Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Melihat Wisata Sejarah 65 di Balik Kawasan Elite Menteng
24 Oktober 2017 11:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Ada yang terlupakan di antara riuhnya kemacetan kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Bukan soal gedung bertingkat yang kian menyeruak dan menggantikan keasriaannya. Lebih dari itu, Menteng menyimpan seribu kisah sejarah Indonesia yang tak boleh dilewatkan.
ADVERTISEMENT
Meski kini beberapa bagunannya telah dialihfungsikan, tetap saja Menteng jadi satu wilayah elit dan edukatif jika menelisiknya lebih dalam.
Sebut saja beberapa di antaranya Museum Joang 45 hingga gedung-gedung pemerintahan yakni Bappenas dan Gedung DPD I Golkar.
Namun siapa sangka di balik gedung-gedung berarsitektur antik itu ternyata pernah menjadi saksi peristiwa G30S. kumparan menelusuri kawasan Menteng yang dulunya pernah menjadi saksi peristiwa G30S. Sering berkembangnya zaman, kawasan tersebut kini telah berdiri gedung-gedung elite dan bersejarah. Berikut daftarnya:
1. Gedung Joang 45
Pada masa Hindia Belanda gedung ini difungsikan sebagai hotel bernama Schomper.
Pada Juli 1942 bangunan ini diserahkan kepada para pemuda agar digunakan sebagai tempat menempa ilmu serta pendidikan demi menyongsong kemerdekaan yang kemudian dikenal sebagai Asrama Angkatan Baru atau Asrama Menteng 31 karena letaknya yang berada di Jalan Menteng nomor 31, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya Jepang bermaksud menjadikan pemuda-pemuda ‘Angkatan Baru’ sebagai aparat yang setia guna melancarkan propaganda ‘Asia Timur Raya’, tetapi gagal. Pengaruh gerakan kemerdekaan justru lebih mampu melahirkan angkatan baru yang tergembleng, tangguh, dan tak bisa dijadikan kuda tunggangan Jepang meski disuap sekalipun,” kata Sidik Kertapati, aktivis Gerindo, dalam bukunya, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pemuda yang tergabung dalam Asrama Menteng 31 dikenal dengan nama Pemuda Menteng 31, tak hanya itu generasi tersebut juga disebut-sebut sebagai "pemuda radikal".
Mengutip dari buku 'Menteng 31' oleh A.M. Hanafi, sedikitnya ada empat nama tokoh yang hingga kini dikenal dan tergabung dalam pergerakan "pemuda militan" itu.
Mereka adalah DN Aidit, AM Hanafi, Sukarni, dan Chairul Saleh.
ADVERTISEMENT
Dibalik 'pemberontakan' tersebut mereka menjadi pelopor gerakan pemuda di Indonesia. Meski begitu, nama D.N Aidit sering kali ditenggelamkan dan tak tercatat dalam sejarah organisasi pemuda Indonesia.
Seperti ketika kumparan (kumparan.com) menyambangi Museum Joang 45 pada Senin (23/10/2017) nama Aidit tak tertera dalam dafatar organisasi pemuda radikal tersebut.
Namun lain halnya dengan buku 'Menteng 31' bikinan A.M Hanafi yang menuliskan nama D.N Aidit ikut serta dan terlibat mempelopori organisasi pemuda di Menteng 31.
Tahun 1945 tempat ini dijadikan sebagai markas komando komite van aksi revolusi proklamasi hingga Bung Karno dan Bung Hatta mengungsi ke Yogyakarta pada tahun 1946.
Tahun 1960 hingga 1965 Menteng 31 sempat dijadikan kantor Badan Musyawarah Angkatan 45, namun pada akhirnya di tahun 1974 pemeritah DKI Jakarta menetapkannya sebagai Museum Joang 45.
ADVERTISEMENT
2. Kantor DPD I Golkar
Masih di daerah Menteng, Jalan Pegangsaan Barat nomor 4 yang kini dijadikan sebagai kantor DPD I Partai Golkar, sedikit yang tahu jika dulunya bangunan tersebut dijadikan sebagai rumah D.N Aidit.
D.N Aidit menjalani peran sentral atas keterlibatannya pada pemberontakan PKI di Madiun 1948, yang mana kala itu usianya masih 25 tahun.
Menurut penjelasan dari penjaga rumah tua yang ada di Jalan Pegangsaan Barat nomor 16 kepada kumparan, (kumparan.com), Frengki membenarkan jika rumah tersebut adalah bekas rumah D.N Aidit yang kemudian dirombak menjadi gedung DPD I Partai Golkar.
"Ya benar, dulu ada museumnya juga di situ tapi kemudian dirombak. Semenjak pemerintahan Bapak Setya Novanto lah kira-kira ada banyak pembangunan dan renovasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Namun ketika kumparan mengkonfirmasi hal tersebut kepada pihak keamanan partai Golkar, mereka bungkam dan tak memberikan pernyataan apapun.
Di bangunan elite itulah Aidit, Ketua CC PKI yang diduga sebagai dalang dibalik Gerakan 30 September 1965, dijemput atas suruhan Soepardjo menuju Wisam Angkatan di Kebayoran baru. Hal ini tertuang dalam kutipan buku Murad Aidit dalam Menolak Menyerah (2005).
Kini bangunan tersebut tak lagi bergaya neo-klasik layaknya bangunan tua di sekitar Jalan Pegangsaan, keseluruhan bangunan telah dirombak secara menyeluruh. Namun sejarah tak bisa ditutupi oleh beton-beton tersebut.
3. Bappenas
Sekitar 1,5 km dari gedung DPD I Partai Golkar, ada gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang berdiri kokoh dengan potret utama bangunan lawas bekas Lembaga Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang mana digunakan pemerintah untuk menumpas G 30S/PKI.
ADVERTISEMENT
Sidang pertama Mahmilub dilaksanakan pada 14 Februari 1966 di Jakarta kala mengadili Nyono bin Sastro Rejo dan dijatuhi hukuman mati setelah terlibat dalam perencanaan dan penggerak G 30 S/PKI.
Kini bangunan tersebut terlihat lebih modern namun masih terasa gaya neo-gotik yang ditonjolkan. Meski demikian, bangunan depan Bappenas tak berubah, tetap klasik dan antik.
Menteng menyimpan ribuan cerita menarik sejarah 1965 Indonesia, tak hanya sebagai kawasan elit namun juga pernah menjadi pusat politik di balik bangunan yang kini telah berubah fungsi.