Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Berkebun selama ini menjadi salah satu hal yang sulit dilakukan di kota-kota besar. Ketersediaan lahan yang minim membuat orang-orang di kota besar mengurungkan niatnya untuk bercocok tanam. Namun hal itu tidak terjadi di Kampung Bausasran, Kelurahan Bausasran, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta .
ADVERTISEMENT
Para warga di Kampung Bausasran mampu memanfaatkan lahan sempit menjadi lebih bermaanfaat. Bahkan hasil berkebun tersebut bisa disumbangkan ke dapur umum untuk membantu warga terdampak corona.
Sayur yang ditanam bermacam-macam seperti kangkung, sawi, terong, cabai. Dalam sehari panen sayur mayur itu mencapai 10 kilogram. Media tanamnya pun beragam baik di tanah dan hidroponik.
“Kalau panen memang belum banyak. Kalau sehari rata-rata 10 kilogram sayuran. Itu ada kangkung, sawi, terong, cabai. Ke dapur umum (bantuan sayur) itu melihat kebutuhan mereka. Misal butuh sawi 10 kilogram ya kita kasih. Kalau panen terong ya kita kasih terong,” kata Winaryati saat ditemui di kampungnya, Kamis (18/6).
ADVERTISEMENT
Meski tidak setiap hari memasok sayur ke dapur umum, tapi setidaknya ini menjadi upaya warga untuk saling bahu membahu di masa sulit. Terdapat 2 dapur umum yang biasa dipasok sayur yaitu di Semaki dan Wirogunan. Di dua dapur umum tersebut, makanan diolah dan disalurkan ke warga yang membutuhkan.
“Jumat ada dapur balita. Selama ini kan tidak diperhatikan akhirnya swadaya. Kelompok tani punya sayur ibu kader punya bakso. Kita bikin dapur,” katanya.
Winaryati bercerita, awal mula kampung sayur bermula dari sebuah lomba Program Kampung Iklim (Proklim). Warga mendapat tantangan dari lurah untuk mendirikan kampung yang hijau penuh sayur mayur. Kelurahan setempat saat itu memberi modal awal Rp 3 juta. Dari situ warga kemudian menambah modal dengan cara iuran bibit hingga media tanam.
ADVERTISEMENT
“Tadinya gini. Kita ditantang sama lurah sebenarnya berani enggak lomba proklim yang memang di situ harus hijau tertata. Akhirnya ada dua lomba diikuti lomba proklim sama kampung sayur. Namanya kampung sayur harus seluruhnya hijau. Akhirnya koordinasi RT-RW menghijaukan gang-gang ini. Karena punya keinginan jadi kampung sayur akhirnya secara mandiri 90 persen dana swadaya. Dari dana kelurahan 3 juta untuk beli bibit dibagikan 20 RT,” jelasnya.
Dari modal awal tersebut, kini jumlah pot sayur di kampung tersebut mencapai 2.000. Sayur itu cukup untuk kebutuhan warga setempat. Warga bisa membeli di mana uangnya digunakan untuk perputaran Kampung Sayur. Selain itu, mereka juga menjual bibit-bibit tanaman sebagai tambahan.
“Setelah ada kampung sayur manfaat sangat banyak pertama bisa menikmati panenan sendiri ketahanan pangan seperti UMKM bisa bikin jus. Kalau ada tamu ke sini kita bikin bazar kue jamu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kampung sayur ini pun kerap menjadi tempat studi banding, KKN, dan tempat belajar bagi pelajar. Ia pun memberi tantangan kepada pengunjung yang datang untuk ikut mengembangkan kampung sayur di tempatnya masing-masing. Selain itu Winaryati juga menyampaikan berbagai kendala yang harus dihadapi.
“Tantangan di lahan sempit satu sinar matahari menjadi kendala, kadang kurang sinar matahari. Bismillah namanya usaha kalaupun kurang ya masih hidup. Kalau hama juga banyak tapi kita bisa menyiasati. Kita tidak nyemprot pakai pestisida. Kita alami dari tembakau, brotowali yang bau-bau itu kita bikin pestisida,” ucapnya.
Sementara itu salah seorang warga, Nina, mengatakan kampung sayur bisa menjadi penyalur hobinya. Di sela-sela berdagang kue, dia selalu menyempatkan diri untuk bertanam. Lahan di rumahnya pun ditanam sayur mayur seperti terong.
ADVERTISEMENT
“Saya senang beli tanaman, media, pupuk. Rasanya puas karena dari dulu hobi,” kata Nina.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.