Memahami Basic Reproduction Number (Ro) yang Jadi Indikator The New Normal

23 Mei 2020 10:47 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana antrean penumpang KRL Commuter Line saat dilaksanakannya tes swab secara random di Stasiun Bekasi, Jawa Barat. Foto:  ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
zoom-in-whitePerbesar
Suasana antrean penumpang KRL Commuter Line saat dilaksanakannya tes swab secara random di Stasiun Bekasi, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
ADVERTISEMENT
Pemerintah menetapkan sejumlah indikator new normal di tengah pandemi corona. Indikator ini digunakan untuk menyesuaikan hidup masyarakat hingga ditemukan vaksin untuk COVID-19.
ADVERTISEMENT
Salah satu indikator yang dimaksud adalah pantauan terhadap basic reproduction number (R0) atau yang dikenal juga sebagai basic reproductive rate. Ini adalah angka yang menunjukkan daya tular virus corona dari satu kasus positif.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, menyebut R0 Indonesia berada di angka 2,5-2,6. Artinya, 1 orang positif corona bisa menularkan ke 2 atau 3 orang lainnya.
"Tugas kita adalah bagaimana pada waktu tertentu kita bisa menurunkan R0 itu dari yang namanya 2,5 itu atau 2,6, persisnya itu menjadi di bawah 1," kata Suharso dalam konferensi pers virtual Rabu (20/5).
Bagaimana kita memahami logika penggunaan indikator R0 ini?
Artikel jurnal "Complexity of the Basic Reproduction Number (R0)" (2019) menjelaskan bahwa R0 yang dibaca "R-naught" adalah metrik epidemiologi yang digunakan untuk menggambarkan penularan agen infeksi.
ADVERTISEMENT
Pada 1950-an, ahli epidemiologi George MacDonald menyarankan menggunakan R0 untuk menggambarkan potensi penularan malaria. Dia mengusulkan jika R0 kurang dari 1, penyakit ini akan mati dalam suatu populasi. Sebab, rata-rata orang yang terinfeksi akan menularkan kurang dari satu orang yang rentan lainnya. Di sisi lain, jika R0 lebih besar dari 1, penyakit akan menyebar.
Dengan R0 2,5 di Indonesia, berarti jika skenarionya ada 100 orang yang positif corona, maka mereka akan menularkan ke 250 orang lainnya. Pada generasi/putaran penularan berikutnya, ke-250 orang ini akan menularkan ke 625 orang lainnya. Daya penularan semacam ini membuat kasus corona bertumbuh secara eksponensial.
Adapun jika R0 sama dengan 1, setiap 1 kasus positif akan menginfeksi 1 orang lainnya. Semisal ada 100 kasus, maka mereka akan menginfeksi 100 orang lainnya. Begitu pula generasi selanjutnya akan menginfeksi dengan jumlah yang sama seterusnya.
ADVERTISEMENT
Mengutip healthline, R0 sama dengan 1 membuat virus tetap ada di sebuah populasi masyarakat. Namun demikian, penularannya akan bersifat stabil.
Lain lagi jika R0 kurang dari 1. Dengan angka ini, penularan virus corona bukan berarti virus langsung hilang. Namun, penularan virus akan berkurang terus diikuti pertumbuhan kasus yang melambat.
Kita ambil skenario jika R0 berada di angka 0,8. Berarti, jika ada 100 orang positif corona, maka akan ada 80 orang yang terinfeksi dari mereka. Pada generasi berikutnya, penularan akan berkurang lagi hingga virus tak lagi menular atau mati di sebuah populasi sebagaimana usulan George MacDonald.
Berikut gambaran ketiga skenario di atas:
Dengan jumlah R0 yang berbeda, akumulasi kasus yang berpotensi terjadi akibat penularan virus juga akan berbeda. Semakin tinggi R0-nya, maka akan semakin besar akumulasi kasus corona yang bakal ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika kita memulai 100 kasus positif corona di suatu wilayah, dengan lima putaran/generasi penularan pada R0 2,5, maka akan ada 6.443,8 total kasus. Berbeda halnya apabila dalam wilayah itu, R0 dapat ditekan ke angka 1, kasusnya hanya akan berjumlah 500. Sementara, jika R0 sama dengan 0,8, total kasus pada putaran kelima penularan hanya 336,2.
Lantas bagaimana cara menetapkan R0?
Masih menurut artikel jurnal "Complexity of the Basic Reproduction Number (R0)", nilai R0 biasanya diperkirakan dengan model matematika yang rumit yang dikembangkan menggunakan berbagai set asumsi.
Di antara asumsi itu, ada 3 parameter yang kerap digunakan sebagai fungsi menurut artikel yang diterbitkan di jurnal Emerging Infectious Diseases tersebut, yakni:
ADVERTISEMENT
"Nilai R0 hampir selalu diperkirakan dari model matematika dan nilai estimasi tergantung pada berbagai keputusan yang dibuat dalam proses pemodelan," tulis para peneliti dalam artikel jurnal yang diterbitkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat itu.
Indonesia hingga kini belum menjelaskan pemodelan seperti apa yang dibuat untuk menghitung R0 ini. Sementara itu, pemerintah baru akan menghitung R0 di masing-masing wilayah Indonesia.
"Sekarang kita akan menghitung untuk semua kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia. Itu indikator pertama yang kita gunakan, Ro," terang Suharso Monoarfa.
Menurut Suharso, WHO mensyaratkan nilai R0 harus konsisten selama 14 hari. Jika dalam 14 hari nilai R0 sudah mencapai di bawah 1, maka wilayah tersebut sudah siap melakukan pelonggaran PSBB.
ADVERTISEMENT
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.