Melihat Jurnal Ilmiah Reynhard Sinaga: Bahas Perjuangan LGBT

7 Januari 2020 11:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Reynhard Sinaga. Foto: Instagram/@reynhardsinaga83
zoom-in-whitePerbesar
Reynhard Sinaga. Foto: Instagram/@reynhardsinaga83
ADVERTISEMENT
Reynhard Sinaga adalah predator seks. Itu yang terpampang sebagai headline di sejumlah media ternama Inggris. Pria kelahiran Jambi, 19 Februari 1983, itu terbukti memperkosa 48 pria di kota ketiga terbesar di Inggris, Manchester, dalam kurun waktu 2015-2017.
ADVERTISEMENT
Di Manchester pula, Reynhard pernah menempuh pendidikan magister Sosiologi di University of Manchester angkatan 2007. Ia kemudian melanjutkan studi doktoral Human Geography di University of Leeds pada tahun 2012. Sebelumnya dia kuliah di Universitas Indonesia jurusan arsitektur, lulus 2006.
Meski demikian, gelar doktoralnya tak pernah selesai. Proposal disertasinya yang berjudul 'Sexuality and Everyday Transnationalism in South Asian Gay and Bisexual Men in Manchester' sempat diminta untuk direvisi. Namun tak pernah selesai.
Berdasarkan penelusuran kumparan di Google Scholar, tak banyak karya ilmiah yang dapat ditemui dari sosok Reynhard. Google Scholar merupakan layanan pencarian khusus untuk karya ilmiah yang dipublikasikan akademisi.
Reynhard Sinaga. Foto: GREATER MANCHESTER POLICE
Satu-satunya karya ilmiah yang terpublikasikan atas nama Reynhard ada di Jurnal Gender, Place and Culture (2014). Dalam jurnal itu, Reynhard mengulas sebuah buku berjudul “Queer Migration Politics: Activist Rhetoric and Coalitional Possibilities” yang ditulis akademisi AS, Karma R Chavez.
ADVERTISEMENT
Ulasan Reynhard atas buku itu pun tak banyak. Ia hanya menulis review buku milik Chavez sebanyak dua halaman.
Lantas, apa gagasan dari jurnal yang ditulis Reynhard itu?
Buku berjudul Queer Migration Politics mengulas tentang gerakan sosial yang dilakukan LGBT dan migran di AS setelah tahun 2006. Chavez, menurut Reynhard, berhasil melihat kemungkinan adanya koalisi politik antara dua entitas tersebut. Hal yang menyatukan keduanya adalah ketertindasan.
“Dalam buku ini, Chavez berhasil mencoba memecahkan persepsi dengan menggabungkan diskusi seputar hak imigrasi, hak queer, dan keadilan sosial. Dia (Chavez) meneliti momen koalisi dan politik koalisi yang digunakan oleh aktivis ketika mengartikulasikan keprihatinan bersama antara queer dan politik migrasi,” tulis Reynhard.
ADVERTISEMENT
Queer merupakan istilah akademik untuk merujuk orientasi seksual selain heteroseksual. Istilah tersebut merujuk pada orang-orang yang selama ini terpinggirkan karena orientasi seksualnya berbeda.
Menurut Chavez, yang diamini Reynhard, ketertindasan ganda dialami pelaku LGBT yang juga merupakan imigran. Dua predikat itu tak pernah menguntungkan di AS. Reynhard menggambarkan imigran LGBT itu sebagai mereka yang tinggal di dalam lemari, dalam bayangan.
Reynhard Sinaga. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Oleh sebab itu, Reynhard setuju dengan gagasan mengenai koalisi antara dua entitas yang ditawarkan Chavez. Khusus untuk Imigran LGBT, Reynhard melihat kemungkinan untuk membuat perubahan radikal menuju pembebasan atas penindasan berganda dengan melakukan koalisi.
“Buku ini menyajikan ilustrasi yang jelas tentang politik migrasi queer terbaru di Indonesia dan Dunia sosio politik AS. Ini terutama berkaitan dengan masalah tentang LGBT dan migrasi sekitar dekade pertama abad 21," tulis Reynhard.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT