Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Melihat Sludukan: Cara Warga Indramayu Hindari Macet Akibat Arus Mudik
7 April 2024 17:04 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Selama arus mudik Lebaran 2024, kepolisian menerapkan rekayasa lalu lintas di berbagai daerah mulai dari contraflow, one way, sistem manual di persimpangan hingga menutup seluruh u-turn.
ADVERTISEMENT
Akibat rekayasa lalu lintas tersebut, tidak sedikit warga lokal terdampak pada aktivitas sehari-hari karena harus memutar cukup jauh untuk sampai ke tempat tujuan.
Seperti di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Warga yang berada di sekitar Jalur Arteri Jalur Pantura, tidak bisa beraktivitas menggunakan kendaraan roda dua seperti hari biasanya, akibat banyaknya u-turn yang ditutup polisi.
Sehingga untuk menyiasatinya, sejumlah warga membangun “Sludukan” yaitu jalan darurat di bawah kolong jembatan, agar bisa melintas dan berpindah jalur saat berada di Jalur Arteri.
Arti kata “Sludukan” sendiri berasal dari bahasa Indramayu “Sluduk/Nyeluduk” yang artinya menunduk, karena jalur tersebut berada di bawah atau di kolong jembatan sehingga harus menunduk saat melewatinya.
Seperti “Sludukan” di Jembatan Legok, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, setiap musim mudik Lebaran, warga lokal yang akan beraktivitas menggunakan kendaraan roda dua, harus melewati jalan setapak yang terbuat dari bambu.
ADVERTISEMENT
Saat melintas di jalan alternatif tersebut harus sedikit menundukan kepala karena ketinggian jalan darurat itu hanya berkisar 1,5 meter hingga 2 meter.
Hanya difungsikan saat mudik Lebaran
Kaso (60) salah satu penjaga jalan alternatif mengungkapkan, jalan itu dibangun hanya saat mudik Lebaran saja untuk memudahkan warga menyeberang jalan.
"Jembatan kolong ini sudah lama, cuma menjelang Lebaran saja difungsikan saat menjelang hari raya, pas arus mudik warga susah untuk menyeberang, soalnya pintu-pintu penyeberangan (u-turn) banyak yang ditutup, jadi buat membantu warga yang lewat," ungkapnya kepada kumparan.com, Minggu (7/4/2024).
Menurut Kaso, lokasi “Sludukan” di jembatan legok ini sudah dari dulu, dari mulai jalan Tol Cipali belum dibangun, jalan alternatif ini sudah ada.
“Sebelum ada tol Cipali kan jalan di sini pasti macet, warga sini susah mau muter mau nyeberang enggak bisa, akhirnya saya dan masyarakat bikin jalan alternatif ini,” ujar Kaso yang juga merupakan tokoh masyarakat di Desa Legok, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu.
Ia mengatakan bahwa ada 24 Orang warga Desa Legok yang ikut menjaga jalan alternatif ini saat arus mudik Lebaran tiba. Dan tidak ada bayarannya atau gaji untuk yang jaga jalan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Ya gak ada bayaran, bayarannya nanti setelah dikumpulkan baru dibagi setelah kegiatan ini selesai,” katanya.
Untuk membangun jembatan alternatif ini, Kaso mengungkapkan, materialnya dapat pinjam dulu dari saudaranya, setelah selesai masa mudik dan arus balik baru modalnya di kembalikan.
“Saya ambil dulu dari saudara materialnya, ya paku, bambu, kayu, dolken dan lain-lain, semua habis sekitar lima belas juta,” ungkap Kaso.
Sedangkan tarif untuk melewati jalan alternatif atau sludukan ini, Kaso menjelaskan, seikhlasnya saja bagi yang melewatinya.
“Tidak ditarif, seikhlasnya saja, kadang lima ratus, seribu, dua ribu, kalo ada yang kasih lima ribu kita kembalikan tiga ribu, tapi kalo kata orannya sudah ambil semua, ya alhamdulillah,” tuturnya.
Saat dikonfirmasi kumparan.com untuk pendapatan sehari-harinya, “Sludukan” bisa menghasilkan Rp 1 juta per harinya. Dan dimulai saat U-Turn di Pantura ditutup, pada hari Jumat (5/4/2024) yang lalu, dan akan dilanjutkan sampai arus balik sampai H+7 atau tergantung situasional kepadatan arus balik.
ADVERTISEMENT