Melihat Kawasan Kumuh di Denpasar, Bali

3 April 2019 5:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Motor sedang melintas di kawasan kumuh Dusun Pemangkalan, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Motor sedang melintas di kawasan kumuh Dusun Pemangkalan, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Tinggal di kawasan kumuh bukan berarti warga yang hidup di sana susah. Itulah ungkapan yang mungkin cocok dalam menggambarkan salah satu kawasan kumuh di Dusun Pemangkalan, Jalan Karya Makmur, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara, Denpasar, Bali.
ADVERTISEMENT
Ketika mendengar kawasan kumuh, kumparan membayangkan sebanyak lebih dari 100 kepala keluarga (KK) yang tinggal di tanah dengan luas di atas 3,5 Ha itu akan tinggal di rumah mini. Warga ramai lalu berkumpul di siang hari. Lalu, ada toilet dengan tenda darurat, sampah berserakan, saluran air yang menghitam atau sejumlah peralatan dapur yang diletakkan di luar rumah dan lain sebagainya.
Namun hal tersebut tidak berlaku sepenuhnya di kawasan itu. Pantauan kumparan, Selasa (2/4) sekitar pukul 16.00 WITA, dusun ini terlihat cukup sepi. Hanya sedikit warga yang tampak bercengkrama. Memang masih ada sejumlah rumah semi permanen yang terbuat dari bata, papan, anyaman bambu, atau seng bergelombang. Tapi, rumah-rumah itu tertata cukup rapi dan tidak begitu padat.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tidak banyak sampah berserakan. Toilet dan dapur sebagian besar berada di dalam rumah. Bahkan, tidak sedikit mobil dan motor tampak terparkir di halaman rumah warga.
Mobil melintasi jalan rusak di kawasan kumuh, Desa Ubung Kaja, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Jika ditelusuri lebih jauh, akses jalan dusun ini cukup luas. Hanya saja, sepanjang Jalan Karya Utama ini sangat parah. Kerikil dan batu berserakan di sepanjang jalan. Aspal rusak di mana-mana. Kecelakaan pasti terjadi bila kita tidak berkonsentrasi saat berkendara.
Salah satu warga yang tinggal di dusun ini bernama Harry Sugiono (50) mengatakan, memang akses jalan adalah satu masalah yang tidak bisa dipecahkan warga. Akan tetapi, lelaki asal Banyuwangi yang sudah menetap selama 18 tahun di kawasan ini hanya bisa pasrah. Ia juga tak begitu peduli bila disebut tinggal di kawasan kumuh.
ADVERTISEMENT
"Melihat kondisinya seperti ini mau tak mau ya ngikut saja kami kan cuma pendatang dan juga kontrak, mau dibilang kumuh atau apa kek ndak masalah," kata Harry yang juga pengusaha mebel ini.
Warga Desa Ubung Kaja, Harry Sugiono. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Masalah lain yang harus dihadapi warga adalah soal saluran air. Pasalnya, di kawasan itu tidak terdapat saluran yang cukup menampung air hujan. Akibatnya, jika hujan, banjir akan melanda.
"Jadi kalau hujan air lewat di atas jalan (jalan utama) kayak sungai. Kalau hujan enggak keliatan jalan. Jalan rusak gitu siapa yang berani bawa motor gitu, enggak bisa jalan," ujar dia.
Kisah lain di kawasan ini diceritakan oleh warga lainnya bernama Juroni (67). Pengusaha tahu tempe ini mengaku sudah tinggal di kawasan itu hampir 20 tahun. Ia merantau ke Bali karena beberapa saudaranya juga merantau ke Bali. Ia mengatakan, biasanya warga membayar sewa tanah Rp 4 juta/Ha selama setahun. Lalu, perlahan-lahan warga akan mendirikan rumah.
ADVERTISEMENT
"Saya dulu kontrak sekitar lima rumah lah dari sini. Masih papan sekarang dindingnya sudah dari bata," kata Bapak yang memiliki enam orang anak ini.
Warga sedang berbincang di kawasan kumuh Dusun Pemangkalan. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Saat mengunjungi dusun itu, kumparan tidak banyak menemukan anak-anak. Juroni mengatakan anak-anak biasanya akan bermain di sekolah yang berada tidak jauh dari dusun. Para bocah yang tinggal di dusun itu juga belum pernah ada yang terjangkit penyakit langka. "Anak-anak belum ada yang sakit serius, paling demam biasa saja," ucap Juroni.
Sementara itu, Kepala Dusun Pemangkalan I Made Sumada mengatakan, pihaknya belum bisa memperbaiki akses jalan. Pasalnya, status jalan itu adalah milik investor properti di Bali. Belum ditemukan hasil kesepakatan antara investor dan Pemda. Warga pun enggan memperbaiki rumah dan pemerintah belum bisa membuat saluran air.
ADVERTISEMENT
"Seandainya jalan sudah ditata, pemilik bangunan bisa memperbaiki rumah, bangunan yang permanen," kata Sumada.
Motor sedang melintasi di kawasan kumuh Dusun Pemangkalan, Jalan Karya Makmur. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Lebih lanjut Sumada mengungkapkan sebagian besar warga yang bermukim di dusun itu adalah warga pendatang asal Jember, Banyuwangi, dan Jawa Timur. Sekitar 75 KK juga sudah memiliki KTP Bali. Sebagian besar warga memiliki pekerjaan sebagai pedagang, pengusaha mebel, buruh bangunan, dan pengusaha barang bekas atau rongsokan.
"Pendapatan mereka, kalau pengusaha mungkin sampai Rp 5 juta per bulan. Kalau sekelas pekerja mungkin Rp 2 juta per bulan," tutur dia.