kota Semarang berkisar antara 0,9-6 cm per tahun.
ADVERTISEMENT
Sebagai perbandingan, berikut data penurunan muka tanah di sejumlah wilayah RI.
Bandung
Di Kota Bandung, penurunan muka tanah terus naik sejak 2015. Berdasarkan laporan LAPAN, laju rata-rata land subsidence di Bandung tahun 2015-2020 berada antara 0,1-4,3 cm per tahun
Cirebon
Kota Cirebon turut menunjukkan penurunan muka tanah setiap tahun dalam periode 2015-2020. Dalam jangka waktu tersebut, rata-rata penurunan muka tanah berkisar antara 0,28-4 cm per tahun.
Surabaya
Kota pesisir lainnya, Surabaya, juga mengalami land subsidence yang mirip dengan Semarang. Rata-rata penurunan muka tanah di kota tersebut periode 2015-2020 antara 0,3-4,3 cm per tahun.
Pekalongan
Kota yang satu ini juga menunjukkan rata-rata land subsidence yang cukup besar tiap tahunnya. Sejak 2015 hingga 2020, rata-rata penurunan muka tanah di Pekalongan bervariasi, antara 2,1-11 cm per tahun.
ADVERTISEMENT
DKI Jakarta
DKI Jakarta yang juga diprediksi cepat tenggelam, menunjukkan penurunan muka tanah yang signifikan sejak 2017. Pada tahun 2020, akumulasi penurunan muka tanah di DKI sebesar 0,221 meter per tahun, hanya selisih 0,015 meter/ tahun dibandingkan Semarang. Rata-rata penurunan muka tanah dalam periode tersebut adalah sekitar 0,1-8 cm/tahun.
Sementara data-data Global Positioning System (GPS), Interferometric Synthetic Aperture RADAR (InSAR), serta data LiDAR (Light Detection and Ranging) menunjukkan penurunan tanah di Jakarta bisa mencapai 10 cm per tahun. Di sisi lain, lebih dari 20 persen wilayah Jakarta sudah berada di bawah laut, sehingga memang rentan untuk tenggelam.
Meski begitu, Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB menemukan fakta menarik. Jakarta kini mengalami perlambatan laju atau kecepatan penurunan tanah yang menjadi kesempatan baik untuk upaya mencegah Jakarta tenggelam.
ADVERTISEMENT
"Pembangunan tanggul dan penataan pesisir juga merupakan upaya untuk mencegah Jakarta tenggelam," ujar Ketua Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB, Heri Andreas, yang juga Ketua Laboratorium Geodesi ITB.
Sejumlah pekerja pelabuhan mendorong motor mereka yang mogok saat menerobos banjir limpasan air laut ke daratan atau rob yang merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/5/2022). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
Heri justru lebih prihatin dengan potensi tenggelamnya sejumlah kota di Jawa Tengah, sebab penurunan tanah di wilayah seperti Semarang, Pekalongan, dan Demak lebih besar dari Jakarta. Wilayah yang berada di bawah laut juga lebih luas dari ibu kota.
"Dalam 10 tahun ke depan jika tidak ada upaya manajemen risiko yang baik, maka prediksi tenggelamnya wilayah-wilayah ini akan lebih pasti dibandingkan Jakarta," ujarnya.

