Melihat Semarak Lebaran Betawi di Monas

27 April 2025 10:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Teriknya matahari pagi tak menghalangi warga Jakarta memadati kawasan Monumen Nasional (Monas) Rabu (27/4) pagi. Meskipun panas menyengat dan beberapa tenda makanan sebagaian sudah tutup, semangat warga yang datang bersama keluarga ke acara Lebaran Betawi 2025 itu tetap membara.
ADVERTISEMENT
Mereka bergerak menuju ke panggung besar yang megah, ada dua panggung di sana, di bagian sisi kiri dan di sisi kanan.
Di tengah riuh suara gambang kromong, rebana, hingga musik dangdut, para pengunjung bergoyang mengikuti alunan nada. Anak-anak berlarian di antara kerumunan, sementara orang tua sibuk mengabadikan momen lewat kamera ponsel.
Lebaran Betawi benar-benar hidup di tengah hiruk-pikuk Kota Jakarta.
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan

Sajian Budaya hingga Tradisi Langka

Tahyudin Aditya, Sekjen Bamus Betawi yang juga merupakan panitia acara, menjelaskan berbagai acara budaya yang dihadirkan untuk masyarakat.
“Ya, hari ini kita sungguhan berbagai macam kegiatan seni budaya. Kita fokus pada seni dan budaya. Pada hari ini kita akan ada acara yang namanya Nyorok antara pengurus BAMUS Betawi, masyarakat memberikan hantaran, berupa hantaran, sorokan itu,” jelas Tahyudin saat ditemui di sela acara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Tahyudin, masyarakat juga bisa menikmati parade budaya, pertunjukan Rebana Biang, Gambang Kromong, hingga seni bertutur Ngebuleng oleh maestro Betawi, Bang Sueb.
“Ini adalah bagian dari hasanah yang kita tampilkan hari ini sampai malam, insya Allah mudah-mudahan sehingga masyarakat tahu apa sih menjadi seni yang berkarakter Betawi itu walaupun di tengah ibu kota. Ini masih kita jaga, Alhamdulillah,” katanya.
Tahyudin Aditya, Sekjen Bamus Betawi saat diwawancara di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Tahyudin juga bercerita mengenai tradisi Nyorok yang menjadi bagian penting dari Lebaran Betawi.
“Nyorok itu adalah sebuah tradisi sebutnya filosofinya adalah bahwa yang muda, anak, kepada orang tua memberikan sesuatu gitu kan, bentuk ta’zid, hormat,” kata dia.
“Kalau di Jawa mungkin ada sungkem, kita nyorok datang, bawa tentengan begitu kan yang isinya kuliner, makanan yang paling disukai yang disebut dengan ini, apa namanya, kudangan.”
ADVERTISEMENT
Tak hanya tradisi Nyorok, seni Rebana Biang yang sudah langka pun turut ditampilkan. “Hari ini kita juga tampilkan sebuah seni tradisi musik yang sudah langka dan sulit dicari,” katanya.
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Di area Monas, dua panggung dengan tema berbeda disiapkan untuk menyambut antusiasme masyarakat.
"Yang satu kontemporer, tradisi bangsa kita. Itu ada dangdut, ya enggak. Tapi juga nanti kita akan bergantian. Di sisi-sisi kanannya itu panggung tradisi. Tinggal pilih masyarakat,” ucap Tahyudin.
Menurutnya, penyelenggaraan ini sekaligus sebagai momentum agar masyarakat Betawi bisa menjadi tuan rumah di kotanya sendiri.
“Harus memiliki kemampuan bagaimana budaya itu masih kita jaga. Alhamdulillah masih ada sampe sekarang,” katanya.
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Tahyudin pun berharap semangat menjaga warisan budaya Betawi terus diwariskan dari generasi ke generasi.
ADVERTISEMENT
“Leluhur kita mewariskan sebuah budaya yang luar biasa, yang hari ini tidak luntur, tetap masih kekinian, kita harus gunakan itu,” tutupnya.

Panas Tak Jadi Masalah, yang Penting Guyub

Di tengah padatnya pengunjung, Rozak (35) tampak berdiri di antara kerumunan sambil menggandeng tangan anaknya. Ia datang bersama keluarga besarnya.
“Bingung juga ya saya KTP Kedoya tapi dari Cipondoh hahaha,” ujarnya sambil terkekeh.
Rozak mengaku sengaja datang sejak pagi untuk menikmati suasana Lebaran Betawi.
“Iya mau lihat-lihat aja ya kan sekalian hari libur kemaren ngeliat banyak makanan gratis juga kan. Kita juga kan orang Betawi mau liat juga tradisi-tradisi kita orang yang udah mulai jarang,” tuturnya.
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Meski beberapa tenda makanan sudah tutup saat ia tiba, Rozak tetap menikmati momen bersama keluarganya. Usai dari Monas, ia berencana mengajak anak dan istrinya naik ke puncak Monas.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya soal tradisi Lebaran Betawi yang disebut bisa berlangsung sebulan lebih, Rozak tertawa kecil.
“Lah iya, keluarga kita kan banyak. Apa lagi kalau anak terakhir harus muterin dah tuh rumah-rumah abang tau mpoknya. Belum lagi besanan. Meriah dah pokoknya,” katanya.
Hal serupa dirasakan Agus (39). Ia mengaku datang bersama istri dan anak-anaknya. “Saya dari Jakarta Timur,” ujarnya.
Suasana Lebaran Betawi di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2025). Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan
Ia sempat mencoba peruntungan berburu kerak telor di tenda perwakilan Jakarta Timur. “Sempet itu kaga lama langsung abis, ludes,” katanya sambil tersenyum.
Agus bersama keluarganya memilih menikmati pertunjukan musik di panggung. “Ajak keluarga aja, libur lihat-lihat panggung. Katanya hari ini juga ada penampilan-penampilan ya, kita tonton dah nanti,” katanya.
Setelah puas menikmati suasana Lebaran Betawi, Agus berencana mengajak keluarganya mencari makan siang sebelum pulang. “Pulang dah nanti sekalian cari makan siang dulu,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Agus pun membenarkan tradisi panjang Lebaran Betawi.
“Haha iya, kita mah lebaran kan nggak sekali, misalnya kita udah ketemu nih di rumah keluarga besar, besok mah tetap kita samperin rumah saudara-saudara kita yang lain, jadi ketemunya nggak cuma sekali makanya lama,” katanya.
Rozak, Agus dan warga Betawi lainnya datang bukan hanya untuk menikmati hiburan, tapi juga untuk kembali menyelami akar budaya mereka—mengenang dan merayakan warisan yang harus terus dijaga.
Di tengah gedung-gedung pencakar langit, semangat Betawi tetap hidup. Guyub, hangat, dan penuh cerita.