Melihat Pasar Seni Kuta Bali yang Mewah tapi Sepi Pembeli

24 Oktober 2024 17:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Deburan ombak bercampur riuh tawa wisatawan terdengar di sepanjang Pantai Kuta, Bali. Para peselancar 'menari' di atas ombak yang menggulung.
ADVERTISEMENT
Turis-turis lainnya berjalan-jalan santai di Pasar Seni Kuta yang letaknya menghadap ke arah laut. Pasar tiga lantai ini terlihat begitu mewah nan megah.
Tiga patung penari berukuran raksasa langsung menyambut pengunjung di pintu masuk. Tiang-tiang berwarna cokelat menjulang tinggi menyangga bangunan yang menelan anggaran Rp 55 miliar itu.
Namun, kemegahan gedung berbanding terbalik dengan nasib penghuninya, yakni para pedagang Pasar Seni Kuta. Wajah mereka suntuk sebab dagangan tak laku karena sepi pembeli.
"Dalam seminggu belum tentu ada penghasilan," keluh salah seorang pedagang bernama Ni Nyoman Norsih (64 tahun) di lantai III saking sepinya, Kamis (24/10).
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Berdasarkan informasi Pemerintah Kabupaten Badung, Pasar Seni Kuta berlantai III ini dikelola oleh Desa Adat Kuta. Biasanya turis-turis asing berkunjung ke sini.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan, bangunan didesain megah bak mal modern. Kaca kios dibuat tinggi pada bagian depan. Dasar dinding depan dibuat dari batu bata, pada bagian dalam dinding dicat putih dan masih bersih.
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Jumlah kios tiap lantai sekitar 23 unit. Pada lantai I dan II kios-kios semua tampak buka. Di lantai III cuma 3 kios saja. Lorong-lorong lantai III sepi berdebu.
Rata-rata pedagang menjual dagangan seragam berupa suvenir, pakaian dan lukisan. Mereka lebih banyak terlihat duduk di depan kios sembari menyulam bahan-bahan upacara keagamaan.
"Turis malas mau naik ke lantai III karena sudah capek. Kalau turis-turis tua mana mau mereka naik, terus jualannya sama," kata Norsih.
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Norsih dan suaminya Catur Yasa (64) berjualan pakaian pantai bermotif khas Bali sejak direlokasi ke gedung tersebut pada akhir tahun 2023 lalu. Yasa lebih banyak tidur, sedangkan Norsih duduk melamun di kursi plastik mini.
ADVERTISEMENT
Hanya satu dua turis yang datang ke kios melihat-lihat tanpa membeli. Mereka juga tak menawar saat diberi tahu harga barang.
"Ya begitu sebagian besar ke sini cuma lihat-lihat, penasaran ada apa di lantai III," kata Norsih.
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Norsih dan suaminya sudah berjualan di sekitar Pantai Kuta sejak tahun 1970-an. Kala itu kiosnya hanya terbuat dari papan.
Jumlah pendapatannya pun jauh lebih besar, khususnya sebelum pasar direnovasi.
Katanya, hal ini karena kondisi pasar masih bersifat tradisional tanpa gedung dan lantai. Norsih tak perlu menunggu turis mendekati kios, turis otomatis datang atau dia langsung mendatanginya menawarkan jualan. Metode ini laku keras.
"Turis itu kan lebih suka mendatangi pasar tradisional, sekarang di mana-mana sudah modern," katanya.
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Agar dapurnya tetap ngebul, Norsih dan Catur Yasa dibantu dua anak mereka. Sebab, bila hanya mengandalkan penghasilan jualan di Pasar Seni Kuta ini tak cukup.
ADVERTISEMENT
"Kalau dulu ada aja setiap hari ada gerus (jualan). Sekarang dapur dibantu sama anak," katanya.
Sepinya pembeli juga dirasakan pedagang di lantai II bernama Nyoman Sumarni (63). Sumarsih biasanya bisa meraup Rp 1 juta dalam sehari sebelum pasar direnovasi. Di gedung baru ini, Sumarsih cuma mendapat Rp 500 ribu dalam tiga hari.
"(Gedung Pasar Seni) dikira (turis) enggak Art Shop, malah dikira rumah sakit karena bangunannya," katanya.
Baik Norsih dan Sumarni sebenarnya berharap bisa berjualan di lantai I karena potensi penjualan lebih laris dan meningkat. Mereka pasrah berjualan di lantai II dan III karena mendapat nomor undian di lantai itu saat pembagian kios.
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Mereka menuturkan, harga sewa kios untuk warga desa setempat, lantai I Rp 5 juta per tahun, lantai II Rp 7,5 per tahun dan lantai III Rp 10 juta per tahun. Harga warga luar desa mulai dari Rp 15 juta.
ADVERTISEMENT
Pengelola memberikan keringanan mencicil uang sewa tiga sampai enam kali dalam setahun karena Pasar Seni Kuta masih sepi.
Pengelola juga membuat program weekend art market di halaman parkir pasar setiap hari Jumat-Minggu, khusus bagi pedagang yang berjualan di lantai II dan lantai III. Ada 20 tenda disiapkan pengelola.
Suasana Pasar Seni Kuta, Bali. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Sumarsih mengaku bisa memperoleh pendapatan Rp 1,5 juta setiap kali berjualan di halaman parkir. "Uang sewa murah tapi enggan menutupi pengeluaran. Kalau harapan ya berjualan saja di bawah," kata keduanya kompak.
Baik Norsih dan Sumarni menilai sebagian besar para pedagang yang tutup di lantai II dan lantai III memilih berjualan pada saat weekend market. Berjualan di lantai III terlalu sepi.
"Ada yang tutup, ngapain jualan enggak laku, ada mungkin kontrak di tempat lain, ada mungkin nunggu yang weekend art itu saja. Urusan masing-masing," katanya.
ADVERTISEMENT