Melihat 'Kotak Kosong' Perlawanan Publik di Kolombia-India, Bisa Dipakai di RI?

11 September 2024 13:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kolom suara kosong (voto en blanco) diakomodasi di surat suara pemilu di Kolombia. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Kolom suara kosong (voto en blanco) diakomodasi di surat suara pemilu di Kolombia. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini, UU Pilkada sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat meminta agar masyarakat yang 'tidak memilih semua calon' pada pilkada difasilitasi sebagai blank vote atau suara kosong (di lazim dikenal sebagai kotak kosong) sehingga suara mereka tidak hilang begitu saja.
ADVERTISEMENT
'Tidak memilih semua calon’ atau kotak kosong sebenarnya diakomodasi di pilkada. Hanya saja, syaratnya calon yang maju pilkada hanya satu pasang. Jika lebih dari satu pasang, maka opsi kotak kosong di surat suara tidak ada.
Nah, penggugat ingin agar opsi kotak kosong itu berlaku berapa pun jumlah calon. Dengan demikian, suara mereka untuk tidak memilih calon yang ada, tersalurkan lewat kotak kosong.

Suara Kosong di Kolombia

Opsi suara kosong di surat suara berapa pun calonnya telah lama diterapkan di sejumlah negara. Misalnya saja, Kolombia. Di surat suara, ada kolom kosong bertuliskan “voto en blanco” (suara kosong atau blank vote).
"Voto en blanco" adalah opsi bagi pemilih untuk tidak mendukung kandidat atau partai politik mana pun yang ada di surat suara. Ini merupakan cara formal bagi pemilih untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka terhadap semua kandidat yang mencalonkan diri.
Kotak suara kosong (voto en blanco) diakomodasi di surat suara pemilu di Kolombia. Tampak ada kolom kosong di bagian bawah. Foto: AFP
Dalam konteks hukum Kolombia, suara kosong diakui secara resmi dan memiliki konsekuensi tertentu. Jika suara kosong mendapatkan mayoritas suara dalam pemilu, maka pemilihan harus diulang dengan kandidat yang berbeda, kecuali dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam pemilu legislatif atau pemilu lokal, jika mayoritas suara kosong tercapai, pemilu akan diadakan kembali dengan kandidat baru.
Voto en blanco dianggap sebagai ekspresi ketidaksetujuan dan merupakan bagian dari hak demokrasi warga negara untuk menolak semua opsi yang ditawarkan.

Suara Kosong di India

India juga menghargai warganya yang tak memilih kandidat mana pun dengan memperkenalkan None of the Above (NOTA) atau Tak Satu pun yang di Atas. Ini adalah opsi yang tersedia bagi pemilih yang tidak ingin memilih salah satu kandidat yang ada di surat suara.
Dalam surat suara pemilu di India, di bagian bawah terdapat tulisan NOTA. Pemungutan suara di India tidak memakai kertas seperti di Indonesia, melainkan mesin elektronik EVM, pemilih tinggal memencet tombol biru.
ADVERTISEMENT
Surat suara pemilu di India. Suara kosong atau tak memilih kandidat di atas (NOTA) ada di kolom paling bawah. Foto: AFP
Mengutip media India, Financial Express, opsi NOTA diperkenalkan pada tahun 2013 berdasar pada gugatan di Mahkamah Agung. Sejak saat itu, NOTA telah menjadi opsi bagi pemilih untuk menyatakan ketidakpuasan terhadap kandidat yang tersedia dan menyampaikan protes mereka.
Popularitas NOTA semakin meningkat di kalangan pemilih di India, mengungguli suara-suara kandidat. Tak jarang NOTA bisa mengumpulkan suara hingga 5 persen dan membayangi-bayangi suara kandidat pengumpul suara nomor satu.
NOTA juga meningkatkan partisipasi masyarakat untuk memberikan suaranya di TPS.
Surat suara pemilu di India memfasilitasi pemilih yang tak memilih satu pun kandidat. NOTA atau suara kosong ada di kolom paling bawah. Foto: Dibyangshu SARKAR/AFP
Namun, NOTA di India tak sekuat voto et blanco di Kolombia. Sebab, jika mayoritas pemilih memilih menggunakan opsi NOTA, kandidat selain NOTA dengan suara terbanyak tetap akan dinyatakan sebagai pemenang.
Jadi, NOTA lebih bersifat simbolis dan tidak berdampak pada hasil pemilu.
ADVERTISEMENT
NOTA lebih sebagai alat untuk menunjukkan ketidakpuasan pemilih terhadap kandidat yang bersaing, tetapi tanpa konsekuensi langsung dalam hasil pemilu.

