Melihat Kehidupan Warga yang Tinggal di Kolong Jembatan Jakarta

9 April 2025 15:30 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana warga yang tinggal di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana warga yang tinggal di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Tangis bayi perempuan berusia 9 bulan terdengar di antara deru mesin dan riuh ban truk yang menghantam aspal, di pinggir Jalan Raya Penjaringan, Jakarta Utara. Bayi itu tergolek di sebuah kasur lusuh, tanpa atap, begitu tangis si bayi pecah, Angga (35) ayahnya langsung menggendong dan menenangkannya.
ADVERTISEMENT
Perlahan, tangis mereda.
"Sabar, sabar," kata Angga perlahan di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4).
Tak lama berselang, istri dari Angga, Iis (29), datang dengan ukulele bersama anak pertamanya yang berusia 4 tahun. Dari kantong celananya, Iis mengeluarkan beberapa uang koin. Setelah dihitung, mereka bergegas membeli dua bungkus nasi dan menyantapnya bersama-sama.
Suasana warga yang tinggal di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
"Mari, makan, Bang," kata Angga menawari.
Sebelum tinggal di kolong Jembatan Tiga, Angga sempat tinggal di kolong jembatan yang letaknya di belakang Kalijodo selama dua tahun sejak tahun 2022. Di sana, Angga mesti membayar sewa Rp 400 ribu tiap bulannya ke pak RT setempat.
Angga mesti pindah, karena tempat tinggalnya di Kalijodo ditertibkan pemerintah. Dari Kalijodo, Angga sempat pindah ke Rusun Pasar Ikan, dan menetap selama beberapa bulan.
Suasana warga yang tinggal di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Namun, biaya sewa rusun yang begitu memberatkan membuatnya mesti kembali lagi untuk menetap di kolong jembatan.
ADVERTISEMENT
"Rumah susun kalau ujungnya bayar mah buat apa istilahnya. Parkiran sebulan Rp 300. Pertamanya doang gratis, inilah itulah. Ke sananya parkiran bayar. Total Rp 700," ujar dia.
Di kolong Jembatan Tiga, Angga tinggal bersama istri dan dua anaknya. Dua buah kasur yang sudah lusuh dan beberapa barang seperti sepatu hingga pakaian terlihat dibiarkan tergeletak tak tertata.
Andalkan Air Kali Untuk Hidup Sehari-hari
Tinggal di kolong jembatan membuat Angga jauh dari layanan air bersih yang layak. Mereka hanya memanfaatkan air kali di dekat kolong jembatan tersebut.
Termasuk untuk mandi, minum, hingga masak. Meskipun demikian, Angga mengaku kedua anaknya jarang terkena penyakit. Paling parah, anaknya hanya terkena flu dan demam.
ADVERTISEMENT
"Yang penting ketutupan susu buat anak. Masih bayi kan dia," kata dia.
Untuk hidup sehari-hari, Angga dan istrinya mengamen di beberapa perempatan jalan. Dalam sehari, ia bisa mendapat penghasilan sebesar Rp 40 ribu hingga Rp 60 ribu.
Tapi, uang itu habis dipakai dalam sehari dan tak sempat ditabung. Bahkan, terkadang dia tak memperoleh uang sama sekali dalam sehari karena terancam terjaring razia.
Suasana warga yang tinggal di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
"Namanya nyari duit di jalan, ya habis di jalan," kata dia.
Tapi Angga masih punya harapan untuk hidup yang lebih baik. Begitu mendengar komentar Presiden Prabowo Subianto yang minta jangan ada lagi warga tinggal di kolong jembatan, ia cukup semangat. Asal, semuanya gratis.
"Mau gimana lagi, keadaan. Sepakat (pindah) Tapi di rumah susun dan gak bayar, gak ada embel-embel awalnya doang," jelas dia.
Suasana warga yang tinggal di kolong Jembatan Tiga, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Rabu (9/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Komentar soal 'hidup di kolong jembatan' itu disampaikan Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi Nasional, di Wisma Mandiri, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (8/4).
ADVERTISEMENT
Prabowo merasa, dengan asas ekonomi kekeluargaan, seharusnya tak ada lagi warga yang hidup di kolong jembatan.
"Perekonomian kita asasnya adalah kekeluargaan, tidak boleh ada yang lapar di republik merdeka 80 tahun. Tidak boleh ada yang tinggal di bawah kolong jembatan, ini menusuk rasa keadilan," ucap Prabowo.