Kenaikan Permukaan Air Laut dan Ancaman Banjir Rob Permanen

Banjir rob tak lepas dari fenomena naiknya permukaan air laut hingga menggerus wilayah pesisir. Menurut laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change)–salah satu badan PBB yang meneliti perubahan iklim–yang dirilis tahun 2021, rata-rata kenaikan permukaan laut global berkisar antara 0,44-0,74 meter pada akhir abad ke-21.
ADVERTISEMENT
Pada grafik di atas terlihat skenario estimasi rata-rata kenaikan permukaan air laut global di tahun 2100. RCP, Representative Concentration Pathways, merupakan istilah yang menjelaskan 4 skenario emisi yang berbeda dalam hal jumlah populasi, pertumbuhan ekonomi, konsumsi energi, dan sumber penggunaan lahan selama satu abad ini.
Makin besar angka pada RCP, semakin buruk kondisi bumi. Jadi, asumsinya, skenario RCP 8,5 adalah masa di mana emisi karbon sangat tinggi, populasi sangat tinggi, dan hutan-hutan sangat berkurang. Jika dunia mencapai situasi itu, maka artinya, estimasi rata-rata kenaikan permukaan air laut global bisa mencapai 11,2 mm dalam setahun.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Climate Change Knowledge Portal, tampak anomali permukaan air laut setiap bulan dalam periode 1993-2015 menunjukkan peningkatan yang pesat. Pada akhir 2015, anomali permukaan air laut mencapai 70,59 mm.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kenaikan permukaan air laut serta ombak tinggi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap erosi pesisir. Hal ini tentu membahayakan penduduk pesisir, termasuk Kota Semarang. Sebab, tingginya air laut dapat menimbulkan banjir rob permanen, penurunan tanah, dan mengancam ketersediaan sumber air bersih. Selain itu, banjir rob melumpuhkan aktivitas warga sekitar.
Laporan IPCC juga mencatat bahwa Indonesia menempati peringkat kelima tertinggi dalam hal banyaknya penduduk yang tinggal di area pesisir rendah. Jika tak ada upaya beradaptasi dengan kondisi naiknya permukaan air laut ini, maka diperkirakan sekitar 4 juta populasi pesisir akan mengalami banjir rob permanen di masa depan.
Menurut laporan IPCC tahun 2021, banjir rob yang terjadi di pesisir merupakan akibat dari tingginya penurunan tanah yang disebabkan oleh degradasi ekosistem di dataran rendah.
ADVERTISEMENT
Namun, ada faktor pendukung lainnya. Pemanasan global yang kian parah akan mencairkan gunung es, sehingga air laut makin tinggi, meluas, dan bertambah volume.
Kenaikan air laut ini bukan hanya mengancam keberadaan pesisir dalam jangka panjang saja, melainkan juga akan menambah frekuensi ombak pasang yang didorong oleh badai. Ini tentu akan membahayakan pulau-pulau rendah.
Sebuah penelitian berjudul “Daerah Rawan Genangan Rob di Wilayah Semarang” dalam Journal of Marine Research yang dirilis Universitas Diponegoro tahun 2012 melaporkan bahwa wilayah pesisir Semarang mempunyai topografi yang landai dengan kemiringan antara 0-2 persen. Sebagian besar wilayahnya hampir sama tinggi–bahkan ada yang lebih rendah–dari permukaan laut.
Jurnal tersebut juga menyebut Kota Semarang memiliki masalah kerusakan lingkungan akibat banjir rob. Hal ini disebabkan oleh kontur kota yang relatif datar, sehingga menyulitkan sistem drainase saat mengalirkan air ke daerah kota, terutama saat air laut pasang.
ADVERTISEMENT

Apa Langkah Selanjutnya?

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Ganjar saat meninjau beberapa titik yang tergenang rob di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/5/2022). Foto: Dok. Istimewa
Banjir rob di Kota Semarang sendiri merupakan masalah yang tak kunjung teratasi. Pada tahun 2021 lalu, banjir juga pernah terjadi.
Kala itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sampai menegur Gubernur Jateng Ganjar Pranowo soal banjir rob di Kota Semarang. Megawati mengaku sudah meminta Ganjar untuk membereskan masalah tersebut sejak awal mengusungnya sebagai gubernur.
Pada kesempatan terpisah, Ganjar mengatakan teguran itu datang karena Megawati sangat khawatir soal penurunan permukaan tanah di wilayahnya hingga menyebabkan banjir rob.
Pemkot Semarang sendiri telah melakukan sejumlah langkah antisipasi. Salah satunya, penerapan teknologi pembangunan yang dapat mencegah penurunan muka tanah atau land subsidence.
“Kita sudah memberikan saran kepada teman-teman BBWSO agar kita menggunakan konstruksi dan inovasi teknologi agar pembangunan tanggul laut dapat bertambah setiap tahun,” kata Sekretaris Daerah Kota Semarang, Iswar Aminuddin pada Rabu (25/5)
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan pembangunan kolam yang terhubung dengan tanggul laut.
“Sebenarnya tanggul laut ini kita memang butuhkan karena ada 220 hektar tanah kan bisa dimanfaatkan sebagai kolam retensi yang menghasilkan air baku. Air baku ini bisa kita manfaatkan untuk air bersih, jadi di sini pantura tidak perlu mengambil air tanah lagi,” imbuhnya.