Gugatan di MK

Pemohon uji materi Undang-Undang Pilkada terkait konstitusionalitas surat suara kosong atau "blank vote" mengajukan berkas permohonan ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (5/9/2024). Foto: Dokumentasi Pribadi/HO ANTARA
Sementara itu, di Indonesia tiga warga bernama Heriyanto, Ramdansyah, dan Muhammad Raziv Barokah, meminta agar MK melindungi eksistensi konstitusionalitas surat suara kosong atau blank vote, sehingga dikategorikan sebagai suara sah.
Mereka meminta kepada MK untuk menyatakan suara kosong atau blank vote sebagai suara sah pada pilkada dengan dua atau lebih pasangan calon.
Mereka pun mendaftarkan uji materi UU Pilkada terhadap UUD 1945 ke MK pada Kamis, 5 September 2024.
Permohonan uji materi ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan warga pergi ke tempat pemungutan suara, tetapi tidak ingin memilih pasangan calon yang ada dalam surat suara. Alhasil, pemilih mencoblos semua pasangan calon atau di luar kolom.
ADVERTISEMENT
Dalam perhitungan suara, hal ini kemudian dikategorikan sebagai suara tidak sah. Hal inilah yang diprotes Heriyanto dkk. Mereka ingin agar itu dikeluarkan dari suara tidak sah menjadi suara sah.
Mereka berpandangan, suara kosong berbeda dengan suara tidak sah. Suara kosong berisi kehendak daulat rakyat sebagai bentuk protes terhadap kandidat yang berkompetisi, sementara suara sah disebabkan kesalahan pemilih yang mencoblos tidak sesuai dengan tata cara.
Atas dasar itu, Heriyanto dkk memohon MK memfasilitasi agar suara kosong atau blank vote dihitung sebagai suara sah dan hasil penghitungannya turut mempengaruhi hasil pilkada — seperti yang terjadi di Kolombia.
“Kita meminta kepada MK agar calon terpilih itu adalah calon yang suara terbanyak dan suaranya mengalahkan blank vote. Misalkan, suara calon 33 persen dan blank vote 32 persen. Jadi, blank vote harus di bawah suara calon yang menang,” ucap Heriyanto dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT

Minta 5 Pasal UU Pilkada Diubah

ADVERTISEMENT
Heriyanto dkk meminta agar MK mengubah sejumlah ketentuan untuk membuat opsi kotak kosong tersebut. Berikut ketentuan UU Pilkada yang diminta Pemohon untuk diubah MK:
Pasal 79 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015
“Surat Suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut calon, dan kolom kosong sebagai wujud pelaksanaan suara kosong
Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015
Pemberian suara untuk pemilihan dapat dilakukan dengan cara:
a. Memberi tanda satu kali pada surat suara, baik pada pasangan calon maupun kolom kosong; atau
b. Memberi suara melalui peralatan pemilihan suara suara secara elektronik
Pasal 94 UU Nomor 8 Tahun 2015
ADVERTISEMENT
Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika:
a. Surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. Pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau nama salah satu Pasangan calon dalam surat suara atau pada kolom kosong.
Pasal 107 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016
Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak dan mengalahkan Suara Kosong (Blank Vote) ditetapkan sebagai Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Terpilih
Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016
Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak dan mengalahkan Suara Kosong (Blank Vote) ditetapkan sebagai Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Terpilih.
ADVERTISEMENT