Melihat Pengungsian Warga di Lereng Bukit Pountu, Sigi, yang Berdebu

7 Oktober 2018 12:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Terik matahari menyengat kulit. Debu-debu tanah yang belum diaspal beterbangan. Anak-anak tergeletak tertidur di bawah tenda pengungsian beralaskan tikar atau kasur tipis.
ADVERTISEMENT
Orang tua sibuk memasak. Banyak pula mondar-mandir cari-cari bantuan makanan dan minuman.
Di bawah lereng Bukit Pountu, Kabupaten Sigi, Palu, Sulawesi Tengah, masih ada sekitar 300 warga bertahan di tenda darurat. Mereka berlindung di atas tanah tandus, tak peduli, yang penting tak terkena matahari.
Citra (kanan) dan Ika (kiri) warga Desa Sidera yang selamat, sedang menyiapkan bedak dingin di pengunsian. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Mereka trauma. Rumah mereka hilang. Meski masih ada rumah utuh, namun mereka enggan kembali karena rasa takut masih menyelimuti.
“Masih ada gempa, kita takut sekali, terus mau ke mana lagi? Tidak ada rumah, tetaplah di sini,” ujar Karnusen kepada kumparan, Minggu (7/10).
Warga berteduh di satu rumah dekat kawasan pengungsian warga Desa Sidera dan Jono'oge. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Sebagian dari mereka berasal dari berbagai desa. Warga Desa Petobo, Jono Oge, Sidera, Bodi --yang seluruhnya masih berada dalam Kabupaten Sigi-- berbaur dan dipertemukan dalam tenda-tenda pengungsian.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, tenda-tenda darurat ini tak memadai. Sulitnya menjangkau lokasi ini membuat tenda dibangun ala kadarnya.
Warga berteduh di satu rumah dekat kawasan pengungsian warga Desa Sidera dan Jono'oge. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
“Ini satu tenda kita (berisi) 10 kepala keluarga, ada yang marah-marah, ada yang menangis,” imbuh Karnusen.
Hari kesembilan pascabencana, kondisi sebagian wilayah di Palu memang masih pilu. Bukan hanya trauma, demam dan diare mulai menghampiri.
Anak-anak Desa Sidera bermain sepeda di sekitar pengungsian. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Tak jarang dari mereka mengamuk, kekurangan makanan, minuman, hingga air bersih. Keluhan tidak adanya bantuan dari pemerintah setempat semakin mengalir.
“Kita dapat bantuan dari pemerintah tidak ada, yang ada swadaya dari keluarga saja,” kata Karnusen.
Warga desa Sidera membersihkan beras. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Pantaun kumparan, usai mewawancarai Karnusen, bantuan berupa makanan, minuman dan pakaian bekas bertuliskan 'Pemerintah Sulawesi Utara', tiba di lokasi menggunakan mobil polisi.
ADVERTISEMENT
Hingga Sabtu (6/10), bencana gempa dan tsunami yang menghantam Sulawesi Tengah telah menelan 1.649 jiwa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban jiwa terbanyak ditemukan di Palu, dengan total 1.413 jiwa.
Warga berteduh di satu rumah dekat kawasan pengungsian warga Desa Sidera dan Jono'oge. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Sisanya, 159 jiwa di Donggala, 64 jiwa di Sigi, 12 jiwa di Parigi, dan 1 orang di Pasangkayu. Seluruh jenazah sudah dimakamkan secara massal. Masih ada 265 korban hilang dan 152 lainnya tertimbun. Tim SAR gabungan masih terus melakukan pencarian.
Bukit Pontou, Palu (Foto: Eben Saragih/kumparan)