Melihat Kampung Nelayan Belawan yang Legendaris Tapi Memprihatinkan

22 Februari 2018 16:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi kampung nelayan di Medan. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kampung nelayan di Medan. (Foto: Ade Nurhaliza/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kampung Nelayan di Kecamatan Medan Belawan, Belawan, Sumatera Utara, cukup kesohor. Rata-rata rumah yang terdapat di kampung itu terbuat dari kayu dan papan. kumparan (kumparan.com), Kamis (22/2) mencoba mengunjungi Kampung Nelayan.
ADVERTISEMENT
Untuk menuju ke kampung itu hanya bisa menggunakan perahu atau boat dengan biaya sekitar Rp 3.000 hingga Rp 4.000. Namun saat tiba di Kampung Nelayan, kondisinya terlihat sungguh memprihatinkan.
Rumah-rumah yang kebanyakan berkonsep panggung di bawahnya banyak terdapat sampah-sampah yang berserakan. Tak hanya itu, bau sampah-sampah yang berserakan seakan menambah kesan kumuh Kampung Nelayan.
Akibat tidak terjaganya kebersihan di kampung itu, banyak warga yang menderita sakit seperti demam, flu, dan batuk. Salah seorang warga, Misnah (41), mengaku sekarang menjadi gampang terserang penyakit.
"Kalau udah sakit berhari-hari, barulah dibawa ke mantri yang dekat situ," kata Misnah yang tinggal di Kampung Nelayan sejak kecil.
Karena transportasi utama di Kampung Nelayan hanya perahu atau boat, maka tak jarang warga yang pulang dan pergi ke kota Medan dengan transportasi itu. Maksimal perahu dan boat bisa membawa empat hingga 8 orang.
ADVERTISEMENT
Warga kadang juga membawa barang belanjaan ke rumah dengan menggunakan perahu. Meski kampungnya terkesan kumuh dan jorok, tetapi menurut Misnah airnya bersih.
"Bagi kami air itulah yang penting kali," lanjut dia.
Walau air bersih tetapi ada satu hal yang menggangu yaitu pemadaman listrik. Jika listrik sudah padam maka warga merasa terganggu meski bisa mengakalinya dengan menggunakan mesin perahu atau boat sebagai sumber listrik.
Selain itu, kumparan juga melihat sisa-sisa penebangan pohon bakau di Kampung Nelayan sehingga tampaklah biota-biota yang ada di dalam laut. Karena penebangan itu kepiting dan ikan tak lagi memiliki tempat perlindungan.
Kampung Nelayan berdiri sejak puluhan tahun lalu. Kampung ini terus tumbuh dan pertumbuhan itu dipengaruhi dari kekerabatan antar sesama penghuni kampung.
ADVERTISEMENT
Para nelayan di kampung ini tersebar di lokasi permukiman yang terbagi ke dalam 13 lingkungan, 12 rukun warga (RW) dan 15 rukun tetangga (RT). Pemimpin mereka dijuluki sebagai ketua lingkungan atau ketua kampung. Meskipun wilayah administratif mereka juga dipimpin oleh ketua RT atau ketua RW, para nelayan di kampung ini lebih merasakan peran penting ketua kampung dalam berbagai urusan administratif dan non-administratif.
Kelompok nelayan di Kampung Nelayan sebenarnya berasal dari suku bangsa Melayu yang berada di semenanjung Selat Malaka. Suku bangsa Melayu juga terhitung sebagai cikal bakal terbentuknya komunitas nelayan Belawan Bahari.
Namun dalam perkembangannya, jumlah mereka kini semakin sedikit. Mereka tergerus oleh suku atau etnis lain di luar Sumatera yang juga menghuni perkampungan tersebut. Etnis Jawa sebagai misal, saat ini tercatat sebagai etnis yang menempti komposisi penduduk di Belawan Bahari.
ADVERTISEMENT
Selain etnis Jawa, di sana juga hidup etnis-etnis lain seperti Tionghoa, Minangkabau, Mandailing, Toba, dan Nias. Banyaknya etnis yang menghuni kampung nelayan memberikan konsekuensi bagi beragamnya bahasa dan dialek yang digunakan oleh para nelayan. Bahasa Melayu tetap menjadi bahasa utama percakapan keseharian mereka, namun tidak jarang, bahasa-bahasa lain juga kerap terdengar.