Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Melihat Lagi Kiprah Terawan, Eks Menkes yang Direkomendasikan Dipecat dari IDI
26 Maret 2022 16:11 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) merekomendasikan pemecatan permanen eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
ADVERTISEMENT
Rekomendasi pemecatan itu dibacakan saat Muktamar ke-31 yang berlangsung di gedung Banda Aceh Convention Hall (BCH), Aceh, Jumat (25/3) malam.
Ini merupakan kali kedua rekomendasi pemecatan terhadap Terawan. Sebelumnya, pada tahun 2018, Terawan juga direkomendasikan dipecat dari IDI oleh MKEK. Rekomendasi pemecatan kala itu bersifat sementara alias hanya setahun, untuk "pembinaan". Diberikan juga waktu bagi Terawan untuk membela diri.
Namun, PB IDI sebagai pelaksana rekomendasi MKEK pada saat itu urung memecat Terawan dengan berbagai pertimbangan.
Salah satu pertimbangannya adalah prestasi Terawan menggunakan metode “cuci otak” yang telah ia uji secara ilmiah lewat disertasinya di Universitas Hasanudin itu dalam mengobati puluhan ribu pasien , meskipun ada banyak juga pasien yang tak mendapatkan hasil memuaskan.
ADVERTISEMENT
"Masalah 40 ribu orang sudah diobati Terawan. Tentu kita lihat ada yang berhasil dan gagal," kata Ketua Umum PB IDI, Prof. dr Ilham Oetama Marsis kala itu.
Selain itu, IDI menganggap tidak memiliki wewenang untuk merumuskan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Terawan. Hanya pihak MKEK dan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia yang berwenang melakukan hal itu.
Kiprah dr Terawan di Bidang Kedokteran
Sosok Dokter Terawan Agus Putranto ramai diperbincangkan semenjak inovasi pengobatan medis kontroversial yang berdasarkan pengalamannya, mampu menyembuhkan penderita stroke dalam waktu 4-5 jam pascaoperasi.
Metode terapi “brain flushing” atau “pencucian otak” itu telah ia kembangkan sejak tahun 1990-an dan diterapkan juga di Jerman dengan nama paten “Terawan Theory”.
ADVERTISEMENT
Berkat inovasinya itu, Terawan menggondol berbagai penghargaan. Mulai dari Bintang Mahaputra Naraya, penghargaan Achmad Bakrie XV, hingga memecahkan rekor MURI sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program Digital Subtraction Angiography (DSA) terbanyak.
Seperti apa kiprah Terawan dan pemecatan yang kontroversialnya sejak 2018?
Metode Cuci Otak Terawan
Dokter Terawan yang dikenal sebagai penemu metode cuci otak itu menyelesaikan studi kedokterannya di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1990-an dan di sinilah ia mulai mengembangkan metode Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) sebagai terapi cuci otak.
Setelah itu, ia melanjutkan studinya di Universitas Airlangga dengan spesialis radiologi. Terawan sempat menjadi bagian dari Tim Dokter Kepresidenan di tahun 2009 dan melanjutkan studi S3-nya di Universitas Hasanudin dan pada Agustus 2016, setelah melakukan penelitian selama tiga tahun, Terawan berhasil mendapat gelar doktor.
ADVERTISEMENT
Metode “cuci otak” itu pun ia uji secara ilmiah lewat disertasi doktoralnya yang merupakan hasil modifikasi terhadap Digital Subtraction Angiography (DSA) dan penggunaan heparin berjudul “Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Cerebral Flood Flow, Motor Evoked Potensials, dan Fungsi Motorik pada Pasien Iskemik”.
Disanksi IDI karena Metode Cuci Otak Tak Terbukti Ilmiah
Namun, meski telah dibuktikan lewat disertasi, keilmiahan metode cuci otak Terawan masih tetap diragukan. Salah satunya oleh Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), Hasan Machfoed.
Menurut Hasan, alat yang digunakan Terawan dalam melakukan terapi cuci otak, Digital Subscription Angiography (DSA), sesungguhnya tidak berfungsi untuk menyembuhkan penyakit, tapi merupakan diagnosis.
Ia mengibaratkan DSA seperti rontgen yang biasa digunakan untuk memeriksa kondisi paru-paru seseorang. Namun, ujar Hasan, Terawan mengalihfungsikan DSA yang sebetulnya alat diagnosis, menjadi alat terapi, bahkan alat pencegahan penyakit.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kata Hasan, pembuktian ilmiah di ranah akademik tak serta-merta menjadikan metode cuci otak sah diterapkan di ranah kedokteran. Menurutnya, hingga saat ini belum ada peneliti di dunia yang mendukung riset Terawan. “Disertasi Terawan tidak didukung oleh referensi ilmiah memadai,” ujar Hasan.
Menurut Prof. Irawan Yusuf, Guru Besar Universitas Hasanuddin yang juga promotor gelar doktor Terawan, metode Terawan secara ilmiah sudah sesuai standar akademis dalam pendidikan S3, namun memang perlu riset pengembangan sehingga memenuhi standar dan tidak kontroversial.
Testimoni Pasien Cuci Otak Terawan: SBY hingga Prabowo
Meski demikian, sejumlah public figure hingga pejabat negara pernah melakukan terapi cuci otak Terawan. Sederet nama seperti Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Aburizal Bakrie juga perdana menteri negara sahabat pernah diobati oleh Terawan.
ADVERTISEMENT
“Dokter Terawan punya prestasi gemilang. Jangan divonis, dihakimi begitu saja. Tapi saya juga menghormati IDI. Duduklah bersama carikan solusi. Saya menjadi saksi bahwa ribuan saudara-saudara kita merasa tertolong oleh Dokter Terawan, terlepas apakah metodologinya dipolemikkan atau didebatkan,” kata SBY.
Prabowo pun sempat “diselamatkan” oleh terapi cuci otak Terawan.
“Saya dulu vertigo, lalu periksa ke beliau (Dokter Terawan) dan beliau sarankan untuk dibersihkan (cuci otak). Alhamdulillah, sekarang saya fit dan bisa lima jam pidato,” ujarnya.
Untuk mendapatkan jasa 'cuci otak' ini tentunya tidak murah. Pada tahun 2018-an, biayanya minimal Rp 30 juta. Sedang pada tahun 2022, minimal Rp 50 juta.