Memahami Duduk Perkara Pemecatan Ketua KPU Arief Budiman oleh DKPP

13 Januari 2021 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kiri) dan Evi Novida Ginting Manik (kanan) memberikan keterangan pers. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kiri) dan Evi Novida Ginting Manik (kanan) memberikan keterangan pers. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Arief Budiman dari posisinya sebagai Ketua KPU RI karena dinilai melanggar etik. Putusan itu membuat Arief kini hanya menjadi anggota atau komisioner KPU biasa.
ADVERTISEMENT
Bagaimana duduk perkaranya?
Pemberhentian Arief yang tertuang dalam putusan Nomor: 123-PKE-DKPP/X/2020 itu berawal dari sengkarut pemecatan Komisioner KPU Evi Novida Ginting oleh DKPP pada 18 Maret.
Evi saat itu diberhentikan DKPP buntut dari sengketa penetapan hasil suara Pileg 2019 di Kalimantan Barat. Putusan DKPP terhadap Evi itu bersifat final dan mengikat, sama seperti putusan yang diterima Arief Budiman hari ini.
Atas putusan DKPP itu, Presiden Jokowi menerbitkan Surat Keputusan Nomor 34/P Tahun 2020 yang intinya memberhentikan Evi secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020.
Tak terima dipecat, Evi menggugat pemecatan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Karena putusan DKPP final dan mengikat, maka yang digugat Evi adalah Keppres Jokowi.
Anggota KPU Evi Novita Ginting Manik saat menyampaikan Sosialisasi Pencalonan Pemilihan 2020 di Gedung KPU, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Di sini perkara Arief Budiman itu muncul. Arief diadukan ke DKPP oleh warga bernama Jupri.
ADVERTISEMENT
Arief dianggap melanggar etik karena mendampingi Evi Novida yang sudah nonaktif sebagai anggota KPU, mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta pada 17 April 2020, atau hampir sebulan setelah DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Evi.
Dalam persidangan di DKPP, Arief membantah hadir ke PTUN untuk mendampingi Evi Novida Ginting mendaftarkan gugatan. Tapi hanya memberikan dukungan moril sebagai sesama kolega yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun di KPU RI.
Buktinya, Arief datang pukul 10.00 WIB menjelang makan siang, setelah proses pendaftaran gugatan itu selesai dilakukan secara elektronik pada pukul 07.31 WIB.
Ketua KPU, Arief Budiman. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Arief di hari itu juga menjadi salah satu narasumber kegiatan “Sapa Alumni Amerika Serikat” yang diadakan secara virtual dan pelaksanaannya dimulai pada pukul 10.00 WIB. Fakta itu membantah Arief sengaja menyiapkan waktu datang untuk memberi pendampingan.
ADVERTISEMENT
“Teradu datang hanya untuk memberikan dukungan moril dan sebagai rasa simpati dan empati kepada yang bersangkutan, dan tidak ada sedikitpun maksud dari Teradu untuk menyalahgunakan tugas, jabatan dan kewenangan Teradu dengan kehadiran Teradu di Pengadilan TUN Jakarta,” jelas Arief.
Selain perkara kehadiran Arief, pengadu, Jupri, mendalilkan Arief telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.
Isi surat itu adalah mengaktifkan lagi Evi Ginting sebagai Komisioner KPU setelah ada Keppres Nomor 83/P Tahun 2020 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor: 34/P Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020.
Menurut DKPP, keputusan Presiden Jokowi mencabut Keppres pemberhentian Evi, bukan berarti Evi otomatis kembali menjadi komisioner KPU. Dengan dicabutnya Keppres, maka posisi Evi --dinilai DKPP-- kembali pada putusan DKPP awal sudah diberhentikan.
ADVERTISEMENT
"Dalam paradigma positivisme, pencabutan Keputusan Presiden RI Nomor 34/P/Tahun 2020 Tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022 tidak serta merta dapat disimplifikasi bahwa Keputusan Presiden yang telah dibatalkan sebelumnya seketika Keputusan tentang Pengangkatan hidup kembali dan dapat menjadi dasar untuk mengaktifkan sdri Evi Novida Ginting Manik sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022," dalam putusan DKPP.
Selain itu, dalam Keppres 87 yang mencabut Keppres 34, Presiden tidak menindaklanjuti putusan nomor 4 PTUN yang meminta agar memulihkan kedudukan Evi selaku Komisioner KPU periode 2017-2022, serta merehabilitasi nama baiknya.
Plt Ketua DKPP Muhammad memimpin sidang etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Kamis (16/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Tidak dipenuhinya amar keempat Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT dalam Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020 merupakan sikap bijaksana Presiden yang sangat memahami sifat putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat," DKPP dalam putusan hari ini.
ADVERTISEMENT
Atas pertimbangan itu, DKPP menilai Arief Budiman melanggar kode etik berat sehingga layak diberhentikan dari jabatan ketua. Meski, Arief masih sebagai Anggota KPU.
"Memutuskan, satu mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arif Budiman selaku Ketua KPU RI," ucap Ketua DKPP Muhammad, Rabu (13/1).
"Memerintahkan kepada KPU RI untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. Empat, memerintahkan Bawaslu mengawasi pelaksanaan putusan ini," imbuhnya.